(REVIEW) Resident Evil VII: Benar-benar Menyeramkan!

*Catatan Editor: Tulisan ini berisi beberapa spoiler. Akan tetapi, tenang saja, tulisan ini enggak bakal membocorkan hal-hal penting, kok!

Sebelum mendapat kabar kalau Resident Evil VII bakal dibuat, sejujurnya Viki merasa pesimis dengan kelanjutan seri Resident Evil (RE). Sejak RE4, Capcom enggak berhasil mempertahankan antusiasme penggemar RE yang merasa kecewa dengan gamegame RE yang dirilis setelahnya, terutama RE6 yang dianggap membosankan dan gitu-gitu aja. Sempat berpikir kalau waralaba RE bakal tamat riwayatnya, pada akhirnya dugaan Viki salah besar, karena Capcom berhasil menghidupkan kembali waralaba RE serta antusiasme penggemar lewat entri terbarunya, RE7, yang baru aja dirilis 24 Januari lalu.

Harus Viki akui kalau Resident Evil VII beda banget sama gamegame RE yang ada sebelumnya. Perbedaan ini bisa dilihat dari format serta atmosfer game-nya sendiri, yang baru bisa lo rasakan kalau lo memainkannya langsung. Nyatanya, perbedaan ini bukanlah hal yang negatif karena RE7 terasa seperti perubahan dan perbaikan besar dari seri-seri RE sebelumnya. Mau contohnya? RE7 jadi satu-satunya game RE yang paling terasa unsur horornya, dibanding dengan seri game RE sebelumnya yang lebih terasa seperti game action. Jadi kalau lo memang benar-benar penggemar game horor yang beneran horor, Viki berani menjamin RE7 adalah game yang pas banget buat memenuhi hasrat lo akan rasa takut.

Premis Resident Evil VII berawal dari seseorang bernama Ethan Winters yang berniat mencari istrinya, Mia Winters, yang telah hilang selama 3 tahun dan diduga telah tewas. Dia berusaha mencari setelah menemukan video rekaman yang misterius yang memperlihatkan kalau istrinya masih hidup dan menyuruh Ethan untuk mencarinya. Video misterius tersebut mengarahkannya ke sebuah rumah kosong yang berada di tempat fiktif bernama kota Dulvey yang disebutkan berada di kawasan berawa di daerah Louisiana, Amerika Serikat.

Kisah horor yang mencekam nan mengerikan ini dimulai ketika tiba di tempat yang dimaksud, Ethan malah diculik dan disiksa oleh sebuah keluarga bernama Baker yang ternyata menempati rumah kosong tersebut. Bukannya mendapat kejelasan tentang nasib istrinya, Ethan harus menerima kenyataan kalau yang dirinya hadapi bukanlah keluarga biasa, karena keluarga ini terlihat sadis, mengerikan, dan kanibalis. Dari premisnya, lo bisa lihat perbedaan yang jelas banget dari segi plot dan jalan cerita. Resident Evil VII terlihat seperti sebuah cerita standalone yang melenceng jauh dari cerita seri game RE sebelumnya: wabah serangan zombie yang menjalar ke seluruh kota. Kali ini lo enggak akan berhadapan dengan puluhan hingga ratusan zombie, melainkan hanya melawan 4 orang anggota keluarga psikopat yang terlihat seperti ingin memasak lo hidup-hidup. Makanya RE7 Viki rasa jadi game RE paling gory karena lo akan melihat banyak adegan sadis dan berdara-darah saat lo memainkannya.

Mungkin dari penjelasan ini lo akan bertanya, apakah kisah Resident Evil VII punya hubungan dengan cerita dari seri game RE sebelumnya, atau mengapa game ini berbeda dan enggak memunculkan zombie? Viki sendiri enggak mau membocorkan jawabannya, dan hal ini juga mungkin akan membuat lo kecewa kalau lo memang benar-benar penggemar fanatik seri game RE yang enggak pernah lepas dari zombie. Tapi kalau lo kecewa, lo salah besar! Karena yang jelas, RE7 enggak butuh "cerita lama", karena game ini berhasil membangun sebuah cerita baru yang kuat dan menarik yang enggak harus selalu nyangkut dengan hal-hal berbau zombie.

