Sederet Alasan Mengapa Bunny Girl Senpai Mesti Dibikinin Season 2

Don’t judge a book by its cover” adalah adagium lawas yang relevan dilamatkan kepada serial anime yang meramaikan musim Fall 2018. Kalau hanya menilai dari sampulnya, dalam sekejap lo pasti akan langsung berkesimpulan bahwa Rascal Does Not Dream of Bunny Girl Senpai (Seishun Buta Yarou wa Bunny Girl Senpai no Yume wo Minai, selanjutnya Bunny Girl Senpai) sekadar anime harem  dengan plot ngalor-ngidul bermodalkan gadis-gadis kawaii tanpa eksposisi skenario dan untaian dialog yang bermakna.

Lebih jauh daripada itu, Bunny Girl Senpai adalah sebuah anime yang berkisah tentang turbulensi masa-masa remaja. Tentang trauma-trauma emosional dan psikologis yang lumayan menorehkan luka, tapi acap disepelekan oleh orang lain dan barangkali pernah lo alami sendiri. Anime ini begitu cerdas menyajikan fenomena sosial tersebut dalam balutan persahabatan yang penuh drama dan sarat pesan moral.

Tentu saja penampilan si senpai berkostum kelinci alias Mai Sakurajima adalah alasan kuat mengapa anime ini patut kita pantengin sampai habis. Namun, masih ada beberapa faktor lain yang membuat anime ini layak dibikinin season selanjutnya. Kalau belum setuju, silakan saja lo baca penjelasannya di bawah ini!

 

Karakter Utama yang Nyebelin tapi Asyik

Via Istimewa

Sakuta Azusagawa bukanlah tipikal protagonis utama anime romansa-komedi yang kikuk dan gampang tersipu malu. Sebaliknya, dia adalah cowok yang menarik, setengah supel setengah introver, kadang sok keren, kadang nyebelin, dan hobi ngomong ceplas-ceplos.

Dia paham betul bahwa banyak orang yang enggak suka sama dia dan sering menggosipkan dia di belakangnya. Walau begitu, Sakuta tetap melangkah maju dan menyelesaikan tanggung jawabnya. Yap, selain sebagai seorang siswa, dia adalah kakak sulung dari adik perempuannya yang punya masalah mental sangat serius.

Selain sibuk mencari uang makan dengan bekerja sampingan sebagai pramusaji paruh waktu, Sakuta juga selalu menyempatkan diri untuk menjadi sosok yang siaga manakala dimintai pertolongan oleh sahabatnya yang jika dihitung enggak lebih dari jumlah jari tangan. Watak inilah yang jadi perekat dari segala elemen plot fantastis anime ini.

 

Mai Sakurajima, Kandidat Waifu Terbaik?

Via Istimewa

Awal kemunculan Mai di episode perdana sekaligus jadi adegan orientasi menuju pusaran konflik utama bernama Sindrom Pubertas. Sindrom ini “menggerogoti” hampir semua karakter dalam anime ini.

Sebagai seorang selebritas sedari kecil, Mai terbiasa diliputi sorot kamera. Suatu ketika, dia merasa jengah. Mai pun mulai vakum dan menjauh dari dunia showbiz yang telah membesarkan namanya. Tak dinyana, langkah tersebut membuat dia berangsur lenyap dari masyarakat. Secara harfiah. Wujud dan eksistensinya mulai dilupakan banyak orang. Hingga datanglah Sakuta, sang penyelamat.

Kakak kelas dari Sakuta ini adalah paket komplet yang memenuhi segala kriteria waifu  idaman masa kini. Cantik, imut, jago masak, perhatian, pengertian, tsundere level unyu, ditambah lagi punya karier yang sangat menjanjikan sebagai seorang pesohor. Mai Sakurajima sudah pasti bakal jadi saingan kelas berat Rikka Takarada dari SSSS. Gridman untuk jadi waifu musim gugur 2018 yang paling difavoritkan.

