(REVIEW) Ragnarok DawnBreak

Ragnarok DawnBreak
Genre
  • ARPG
Publisher
  • Gravity
Developer
  • Gravity
Release Date
  • 01 May 2019
Rating
3 / 5

Waralaba Ragnarok kembali mengejutkan para penggemarnya dengan game mobile terbarunya. Kali ini, Gravity selaku penerbit berkolaborasi dengan waralaba Action RPG kenamaan, DawnBreak, untuk meluncurkan produk ‘kawin silang’ bertajuk Ragnarok DawnBreak.

Sekilas info, game ini menjadi ARPG kedua seri Ragnarok setelah Ragnarok Rush. Game tersebut bisa dikatakan cukup sukses memadukan keseruan ARPG dengan format side-scrolling beserta nostalgia ala Ragnarok.

Hal ini pun membuat penggemar menaruh harapan besar pada Ragnarok DawnBreak. Pertanyaannya, apakah game ini mampu memenuhi ekspektasi? Ataukah justru sebaliknya? Untuk mengetahui jawabannya, yuk simak ulasan Ragnarok DawnBreak dari KINCIR berikut ini!

 

Tampilan Visual yang Kurang Memuaskan

Bagi penggemar ARPG, kualitas tampilan visual menjadi salah satu alasan utama untuk memainkan gamenya. Biasanya, ARPG kebanyakan memiliki grafis detail serta efek visual fantastis. Sayang, hal tersebut tak mampu dipenuhi oleh Ragnarok DawnBreak.

Sekilas, pemain bakal disajikan sama artwork yang terkesan memaksa. Grafis ala Jepang yang terkesan sederhana membuat game ini belum memikat secara visual. Apalagi, layar interface yang disajikan dipenuhi banyak tombol yang enggak ramah di mata. Nuansa grafis Ragnarok atau Dawn Break yang diharapkan bisa menjadi andalan justru enggak kentara.

Untuk tampilan di area gameplay, eksekusi animasi 3D yang game ini berikan sebenarnya udah cukup baik. Sayangnya, dunia yang disajikan enggak punya preferensi dari Ragnarok maupun Dawn Break. Padahal, game ini dinisiasi sebagai proses kolaborasi yang sangat ditunggu dari kedua game tersebut.

 

Kolaborasi Serba Nanggung

Pertama kali masuk ke dalam game, pemain tentu mengharapkan kalau banyak unsur referensi Ragnarok yang mungkin disematkan. Pasalnya, game ini mengambil judul Ragnarok lebih dulu. Anehnya, karakter dan premis cerita yang disajikan pada masa tutorial pertama kali bahkan enggak menyematkan referensi Ragnarok atau Dawn Break.

Bangunan kota antik yang megah di belakang pemain sebenarnya menyiratkan nuansa Prontera. Sayangnya, referensi tersebut entah kenapa tak muncul di dalam game.

Dunia petualangan yang disajikan tertutup pada urutan stage enggak menyangkut kedua game yang disebutkan. Seolah-olah, Ragnarok DawnBreak merupakan produk kawin silang yang melahirkan spesies baru.

Kehilangan referensi tentu membuat beberapa pemain merasa dibohongi. Pasalnya, game ini membawa dua judul game MMORPG yang populer.

Gravity serta Auer kelihatan bermain pasif dan membuat Ragnarok Dawn Break jadi semacam produk yang salah alamat. Padahal, latar dunia Ragnarok dengan tambahan sistem RPG DawnBreak seharusnya bisa jadi formula yang sangat bagus.

Gameplay Minim Inovasi

Sebagai nuansa Ragnarok, game ini menyediakan empat pilihan karakter, yakni Valerie, Sherman, Barry, dan Otilia sebagai karakter Hero yang bisa dipakai. Sementara itu, untuk referensi Dawn Break, Kotetsu hadir jadi salah satu karakter langka yang overpowered.

Dengan membawa bentuk pengembangan karakter, nantinya pemain harus mengoleksi item, senjata, elemen, Spirit, hingga karakter Fairy yang bisa dielus untuk menambah interaksi dan hubungan pemain.

Meski terkesan menarik, pada dasarnya tidak ada inovasi dalam game ini secara keseluruhan. Banyaknya aspek di dalam game ini terkesan generik dan enggak menambah keseruan baru.

Mengambil permainan ARPG pada petualangannya, game ini hanya menghadirkan dua mode stage yang dibedakan dari tingkat kesulitan saja. Ada tiga tipe permainan, yakni Normal, Stealth, atau Boss Fight.

Secara keseluruhan, ketiganya enggak punya perbedaan yang signifikan. Ketika bermain Stealth, misalnya. Jika ketahuan, pemain hanya dikurangi satu nilai bintang. Rintangannya juga sangat absurd dan datar.

Sebenarnya, permainan ini bisa jadi punya bentuk yang menarik lantaran karakter Boss milik Ragnarok Dawn Break punya beberapa mekanisme yang berbeda. Sayangnya, kehadiran mereka sangat sedikit. Di sisi lain, karakter Boss dari Guild Raid atau World Boss punya darah yang sangat tebal sehingga enggak mungkin bisa dikalahkan dalam sekali kesempatan.

 

Penyakit Repetisi dan Pay-to-Win

Dengan membawa aksi di pertarungan, sajian ARPG Ragnarok Dawn Break sebenarnya punya potensi yang baik. Namun, secara keseluruhan enggak ada yang istimewa. Apalagi formula seperti ini sangat mirip dengan beberapa game populer seperti Honkai Impact.

Selain itu, adanya sistem premium currency membuat para pemain “sultan” bisa berinvestasi dan berkembang lebih cepat dari pemain lainnya. Sistem ini bahkan didukung sama reward yang sangat menggiurkan jika pemain membeli atau mengeluarkan banyak Diamond. Tentu kesempatan melakukan gatcha serta fasilitas yang diberikan oleh game ini sangat membuat Ragnarok Dawn Break jadi game pay to win.

Untuk mengeluarkan Diamond misalnya, pemain bahkan mendapatkan EXP untuk menaikkan level karakter mereka. Padahal, mendapatkan EXP secara normal di dalam game ini sejatinya sangat berat karena setiap stage punya nilai yang sama.

Seiring waktu, pemain yang enggak membeli Diamond bakal mengulangi aktivitas yang membosankan. Lebih parahnya lagi, mereka bakal susah berkembang ketimbang pemain yang mengeluarkan lebih banyak uang.

***

Meski menggoda dari referensi judul, Ragnarok DawnBreak adalah contoh game yang terlalu bertumpu pada popularitas game lain. Masalahnya, referensi yang mereka sajikan enggak membentuk permainan yang baik. Ibarat hasil kawin silang, Ragnarok Dawn Break adalah anak hasil percobaan yang gagal.

Bagaimana komentar kalian soal game ini? Apakah kalian juga sudah memainkan dan merasakan hal yang sama dengan ulasan di atas? Jangan sungkan untuk beri rating versi kalian serta berikan komentar juga, ya. Terus ikuti juga rubrik review game lainnya hanya di kanal KINCIR!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.