Jasa Joki Game Online: Siapa Untung, Siapa Buntung?

Di dunia yang penuh dengan kompetisi, semua orang berlomba-lomba menjadi yang terbaik. Di ranah video game, game online seperti Mobile Legends yang sudah lama digandrungi masyarakat Indonesia pun enggak luput dari maraknya kompetisi. Demi gengsi dan pengakuan akibat sulitnya persaingan, banyak dari mereka yang mengambil jalan pintas. Hal inilah yang memicu kelahiran profesi “joki” game online atau esports.

Secara ringkas, joki bisa diartikan sebagai pemain yang menyewakan jasanya untuk menaikkan peringkat atau level akun game pemain lain. Mereka yang di-boost (istilah praktik joki di luar negeri) akan membayar sejumlah uang kepada joki sesuai dengan seberapa banyak bintang atau peringkat yang naik.

Saat ini, jasa joki tumbuh begitu subur di Indonesia. Kalau lo lihat sekarang di media sosial, khususnya Instagram, sudah pasti lo akan menemukan jual beli jasa joki di akun-akun berbau Mobile Legends. Bahkan, “layanan” ini juga diecerkan di situs-situs atau toko jual beli daring (online).

Di luar pro-kontra yang menyelimutinya, harus diakui jasa joki menjadi bisnis yang sangat menggiurkan. Kenapa bisa seperti itu?

 

Bisnis Joki Game, Sudah Subur Hampir Dua Dekade

Via Istimewa

Meski terkesan baru muncul belakangan ini, bisnis jasa joki game bukanlah hal yang baru di Indonesia. Praktik ini telah ada sejak game daring mulai populer di Indonesia, tepatnya sejak awal 2000-an.

Kincir berkesempatan mewawancarai gamer MMORPG veteran yang sekarang telah menjadi jurnalis di sebuah media daring. Menurutnya, salah jika kita beranggapan bahwa joki baru ramai di dua atau tiga tahun terakhir ini. Kenyataannya, jasa joki sudah ada sejak zaman game Nexia yang dulu sempat ramai di awal milenium kedua.

“Gua lupa kapan pastinya. Pokoknya sekitar zaman Nexia (2001) pemain sudah banyak yang di-boost. Mereka yang ngejoki ingin jadi pemain dengan level tertinggi tanpa harus semaleman ada di warnet,” ujar narasumber yang tak mau disebutkan namanya ini.

Via Istimewa

Lanjutnya, praktik joki pun terus berkembang di MMORPG fenomenal pada pertengahan 2000-an, Ragnarok Online. Gamer veteran yang pernah bertualang di Prontera dan sekitarnya saat masih zaman 8-bit ini pasti tahu rasanya grinding seharian tapi enggak membuahkan hasil. Untuk mendapatkan satu level saja butuh sehari hingga lebih. Itu pun jika karakter lo enggak tewas sehingga EXP lo berkurang.

“Gengsi adalah yang paling dicari di Ragnarok Online dulu. Mereka yang mencapai level 99 alias mendapatkan “Aura” dianggap sebagai ‘dewa’ banget. Makanya, mereka nitipin akunnya ke orang lain saat enggak punya waktu buat main,” lanjutnya.

Masa keemasan Ragnarok Online memang perlahan pudar. Namun, bisnisnya ternyata enggak selesai sampai di situ. Game terbitan LYTO lainnya, RF Online, juga disebutkan menjadi yang sangat marak dengan praktik joki.

Via Istimewa

Klimaks praktik joki pun bisa dirasakan sekarang saat game daring sudah merambah ke mobile. Rasanya enggak mungkin jika lo enggak pernah nemu iklan joki Mobile Legends di internet. Terutama jika lo ngikutin akun medsos atau update seputar MOBA garapan Moonton ini.

 

Kehadiran Lambe Moba sebagai “Mami” Para Joki

Via Istimewa

Para penggemar Mobile Legends Tanah Air mungkin mengenal akun Lambe Moba yang kerap jadi admin komunitas seputar Mobile Legends. Uniknya, selain memberitakan hal seputar Mobile Legends, Lambe Moba punya usaha sampingan untuk membuka jasa joki. Kincir berkesempatan untuk bisa menanyakan langsung kepada “Mak” Lambe Moba perihal keterlibatan mereka membuka usaha joki.

Awalnya, akun Lambe Moba ditujukan untuk menggosipkan hal rumor seputar Mobile Legends. Mereka akhirnya terjun ke bisnis joki sejak pertengahan tahun ini. Sistemnya kurang lebih seperti bandar dengan sistem penjokian yang enggak jauh beda dengan joki lain.

Lambe Moba enggak sendirian mengerjakan semua pesanan. Mereka menyebarkan pesanan kepada joki yang bekerja untuk mereka. Pembagian hasil dengan joki yang mengerjakan pesanan sendiri enggak tentu. Semua bergantung pada perjanjian dengan sang joki.