Perbedaan selanjutnya bisa lo rasakan lewat penggunaan format first-person shooter (FPS) dan enggak lagi menggunakan format third-person. Perubahan yang agak kontroversial ini mungkin akan membuat lo dan penggemar fanatik RE lainnya merasa kalau Capcom memang udah benar-benar kehilangan ide. Tapi nyatanya hal yang lo takutkan itu jauh dari fakta, karena penggunaan format FPS ini membawa RE7 jadi menarik dan lebih terasa atmosfer horornya.

Dengan format FPS, apa yang lo lihat dalam game terasa seperti apa yang lo lihat dengan mata kepala lo sendiri. Berbeda dengan format third-person, format FPS juga punya perspektif yang sangat terbatas. Lo enggak bisa ngelihat apa yang ada di samping lo kalau lo enggak melihatnya langsung. RE7 ini bahkan membuat gerakan pemain serta kameranya jadi lebih lambat, yang tentunya membuat game ini makin terasa tensinya.

Dari segi gameplay sendiri, Resident Evil VII pada dasarnya enggak berbeda jauh dengan seri game RE sebelumnya. Pemainnya harus tetap selamat dari serangan zombie (kali ini keluarga Baker) dan menemukan jalan untuk keluar rumah. Tentunya upaya menyelamatkan diri lo enggak gampang, karena lo akan banyak puzzle dan teka-teki yang menunggu.

Meskipun terasa sama, tapi nyatanya Resident Evil VII jauh lebih menegangkan dan bahkan lebih seru dibanding gamegame RE sebelumnya. Sejujurnya, enggak ada game RE sebelumnya yang berhasil membuat Viki merasa benar-benar tegang, takut, dan enggak berdaya selain RE7. Ini semua karena lo akan memainkan karakter yang bukanlah seorang pasukan khusus atau polisi terlatih, melainkan orang biasa yang enggak punya kemampuan khusus. Apalagi lo harus menerima kenyataan kalau Capcom enggak menyediakan senjata-senjata keren nan canggih dan punya banyak peluru untuk lo gunakan melawan keluarga Baker yang kuat dan sadis.

Faktanya, lo bukannya enggak mendapatkan senjata sama sekali, karena disana ada kapak, pistol, shotgun, bahkan flamethrower. Masalahnya adalah lo enggak bakal menemukan banyak peluru, yang berarti lo harus pintar-pintar menghemat peluru. Di babak awal game, lo bakal merasa frustrasi karena senjata yang lo gunakan enggak banyak berpengaruh untuk menghabisi musuh. Headshot sendiri enggak bisa merobohkan musuh begitu saja. Jadi satu-satunya taktik yang paling efektif adalah lari, kabur, dan ngumpet, lalu mencari jalan untuk mendapatkan senjata yang lebih kuat.

Yup, selain pistol dan senjata melee, senjata lainnya jauh lebih kuat dan efektif untuk menghabisi musuh, lengkap dengan upgrade yang membuat senjatanya jadi lebih kuat. Sayangnya, hal ini akan membuat tingkat kesulitan game ini berkurang sejalan lo menamatkan game ini. Pada dasarnya, lo enggak akan melawan puluhan zombie lemah yang tersebar di seluruh penjuru ruangan, melainkan melawan paling banyak 2 orang musuh yang terhitung kuat. Tapi mereka enggak bergerak dengan gesit dan cepat, yang membuat lo dengan mudah menghindari dan kabur hingga musuh enggak lagi mengejar.

