Sebetulnya, sistem pemasaran berjenjang alias multi-level marketing adalah salah satu sistem pemasaran yang cukup jitu. Sayangnya, sekarang MLM udah telanjur dicap negatif. MLM bahkan sering dianggap sama dengan money game atau sistem penjualan yang enggak mengedepankan produk, melainkan berfokus pada rekrutmen anggota dan permainan uang pendaftaran. Hal ini enggak bisa dilepasin dari gencarnya para anggota MLM alias pemasar dalam mengagung-agungkan keuntungan bergabung ketimbang manfaat dari produknya sendiri.
Enggak cuma itu. Sekarang, para agen MLM beraksi enggak cuma masarin produk dari mulut ke mulut atau mencegat teman-teman di depan kantin kampus atau kos-kosan. Media sosial jadi tempat yang nyaman buat mereka unjuk gigi dan menjaring anggota baru. Entah udah dapat pelatihan atau gimana, postingan para agen MLM di media sosial ini selalu aja senada. Nah, kalau lo punya temen yang ikutan MLM produk tertentu, mungkin postingan-postingan ini enggak asing lagi di lini masa lo.
Foto jalan-jalan selalu bisa bikin orang lain iri. Kesannya, hidup mereka, kok, indah banget, ya? Punya uang berlimpah sehingga bisa jalan-jalan ke seluruh Indonesia atau kota-kota cantik di dunia. Makin iri, enggak, sih, kalau jalan-jalannya ternyata gratis?
Lo mau juga jalan-jalan gratis? Mau foto-foto di depan Patung Liberty, tapi enggak mau tekor? Makanya, buruan gabung sama kami. Kira-kira begitulah kalimat yang ngiringin postingan foto-foto tadi. Ya, perusahaan MLM biasanya ngasih bonus, mulai dari makan-makan sampai jalan-jalan gratis, kalau agennya bisa capai target. Yang jelas, itu bukan hal yang gampang. Perlu usaha keras, dan muka tembok, buat ngebujuk orang jadi downline.
Ini juga hal yang enggak akan dilewatin oleh agen MLM di media sosial: cerita-cerita atau meme yang ngebandingin pengusaha dengan karyawan. Mereka selalu nganggap kalau jadi karyawan itu enggak banget, soalnya jam kerja enggak fleksibel dan selalu diperintah-perintah. Mereka pun ngajak teman-teman dan pengikut di media sosial untuk enggak terpaku dalam pekerjaan sebagai karyawan dan ikutan langkah mereka jadi wirausaha.
Padahal, yang namanya pengusaha adalah mereka yang punya merek sendiri. Kalau jadi agen MLM, otomatis mereka jadi kayak semacam pemasar lepas, bukannya pengusaha. Namun, mereka selalu berdalih bahwa mereka adalah pengusaha karena bisa mengatur omzet dan jam pekerjaan mereka sendiri.
Agen MLM juga sering ngasih kutipan berupa kalimat motivasi ala Mario Teguh. Biasanya, kalimat ini dibuat dengan aplikasi macam Phonto atau Snapseed supaya terlihat profesional dan inspiratif. Kenapa mereka harus repot-repot? Ya, kalau mereka terlihat mengayomi, pasti, dong, bikin orang kepincut buat kerja sama dengan mereka. Kalau lini masa mereka isinya kegalauan atau sindiran, siapa yang mau gabung? Orang-orang malah bakal mikir semacam, “Lo aja nata hati sendiri belum becus, mau nata downline lo.”
Mereka akan membangga-banggakan betapa produk mereka itu aman, udah dapat sertifikat dari berbagai lembaga, serta punya beragam khasiat bila dikonsumsi. Khasiat ini pun kabarnya berlaku hingga kita lanjut usia.
Namun entah kenapa, pada akhirnya khasiat produk mereka ini baru bisa dirasain kalau orang-orang bergabung jadi downline. Mungkin menikmati produk mereka di atas kapal pesiar jauh lebih berfaedah ketimbang di teras rumah.
Para agen MLM harus nunjukin kalau mereka ngasih bukti dan bukan sekadar janji. Untuk itu, postingan daftar transaksi di M-banking wajib hukumnya untuk diunggah. Mungkin bagi kita, hal ini adalah sebuah privasi, tapi enggak buat para agen MLM.
Biasanya, unggahan soal penghasilan per hari disertai dengan kalimat seperti, “Sehari aja kayak gaji sebulan,” atau “Transferan ngalir terus!” Jelas banyak orang awam yang akan tergiur sama hal ini. Padahal, di zaman sekarang, udah gampang kalau mau ngedit transaksi di M-banking atau internet banking, bahkan tanpa kemampuan Photoshop.
***
Terkadang, ada dorongan dalam diri kita untuk menutup pintu pertemanan dengan mereka yang jadi agen MLM karena risih dipaksa secara halus buat jadi anggota. Bagaimanapun, mereka sedang berusaha untuk mencari uang. Sebagai teman yang baik, kalau memang enggak tertarik sama apa yang mereka tawarin, lebih baik lo tolak dengan halus dan katakan alasan logis kenapa enggak mau jadi downline dia.