(REVIEW) The Promise: Sajian Drama dalam Kemasan Horor

*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.

Cerita: 7,5 | Penokohan: 8,5 | Efek Suara/Scoring: 8 | Visual: 7 | Nilai Akhir: 7,75/10

Dalam budaya Thailand, mereka yang udah meninggal dianggap tetap "hidup" meski enggak bisa dilihat di kasat mata. Mungkin buat lo yang udah pernah ke sana sering ngelihat sesajen atau kuil-kuil kecil yang dijadikan sebagai penghormatan kepada arwah. Sayangnya, enggak semua arwah bisa "hidup" dengan tenang. Orang Thailand juga percaya sama keberadaan arwah penasaran yang enggak bisa terbang ke alam sana dengan tenang.

Nah, mitos arwah penasaran ini lagi-lagi jadi tema utama film horor Thailand. Setelah sukses dengan film Shutter (2008), Ladda Land (2011), dan Alone (2015), sutradara/penulis Sophon Sakdaphisit kembali "gentayangan" dengan film horor terbaru bertema arwah penasaran yang berjudul The Promise.

Film ini berkisah tentang dua orang sahabat tak terpisahkan bernama Boum (Thunyaphat Pattarateerachaicharoen, versi muda) dan Ib (Panisara Rikulsurakan). Sayangnya, krisis moneter pada 1997 memaksa keduanya hidup dalam kesengsaraan. Mereka berdua pun berjanji buat bunuh diri bersama.

Di detik-detik terakhir, Boum takut dan menyaksikan Ib menghabisi nyawanya sendiri. 20 tahun kemudian, Boum (Numthip Jongrachatawiboon, versi dewasa) yang udah kembali sejahtera dan punya anak, kembali dihantui oleh Ib yang menagih janjinya dan menghantui sang anak, Bell (Apichaya Thongkham).

Setelah nonton habis film ini, Viki ngerasa bahwa film ini bukanlah film horor seutuhnya. Unsur drama dan emosional justru jadi yang paling kuat dalam skenario yang ditulis oleh Sopana Chaowiwatkul dan Supalerk Ningsanond. The Promise bahkan enggak munculin sama sekali penampakan si setan atau arwah yang bisa bikin lo parno. Jumpscare yang ada pun terkesan murahan dan norak. Hal inilah yang mungkin bakal bikin sebagian penggemar horor bakal kecewa sama film ini.

Meski begitu, bukan berarti film ini sejelek yang lo kira. Pendekatan "less is more" yang diambil oleh Sakdaphisit malah bikin film ini terlihat berkualitas. The Promise mampu membangun suasana horornya lewat unsur drama serta penampilan gemilang dari dua aktor utamanya, yaitu Boum dan Bell.

Yap, mereka berdua benar-benar jago karena udah bikin film horor yang tadinya kelihatan enggak horor kembali jadi horor. Mereka mampu menerjemahkan visi "less is more" Sakdaphisit dengan kemampuan akting yang ngegambarin bagaimana rasa takut dan putus asa.

Selain itu, akting mereka saat beradegan horor sukses bikin penonton terbawa suasana dan ngerasain apa yang mereka rasain dalam film. Penampilan mereka juga bakal bikin lo percaya bahwa sebentar lagi bakalan ada adegan jumpscare/penampakan, tapi nyatanya malah enggak ada sama sekali. Tentu hal ini tergolong brilian dan langka buat ukuran film horor.

Selain akting dari pemeran Boum dan Bell, penampilan pemeran Boum muda dan Ib juga jadi nilai positif di film ini. Keduanya sama-sama berhasil nyajiin kehangatan kehidupan dua orang sahabat. Mereka juga sukses bikin penonton ngerasain bagaimana kesedihan dan keputusasaan lewat adegan bunuh dirinya.

Suasana mencekam yang minus penampakan dalam film ini juga diperkuat dengan permainan efek suara dan musik yang disusun oleh Vichaya Vatanasapt. Sama kayak penampilan dua bintang utamanya, permainan musik dalam The Promise juga mampu ngebawa suasana dan bikin penonton takut sekaligus menebak-nebak apa yang akan terjadi sebelumnya. Sayangnya, saat adegan drama, tema musik berganti menjadi dentingan piano yang lama kelamaan terdengar enggak penting karena terlalu monoton.

Di balik unsur drama dan akting para bintangnya yang ngebawa suasana, The Promise tergolong masih penuh dengan klise. Sakdaphisit terlihat berusaha agar film horor garapannya punya cerita yang enggak mudah ditebak. Justru, upayanya malah terkesan terlalu bereksperimen sehingga bagian akhir film ini terkesan datar dan enggak klimaks. Beberapa adegan juga bikin kita bertanya-tanya karena terlihat enggak logis, khususnya di bagian akhir.

Sebagai film secara keseluruhan, The Promise punya nilai unik yang bikin film ini harus lo tonton. The Promise mampu ngelakuin semuanya dengan cukup baik, mulai dari skenario, akting, dan unsur dramatisnya yang bikin kita terbawa emosi. Untuk ukuran film horor, film ini memang termasuk enggak begitu nakutin kayak film-film horor kebanyakan. Akan tetapi, pendekatan "less is more" lewat akting para pemeranlah yang bikin The Promise beda dari yang lain.

The Promise bakal tayang di sejumlah bioskop CGV di Indonesia. Film ini rencananya bakal masuk dalam bagian CGV Freak Week yang akan berlangsung selama dua pekan ini (6—8 dan 13—15 Oktober). Enggak cuma The Promise, CGV juga bakal nayangin film-film horor Thailand karya sutradara Sophon Sakdaphisit lainnya. Selagi sempat, buru-buru, deh, mampir ke bioskop CGV terdekat sebelum Freak Week berakhir!

BTW, kalau mau nonton The Promise, pastiin lo enggak ngajak anak di bawah umur atau orang yang lagi depresi, ya. Buat pemanasan, lihat dulu cuplikannya di bawah ini!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.