(REVIEW) Wolfenstein: Youngblood

Wolfenstein: Youngblood
Genre
  • petualangan
Publisher
  • Bethesda
Developer
  • MachineGames
Release Date
  • 25 July 2019
Rating
3 / 5

Nama Wolfenstein menjadi game shooter yang sangat legendaris. Pada 26 Juli kemarin, Bethesda meluncurkan dua game anyar, yakni Wolfenstein: Youngblood dan sebuah game VR, Wolfenstein: Cyberpilot. Pada dua instalasi terbaru ini, sang pengembang menjanjikan wahana baru untuk para pencinta shooter agresif Wolfenstein.

Wolfenstein: Youngblood bisa dibilang cukup ambisius dalam membuat gaya permainan baru, yakni co-operative shooter yang mengharuskan pemain melangsungkan permainan. Meski begitu, tetap ada opsi untuk menjalankan permainan sendiri dengan mengandalkan kepintaran buatan sebagai partner dalam permainan.

Apakah konsep besar yang diusung Wolfenstein: Youngblood mampu membuat sekuel ini kelihatan bersinar? Simak ulasan dari KINCIR berikut ini, yuk!

 

Skenario Cerita dan Kekuatan Grafis

Wolfenstein: Youngblood mengambil latar cerita 19 tahun setelah kejadian dalam New Colossus. Diceritakan kalau protagonis William J. Blaskowicz telah berhasil membunuh Hitler dan revolusi Amerika berhasil. Nantinya, pemain akan memainkan dua putri dari Blaskowicz, yakni Jessica dan Sophia untuk mencari sang ayah yang menghilang tanpa kabar di Paris.

Pemain bakal berangkat memainkan karakter Jessica dan Sophia Blaskowicz di area konflik Paris. Latar tempat yang cukup hidup mampu disajikan sama sang pengembang. Sayangnya, seperti game shooter kebanyakan enggak ada banyak interaksi yang mampu dibuat sama latar yang cukup memikat ini. Sudut-sudut jalan kota Paris dan tempat ikonis seperti Catacomb hanya jadi latar tembak-tembakan yang brutal saja.

Mode Co-Op yang Janggal

MachineGames bekerja sama dengan Arkane untuk menelurkan Wolfenstein: Younblood. Di satu sisi, MachineGames menjadi pengembang murni untuk seri Wolfenstein sementara Arkane terkenal dengan game stealth seperti Dishonored dan Prey. Sayangnya, mode stealth yang coba Youngblood sajikan enggak berharmoni dengan kesan serial Wolfenstein.

Karakter Jess dan Sophia yang kita mainkan bakal memakai baju tempur yang punya kemampuan unik untuk menyembunyikan keberadaan mereka. Di dalam game, kehadiran musuh yang bergumul dan muncul sangat sering membuat stealth seakan-akan enggak diperlukan. Apalagi hal ini enggak didukung sama environment permainan yang tertutup.

Karena interaksi pemain dan musuh cukup padat, enggak banyak interaksi antarpemain yang terasa hidup. Kedua putri kembar Blaskowicz hanya berinteraksi untuk membuka jalan atau membuka kotak supply secara bersama-sama. Padahal, harusnya ada skenario yang lebih interaktif seperti yang A Way Out bisa hadirkan dalam permainannya.

 

Permainan Lincah yang Menantang

Kesan Wolfenstein sebagai judul game gore, untungnya bisa dipertahankan sama Youngblood. Terlebih banyak beberapa perintilan jenis musuh baru dan karakter boss yang cukup menantang di dalam game. Hal ini juga didudukung sama mekanik baru, yakni double jump yang bisa pemain gunakan berkat kostum khusus Jess dan Sophia.

Beberapa stage kelihatan didesain untuk membuat platforming dan fitur ini bisa diperdayakan dengan baik. Di dalam pertarungan, double jump ini juga kelihatan efektif menghindari proyektil dan bahkan punya andil dalam boss fight. 

Secercah harapan muncul jika Youngblood mampu membuat kesegaran dalam pertarungan di dalam game. Beberapa variasi musuh yang hadir juga membuat game ini punya lompatan yang cukup baik untuk meneruskan cerita dalam New Colossus. Kini, nasib waralaba Wolfenstein berada di pundak dua putri Blaskowicz yang punya tanggung jawab besar.

 

Kehadiran Sistem Baru yang Bikin Kagok

Secara keseluruhan, Wolfenstein: Youngblood jadi batu lompatan yang cukup penting untuk waralaba ini. Sayangnya, fitur-fitur yang mereka bawa membuat permainan menjadi nanggung. Tengok saja sistem EXP yang berakibat pada permainan yang kaku. Untuk menghadapi wilayah yang berbahaya, pemain enggak bisa sembarangan masuk jika EXP mereka enggak mencukupi.

Hadirnya level di dalam game ini tentu membuat Wolfenstein seakan-akan mengikuti tren action shooter yang mengharuskan karakternya berkembang. Alih-alih menciptakan skenario serta membawa permainan yang intensif, sistem ini bakal mengerdilkan kemampuan pemain.

Di sisi lain, mode co-op yang disajikan membawa deretan masalah yang harus bisa diselesaikan oleh MachineGames, Arkane, dan Bethesda. Meski pemain bisa memilih mode co-op, memang keseruan dalam Youngblood bakal lebih terasa jika pemain membagi permainannya dengan orang lain.

Di platform PC ada layanan Buddy Pass yang bisa pemain kirim namun hal ini belum diimbangi untuk layanan lain seperti dalam konsol. Alhasil, pemain yang enggak memiliki teman harus bertaruh untuk mencari kawan secara acak. Alat komunikasi juga enggak disediakan oleh sang pengembang dan membuat eksekusi co-op dalam Youngblood enggak ramah untuk kebanyakan orang yang praktis.

***

Buat kalian yang memang mengikuti Wolfenstein, kehadiran Youngblood ini menjadi wahana yang bisa saja kalian jajal untuk membaca jalan cerita. Apalagi kalau kalian beruntung punya kawan satu permainan yang bisa diajak untuk mengarungi jalan cerita di dalam game. Sayangnya, untuk kebanyakan pencinta shooter, eksekusi yang kurang sempurna dari game ini bisa sedikit bikin frustrasi, apalagi banyak hal minor yang gagal diberdayakan oleh sang pengembang.

Kalau menurut kalian sendiri bagaimana? Apakah kalian sudah memainkan Wolfenstein: Youngblood? Jangan sungkan untuk bagikan pendapat kalian di kolom komentar bawah, ya! Terus ikutin juga berita serta tulisan menarik seputar game lainnya hanya di kanal KINCIR!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.