Via Istimewa

“Mak pernah dapat pesanan hingga 40—60 per minggu. Kalau dihitung pendapatannya, bisa sampai Rp7 juta per minggu. Bergantung pesanan, sih. Paling ramai di awal dan akhir season,” ujar si Mak.

Menurutnya, para penjoki mayoritas berasal dari kalangan pelajar. Waktu kerja efektif bagi mereka pun berada saat musim sekolah. Para joki juga punya waktu libur, biasanya mendekati ujian karena mayoritas dari mereka yang masih pelajar butuh waktu untuk menyelesaikan kewajiban mereka.

“Biasanya pesanan joki paling sering datang saat awal dan akhir musim. Pelanggannya pun beragam, mulai dari anak sekolah dan kuliahan, hingga profesi seperti polisi dan dokter,” tambahnya.

Lebih Menggiurkan daripada Gaji Bersih Pemain Pro

Via Istimewa

Usaha bandar joki di Indonesia tak hanya Lambe Moba. Pemain profesional yang sudah punya prestasi seperti Afrindo “G/Lucky” Valentino pun juga ikut merambah bisnis menggiurkan ini. Enggak main-main, dua akun yang dipercaya kepada Afrindo berhasil menembus peringkat pertama dan ketiga Top Global Season 10 Mobile Legends.

“Kedua akun tersebut (G Bi.Em dan G ft. Xyz28) memang gua yang pegang. Namun, bukan gua yang mainin karena gua percayain semua ke teman-teman gua. Soalnya, susah buat pemain pro yang sudah sibuk cari prestasi buat jadi joki beneran,” ujar pemain yang biasa berposisi sebagai midlaner ini.

Menurut pengakuan Afrindo, bisnis jasa joki baru dilakukannya sekitar akhir hingga awal season 10. Saat itu, seseorang mengirimkan pesan lewat akun Instagram miliknya dan meminta akun Mobile Legends miliknya dijadikan Top Global. Awalnya, Afrindo mengira permintaan tersebut enggak serius. Namun, dia pun terperangah saat isi rekeningnya menggendut enggak lama setelah dia mengirimkan nomor rekeningnya ke penyewa jasanya.

Via Istimewa

Afrindo pun mengakui keuntungan yang didapatnya menjadi bandar joki lebih besar dibanding gajinya sebagai pemain pro. Dia mengaku mendapatkan Rp50 juta per season dari satu orang saja hanya dengan menjadi bandar dari para joki kepercayaannya. Dia pun menyebutkan bahwa para joki yang benar-benar bermain bisa meraih pendapatan yang lebih besar darinya.

“Kalau niat, satu orang joki bisa dapat kira-kira Rp100 juta. Ini sudah termasuk bonus ketika lo berhasil ngejadiin akun tersebut jadi Top Global,” tambah Afrindo.

Tak hanya Afrindo, ada banyak pemain pro lain yang menyediakan jasa atau dulunya menjadi joki. Salah satunya adalah pemain pro yang atas permintaannya enggak mau disebutkan namanya. Menurut pengakuan sang pemain, saat ini dia memang enggak lagi ngejoki karena kesibukan jam latihan dan live streaming.

“Dulu, gua bisa dapat Rp2 juta per minggu dari ngejoki. Keuntungan buat kami sebagai pro player dari ngejoki bukan cuma pendapatan, tapi juga pengalaman. Inilah yang jadi bekal gua untuk bisa jadi pemain pro seperti sekarang,” curhat pemain yang saat ini berada di salah satu tim esports terbesar di Indonesia.

 

Semua Demi Prestise

Via Istimewa

Pelanggan bisnis joki bisa dikatakan hampir berasal dari semua kalangan. Kebanyakan memang berasal dari kalangan pelajar dan anak kuliahan. Namun, enggak sedikit juga yang berasal dari kalangan profesi. Dari semua ini, tentu ada satu hal yang menggelitik nalar. Sebenarnya, apa yang dicari dari menyewa jasa joki hingga rela membayarnya hingga jutaan rupiah?

Untuk menjawab rasa penasaran ini, Kincir bertanya pada seorang pemain amatir yang menyewa jasa joki. Namun, untuk menjaga privasi, dia meminta kami untuk enggak menyebutkan nama serta ID in-game miliknya.

Menurut pengakuannya, semua memang benar dilakukan demi prestise dan rasa bangga. Dia mengaku dulu pernah menggunakan jasa joki agar bisa memamerkan ranking-nya kepada teman-temannya.

“Gua enggak punya waktu kayak teman-teman gua. Gua ketinggalan ranking terus jadi enggak bisa mabar. Makanya, gua sewa jasa joki biar bisa nyusul,” ujarnya.

Via Istimewa

Dia pun enggak mau disebut melakukan kecurangan dengan menggunakan joki. Menurutnya, sah-sah saja selama joki enggak digunakan dalam turnamen. Dia pun tahu risikonya kalau main di tier atas padahal kemampuan masih tier bawah.

