5 Film Animasi tentang Gangguan Mental Manusia

Kebanyakan, film animasi menyajikan sesuatu yang menghangatkan hati dan membuat senang penontonnya, terutama mereka yang masih anak-anak. Apalagi dengan penggambaran tokoh-tokoh yang lucu dan imut-imut. Nyatanya, enggak semua film animasi seperti itu. Ada beberapa film animasi yang mengusung tema serius dan patut dijadikan bahan diskusi oleh orang-orang dewasa. Bahkan, saking seriusnya, film-film ini enggak cocok ditonton oleh anak-anak.

Salah satu topik serius yang cukup kerap diangkat dalam film animasi adalah gangguan mental alias disorders. Bukan cuma skizofrenia atau hilang kontak dari kenyataan (seperti stereotipe "gila" yang selama ini beredar di masyarakat), ada beragam jenis disorders unik yang disadari atau enggak kental terasa dalam film-film animasi ini. Nah, apa aja, sih, film-film animasi-animasi yang mengusung tema gangguan mental manusia? Berikut daftarnya.

 

1. Anomalisa (2015) – Delusi Fregoli

Via Istimewa

Dengan nuansa pastel, lo pasti udah bisa menebak bahwa Anomalisa adalah film dengan tema sendu dan menyobek-nyobek hati layaknya kisah Carl dan Ellie dalam film animasi Pixar berjudul Up (2009). Perkiraan tersebut enggak sepenuhnya salah. Namun, Anomalisa jelas bukan film animasi tentang kisah cinta inspiratif yang bikin kita terharu. Film karya Charlie Kaufman dan Duke Johnson ini justru bikin kita pusing dan bingung.

Film ini mengisahkan Michael, seorang motivator yang sekilas punya kehidupan sempurna. Michael sendiri menderita delusi Fregoli alias menganggap orang-orang di sekitarnya adalah penyamaran dari satu orang yang sama. Suatu hari, Michael bertemu Lisa di hotel lalu keduanya menjalin hubungan. Nah, karena Lisa memiliki suara yang berbeda dari orang-orang lain, Michael percaya bahwa Lisa adalah cahaya hidupnya.

Yap, Anomalisa hanya diisi oleh tiga pengisi suara. Ya, selain Michael dan Lisa, suara semua karakter sama, baik cowok maupun perempuan, mulai dari teman-teman hingga anaknya sendiri. Mengingat ada beberapa adegan dewasa di dalamnya, Anomalisa enggak boleh ditonton anak-anak. Jadi, jangan ajak adik-adik lo buat nonton film ini, ya!

 

2. Pinocchio (1940) – Mythomania/Pathological Lying

Via Istimewa

Film anak-anak klasik ini pasti udah enggak asing lagi di telinga lo. Yap, Pinocchio berkisah tentang boneka kayu buatan Gepetto yang hidup. Kalau Pinocchio berbohong, hidungnya akan menjadi panjang. Sekilas, kebiasaan berbohong Pinocchio lucu banget dan menyenangkan. Padahal, ada penyakit mental yang diusung dalam film animasi ini.

Sifat Pinocchio menggambarkan seorang pathological liar. Apa perbedaan pembohong patologis dengan orang yang cuma bohong di saat-saat tertentu? Pembohong patologis ngerasa bahwa berbohong adalah kebutuhannya. Kalau enggak berbohong, dia ngerasa enggak akan diterima dunia. Lama kelamaan, dia pun enggak cuma membohongi orang lain, tapi juga dirinya sendiri.

Lebih seramnya lagi, seorang pembohong patologis akan meyakini kebohongan-kebohongannya adalah kenyataan. Bahkan, dia enggak bisa ngebedain lagi mana realita dan mana rekaan bikinannya. Nah, Pinocchio, sih, masih mending. Kebohongannya bisa dideteksi lewat hidung. Coba kalau lo yang bohong.

 

3. Its Such a Beautiful Day (2012) – Sindrom Charles Bonnet

Via Istimewa

Sekilas Bill, manusia korek api yang jadi tokoh utama, mudah dibikin bahkan oleh anak TK. Namun, pesan yang diusung dalam film ini enggak sesederhana itu. Ditambah format hitam-putih yang digunakan oleh sang animator sekaligus sutradara, Don Hertzfeldt, lo akan ngerasain apa yang diderita oleh Bill.