Dialog Interaktif yang Dirangkai Secara Brilian

Via Istimewa

Serial ini punya dua karakter episentrum yang menjadikannya menonjol dan begitu menarik, Sakuta Azusagawa dan Mai Sakurajima. Ditambah lagi, medium yang membuat dua karakter beda watak ini jadi serasi dan saling melengkapi adalah baris-baris dialog yang dirangkai dengan sangat brilian.

Bukan sekali dua kali lo akan mendengar (atau membaca) ucapan Sakuta yang norak, vulgar, atau ada kalanya seksis. Namun, dalam dialognya dengan Mai, kesan buruk tersebut seolah menguap begitu saja. Itu karena Mai selalu punya respons yang cerdas dan tepat dalam mengelola kenakalan pacarnya itu.

Mereka rajin saling lontar argumen membicarakan segala momen dan peristiwa semisal situasi menjemukan di sekolah, masa depan yang enggak pasti, atau hal-hal mesum yang biasa dilakukan pasangan baru. Semuanya berlangsung secara berkelindan dalam tempo yang cepat dengan nuansa jenaka dan jarang berakhir membosankan.

 

Sindrom Pubertas, Imajinatif tapi Dekat dengan Realita

Via Istimewa

Seperti yang sudah diungkit, konflik utama anime ini melibatkan Sindrom Pubertas. Sebuah sindrom rekaan terkait legenda urban ini ternyata berdampak pada fisik masing-masing dari mereka.

Sakuta mendapat tiga luka cabikan misterius di badannya. Adiknya, Kaede, juga mengalami luka dan memar, tapi lebih parah lagi lantaran membekas di sekujur tubuhnya. Sementara itu, Mai terus berjuang untuk mencari jalan keluar dari krisis eksistensial yang menerpanya.

Via Istimewa

Apa itu Sindrom Pubertas? Mungkin enggak ada penjelasan secara pasti dari sisi medis atau psikologis terkait wabah ini. Meski Rio Futaba (si gadis penghuni abadi laboratorium sekolah) telah menjelaskannya secara gamblang menggunakan teori kucing Schrodinger atau Fisika Kuantum, tetap saja rasanya masih sulit untuk dimengerti dan justru makin runyam. Itu mungkin hanya suatu eksplanasi dalam animenya demi merasionalkan keberadaan sindrom tersebut.

Akan tetapi, kalau lo udah nonton beberapa episodenya, bisa ditarik kesimpulan bahwa sindrom ini diibaratkan sebagai metafora dari kehidupan remaja yang penuh dengan pengalaman pahit yang menyesakkan. Pada masa inilah, tradisi saling risak (bully) terus langgeng diselenggarakan. Dijauhi teman-teman karena beda preferensi dalam suatu hal atau mendapat stigma negatif atas suatu perbuatan di masa lampau adalah segelintir contoh lainnya.

Via Istimewa

Bunny Girl Senpai menceritakan fenomena sosial yang diderita oleh Sakuta, Kaede, Mai, dan karakter lainnya dengan cara yang menyenangkan dan lebih mudah dipahami. Intinya, serial anime ini membawa pesan moral bahwa siapa saja di luar sana yang mengalami goncangan mental, merasa kesepian, dan menderita depresi berkepanjangan harus segera mendapat penanganan. Jika enggak segera dicarikan solusinya, konsekuensinya bisa sangat fatal.

***

Dengan segala daya dan kelebihan yang dimilikinya, Bunny Girl Senpai bisa saja kita nobatkan sebagai salah satu kandidat anime terbaik selama Fall 2018. Kendati konflik utama yang dibawanya terasa mirip dengan Bakemonogatari, anime ini tetap tampil dengan kemasan yang lebih segar serta pengembangan karakter yang enggak kalah meyakinkan. Makanya, CloverWorks, studio animasi yang menggarap serial anime, patut banget mempertimbangkan untuk melanjutkannya ke season 2.

Nah, buat lo, setujukah kalau Bunny Girl Senpai dilanjutin?

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.