“Intinya gua cuma mau menghindari pemain toxic dan noob yang ada di tier bawah. Soalnya, gua yakin sama kemampuan sendiri. Namun, gua juga tahu batasannya. Makanya gua stop sewa joki pas sudah sampai tier yang gua anggap selevel,” ungkapnya.

Bicara soal menggelitik, para joki atau penyalurnya pun juga enggak begitu paham dengan motivasi pelanggannya. Termasuk Afrindo yang sebenarnya kurang paham apa motif para pelanggannya untuk menjadi Top Global lewat jasa joki yang terlihat jelas. Menariknya lagi, para pelanggan jasa joki Afrindo justru membiarkan nama “G” ada di depan nama akun aslinya. Padahal, hal ini justru jelas menunjukkan bahwa mereka menggunakan jasa joki, bukan kemampuan sejatinya

“Sejujurnya, gua enggak tahu secara pasti motivasi mereka. Akan tetapi, gua enggak mau mikirin. Itu hak mereka sebagai pembeli untuk menjaga privasinya. Selama gua dibayar, gua bakal profesional,” jelas Afrindo.

Jasa Joki, Siapa yang Buntung?

Via Istimewa

Secara kasatmata, jasa joki tampak sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak. Para joki tentu mendapat keuntungan dari upah yang dibayarkan. Mereka yang menyewa jasa pun juga bahagia karena impian untuk menjadi pemain top bisa terwujud. Namun, apakah benar semuanya seideal itu?

Tentu ada pro dan kontra di balik jasa joki game ini. Mereka yang selama ini berjuang dengan jerih payahnya sendiri merasa hal tersebut sangat murahan serta mencederai sportivitas dan jiwa kompetitif.

Ironisnya, mereka yang menggunakan joki bisa dikatakan mendapatkan kebahagiaan semu. Akun game mereka memang akan mendapat pengakuan. Namun, semua seakan menjadi membohongi diri sendiri karena kemampuan mereka sebenarnya jauh di bawah level akunnya. Terlebih, mereka harus menggelontorkan dana hingga jutaan rupiah untuk hal fana itu.

Via Istimewa

Esensi dari bermain video game juga seakan sirna dengan praktik joki ini. Padahal, video game diciptakan untuk membuat pemainnya bisa merasakan kebahagiaan. Namun, apa gunanya jika yang didapat kebahagiaan semu dan bersifat sementara karena menggunakan joki?

Satu hal lagi, mereka yang meminta akunnya 'digendutkan' hanya bisa melakukannya secara online. Saat tampil di depan umum, mau tak mau mereka yang menggunakan jasa joki harus turun tangan sendiri menunjukkan kemampuan aslinya di hadapan orang banyak. Tentunya, terlihat jelas mana yang berjuang sendiri dan mana yang membonceng dari kemampuannya saat bermain secara kompetitif.

Makanya, akan sangat ideal bila Indonesia mampu tegas untuk melarang praktik joki. Apalagi, di beberapa negara praktik joki seperti ini sudah mendapatkan larangan keras. Salah satunya adalah Korea Selatan yang mengancam hukuman penjara dua tahun kepada semua yang terlibat di bisnis joki.

Via Istimewa

Lain hal dengan Korea Selatan, Indonesia bisa dikatakan sangat kurang siap untuk menerapkan peraturan yang sama. Di Korea Selatan, pemerintah sudah mendukung penuh esports. Jasa joki dilarang karena memang akan menyusahkan pemerintah saat harus mencari talenta baru. Di Indonesia, pemerintah belum melakukan hal seperti itu. Makanya, akan dibilang lebay jika para joki yang sudah susah payah malah diancam penjara dua tahun.

Tak bisa bohong, saat ini praktik joki terbilang sah-sah saja di Indonesia. Apalagi jika melihat keuntungan yang didapatkan oleh para joki. Mereka pun bahagia bisa mendapatkan penghasilan yang jumlahnya enggak main-main dari hal yang disukainya, yakni bermain game. Pengalaman yang mereka dapat dengan bermain bersama player tingkat pro juga dianggap jadi sebuah hal yang sangat berharga.

Via Istimewa

“Menurut gua enggak ada salahnya jadi joki. Gua memang awalnya enggak suka. Namun, realistis aja sekarang. Melihat penghasilannya dan selagi enggak ngerugiin orang, kenapa enggak?” ujar Afrindo.

Jadi, sah-sah saja jika lo ingin pakai jasa joki game online kalau lo sendiri merasa bahagia dan enggak dirugikan.

***

Nah, bagaimana tanggapan lo soal fenomena joki yang marak terjadi di dunia game online? Apakah lo pernah langganan joki? Atau, justru lo yang jadi jokinya? Yuk, beberin pendapat, pengalaman, dan pengetahuan lo di kolom komentar!


Penulis: Tanri Raafani, Ditya Nurhakiki, Yuni Usmanda
Editor: Annisa Arianita
Ilustrator: Paul Kristo

 

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.