Bill sering kali mengalami berbagai halusinasi, mulai dari ketemu mantan pacar hingga monster-monster. Diduga, Bill mengalami gangguan memori dan sindrom Charles Bonnet. Sindrom ini menyerang orang-orang yang kemampuan melihatnya menurun sehingga mereka berhalusinasi.

Terdiri atas tiga bagian, film animasi ini bakal bikin lo diliputi kesedihan dan kegelisahan. Lo bakal ngerasain apa yang Bill alamin dalam hidupnya. Namun, berbanding terbalik dengan temanya yang bikin sedih, film animasi ini justru mendapatkan penilaian cemerlang. Sebuah poling dari BBC bahkan menyebutkan bahwa film ini merupakan salah satu film terbaik sejak 2000.

 

4. Cinderella (1950) – Gangguan Kepribadian Dependen

Via Istimewa

Cinderella adalah ikon dari sosok cewek sempurna: cantik, lembut, pintar masak, rajin, serta mampu menarik hati pangeran tajir. Makanya, kecantikan dan keanggunan selalu diasosiasikan dengan nama Cinderella. Namun, tahukah lo bahwa sifat kayak Cinderella itu aneh, bahkan ngerugiin?

Kisah Cinderella berakhir dengan bahagia karena keberuntungan semata. Coba bayangin, apa yang terjadi kalau si pangeran enggak pernah ngadain sayembara atau kalau sepatu Cinderella enggak pernah ketinggalan? Mungkin Cinderella tetap merana di rumah ibu tirinya. Ya, habis bagaimana? Cinderella cuma bisa pasrah, sih!

Buat lo yang kritis, lo pasti menyadari hal ini dan sebal sama Cinderella yang begitu pasif. Kalau memang dia kesal dengan ibu dan kakak-kakak tirinya, kenapa dia enggak ngelawan? Kenapa dia enggak kabur aja dari rumah itu? Kondisi Cinderella ini di kehidupan modern dikenal dengan nama Cinderella complex alias dependent personality disorder. Para pengidap penyakit mental ini ngerasa butuh pertolongan setiap waktu dan enggak bisa ngambil keputusan sendiri. Mereka selalu berharap ada "kesatria" yang mau menyelamatkan mereka dari rumitnya hidup ini.

 

5. Mary and Max (2009) – Sindrom Asperger

Via Istimewa

Lo suka dengan serial Sherlock Holmes? Mungkin lo pernah bertanya-tanya, apa, sih, yang terjadi dalam diri Sherlock sampai-sampai sulit baginya untuk bertingkah normal dan jadi menyenangkan buat orang lain? Banyak yang bilang bahwa Sherlock mengindap sindrom Asperger.

Buat lo yang pengen tahu lebih banyak mengenai sindrom Asperger, lo bisa nonton Mary and Max. Sebetulnya, film animasi ini menceritakan beberapa gangguan jiwa, tapi yang paling banyak disorot adalah sindrom Asperger yang notabene diderita oleh Max. Max, cowok berusia 44 tahun, nerima surat dari Mary, cewek berusia 8 tahun yang kesepian dan menderita. Awalnya, surat dari Mary bikin Max panik. Maklum, dia enggak bisa berhubungan dengan orang lain. Namun, rasa kesepian bikin mereka jadi sahabat dan saling berbagi.

Mereka yang mengidap gangguan ini mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Berbeda sama penderita autisme, mereka yang mengidap sindrom Asperger bisa hidup mandiri dan punya IQ rata-rata atau di atasnya. Mereka cuma sulit memahami gaya bahasa seperti sarkasme, slang, ironi, dan mimik wajah orang. Namun, sindrom Asperger bukanlah penyakit mental, melainkan gangguan perkembangan mental.

***

Enggak cuma menyenangkan, film-film animasi juga berguna buat membuka pikiran tentang hal-hal di sekitar kita. Dengan begitu, lo pun jadi lebih memahami pikiran manusia dan berempati dengan gangguan mental serta perkembangan manusia. Pada akhirnya, lo bisa enggak menjadikan mereka yang punya gangguan tersebut sebagai bahan gurauan.

Nah, dari film-film animasi di atas, adakah yang jadi favorit lo?

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.