Mungkin hal ini jadi salah satu kelemahan yang terlihat kalau lo emang udah biasa bermain game horor seperti RE7. Lo memang bakal merasa stres saat lo baru pertama kali memainkan game ini. Tapi saat lo terbiasa, lo akan merasa kalau game ini jadi gampang banget, meskipun lo memainkan level normal sekalipun (level hard baru akan lo dapatkan saat menamatkan game, yang sayangnya belum sempat Viki coba).

Meskipun terasa gampang, tapi tetap aja game ini enggak akan habis-habisnya memberikan lo kejutan dan jumpscares yang akan membuat lo takut atau kaget. Tim Capcom berhasil membuat suasana game makin mencekam dengan suara-suara yang mengagetkan dan menyeramkan. RE7 ini memang punya suara yang detail banget. Gerakan kecil seperti daun jatuh atau langkah kaki benar-benar terdengar. Sejujurnya efek suara dalam game ini efektif banget untuk menakuti pemainnya. Apalagi lo bermain dengan format FPS yang membuat sensasi menakutkannya jadi makin terasa.

Saat memainkan game ini, Viki bermain menggunakan PS4. Kata orang-orang sih, versi PC game ini punya grafis yang lebih bagus dan detail. Tapi faktanya grafis versi PS4 ini enggak sejelek yang lo bayangkan kok. Meskipun enggak sempurna, tapi efek visual yang tersaji dalam RE7 cocok banget sama atmosfer horornya, yang sejujurnya jauh lebih terasa ketika lo memainkannya dengan perangkat VR.

Viki sendiri berkesempatan untuk menjajal RE7 menggunakan PlayStation VR. Well, versi VR game ini benar-benar amazing. Meskipun kualitas grafisnya sedikit menurun, tapi suasana horor nan mencekam game ini benar-benar terasa dengan VR, karena rasanya seperti diri lo sendiri berada di rumah keluarga Baker, serta berhadapan dengan anggota keluarganya yang kuat dan sadis.

Sayangnya, saat RE7 versi VR terasa sempurna, di satu sisi Viki merasa kapok dan enggak lagi-lagi nyobain VR. Masalah yang Viki temui adalah masalah umum penggunaan teknologi VR: Viki benar-benar merasa mual. Selama 2 jam menggunakan VR, Viki memang merasa sedikit pusing. Tapi Viki anggap enggak masalah karena game-nya sendiri bikin Viki lupa sama pusingnya. Tapi setelah Viki melepas headset VR, pusing dan rasa mual benar-benar kerasa banget. Bahkan, setelah Viki istirahat pun, memainkan game ini tanpa VR tetap aja terasa memusingkan.

Buat lo yang penasaran banget sama RE7 versi VR, Viki sarankan sih lo mencobanya saat adegan-adegan yang enggak membuat lo banyak bergerak, misalnya saat berjalan di lorong. Kecuali lo kebal sama motion sickness, silahkan aja nyobain game ini menggunakan VR karena lo akan merasa pengalaman menakjubkan sekaligus mengerikan dan mencekam.

***

Harus Viki akui kalau Resident Evil VII berhasil bikin Viki dan semua fans game horor lainnya terkejut. Apalagi setelah melihat fakta kalau selama 20 tahun, seri game RE terus menunjukkan kemunduran, terutama setelah RE4 yang dianggap jadi game terbaik RE. Kemunduran ini bukannya tanpa sebab. Hal itu terjadi karena Capcom enggak mau berinovasi dan mengikuti perkembangan zaman. Tapi pada akhirnya perubahan dan perbaikan itu ada di RE7. Nyatanya ide game survival seperti ini bukanlah ide orisinil. Masih banyak game lain yang sebenarnya lebih terasa horornya, misalnya seperti Fatal Frame 2 & 3. Tapi tetap aja, buat waralaba RE, Resident Evil VII adalah sebuah game menakjubkan yang berhasil membawa seri ini ke dalam sebuah arah baru yang lebih positif. Selamat bermain, guys!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.