Memakai skinny jeans yang dipadu sneakers trendi karya rapper terkenal Amerika memang terlihat seperti salah satu vokalis ternama asal Indonesia yang baru-baru ini beralih profesi sebagai seorang pengusaha digital. Tampilan modis dan kekinian pun harus dibayar mahal dengan keluarnya uang jutaan rupiah demi sepasang sneakers impian. Enggak cuma vokalis band yang harus menjaga penampilan, seorang ekonom ternama pun pernah berswafoto sambil memakai sneakers yang lagi populer di kalangan milenial ini.
Tampil modis dan kekinian memang sah-sah aja. Apalagi kalau status masih lajang. Namun, kalau uang ludes karena beli sneakers sementara gajian masih dua minggu lagi, apa enggak bikin pusing? Bagaimana bisa nabung kalau penghasilan aja enggak cukup? Kalau enggak punya investasi, bagaimana masa depan kita? Pas ngalamin hal itu, seseorang pasti berpikir kalau penghasilannya harus ditingkatkan.
Nah, melalui tulisan ini, gua mau berbagi sedikit tentang pengalaman pribadi. Pendapatan gua saat ini kira-kira 25 kali lipat dibandingin waktu pertama kali berkarier 15 tahun silam. Pas baru kerja, gua selalu beranggapan kalau penghasilan bertambah, gua pasti punya cukup dana buat diinvestasiin. Sayangnya, ternyata enggak sebatas itu. Percaya atau enggak, kalau enggak disiplin, sampai hari ini pun semua penghasilan yang gua peroleh bakal ludes dalam sebulan. Intinya, sampai kapan pun, penghasilan kita enggak bakal terasa cukup.
Berkaitan dengan mengelola pendapatan, ada dua hal yang perlu kita disiplinkan. Pertama, hindari hal konsumtif secara berlebihan.
Seorang teman yang sekarang sukses berkarier di Bursa Efek Indonesia pernah berbagi cerita. Umpamanya, penghasilan lo saat ini Rp1 juta. Saat ada kenaikan penghasilan jadi Rp1,2 juta, jagalah gaya hidup lo di angka Rp1 juta. Sisa Rp200.000 bisa lo investasiin. Terus, kalau penghasilan meningkat lagi, misalnya ke Rp1,5 juta, setarain gaya hidup lo pas pendapatan Rp1,2 juta. Sementara itu, sisa Rp300 ribu bisa lo investasiin lagi.
Pada dasarnya, kemauan seseorang untuk berinvestasi itu ada. Contohnya, saat gajian, seseorang punya tekad yang bulat buat berinvestasi. Sayangnya, di minggu kedua atau ketiga, kita sering enggak sadar kalau gaji sudah habis. Di sinilah strategi kedua diperlukan.
Warren Buffet, seorang investor ternama dunia, pernah membagikan strateginya. Intinya, sewaktu mendapatkan penghasilan, sisihkan dulu sebagian buat diinvestasiin. Gunain sisanya buat kebutuhan sehari-hari. Jangan sampai terbalik.
Dari pengalaman yang pernah gua alamin, masih banyak orang yang berpikir kalau gaji besar bakal lebih mudah berinvestasi. Terus, kalau cuma bisa nyisihin ratusan ribu per bulan, bagaimana cara investasinya? Memangnya, ada sarana yang mendukung investasi dengan modal ala kadarnya? Sebenarnya, cuma bermodalkan Rp100 ribu pun, kita bisa mulai berinvestasi. Contohnya melalui reksadana yang tersedia di berbagai bank di Indonesia. Saat diperlukan, reksadana bisa langsung dicairkan. Makanya, enggak ada alasan buat bilang enggak cukup modal untuk mulai berinvestasi, ‘kan?
***
Melalui tulisan perdana ini, gua cuma mau ngasih pandangan kalau memulai investasi itu bukanlah hal yang sulit. Lo enggak perlu modal besar. Yang terpenting, lo harus belajar disiplin dulu. Dana senilai 2—3 cangkir Tall Ice Green Tea Frapuccino atau Ice Latte aja sebenarnya udah cukup buat mulai berinvestasi. Di kesempatan lain, gua bakal ngulas lebih jauh beberapa tipe investasi yang tersedia saat ini. Salam.
*Tulisan ini udah disunting dan disesuaiin sama gaya bahasa Kincir.com.
Teddy Oetomo saat ini menjabat sebagai Head of Intermediary Business di PT Schroder Investment Management Indonesia. Sebelumnya, dia pernah menjabat sebagai Head of Equity Research di PT Credit Suisse Securities Indonesia. Teddy meraih gelar sarjana dan doktor di bidang ekonomi dari Universitas Sydney, Australia (First-class Honors). Selepas kuliah, dia sempat mengabdikan diri sebagai dosen di universitas tersebut.
Pandangan dan opini yang terdapat dalam tulisan-tulisannya yang dimuat di Kincir.com berasal dari buah pikiran Teddy Oetomo. Tulisan tersebut belum tentu mencerminkan pendapat dari PT Schroder Investment Management Indonesia (Schroder Indonesia).