5 Hal yang Bikin Blade of the Immortal Pantas Jadi Live Action Terbaik Tahun Ini

Bukan cuma para pelaku industri perfilman Hollywood, sineas Jepang juga lagi keranjingan bikin film live action yang diadaptasi dari manga atau anime. Bulan ini, ada satu lagi film live action adaptasi manga yang tayang di Indonesia, yaitu Blade of the Immortal. Ini bukan sembarang live action, loh. Soalnya, film yang diangkat dari manga karya Hiroaki Samura ini disebut-sebut sebagai film ke-100 sutradara nyentrik nan kontroversial, Takashi Miike.

Via Istimewa

Blade of the Immortal mengisahkan Manji, seorang rounin yang kepalanya diincar banyak orang setelah membunuh tuannya. Saat dia sekarat setelah menghadapi 100 orang rounin yang menyerangnya demi uang, seorang nenek misterius memasukkan cacing keramat ke tubuhnya sehingga Manji jadi enggak bisa mati. 50 tahun kemudian, seorang anak cewek bernama Rin mencari Manji dan memintanya jadi pengawalnya sekaligus membalaskan dendamnya kepada kelompok aliran pedang Itto-Ryu.

Film ini udah tayang sejak 23 November 2017 di jaringan CGV dan Cinemaxx. Sebagai film ke-100 Miike, film ini keren banget sebagai live action. Viki pun ngerekomendasiin banget film ini buat lo yang lagi cari hiburan yang berbeda. Kenapa? Langsung aja lihat alasannya di sini.

 

1. Detail yang Rapi

Via Istimewa

Sebagai salah satu film Miike, wajar banget kalau Blade of the Immortal penuh darah. Namun, buat ukuran film Miike sendiri, sebetulnya unsur gore dalam film ini bisa dibilang masih “ramah”. Namun, detailnya jelas bakal bikin lo kagum. Mulai dari aliran darah, cipratannya, hingga sisa-sisa potongan tubuh, semuanya dibikin mendetail banget dan terencana dengan baik. Selain itu, koreografinya juga rapi banget dan enggak lebay.

Meski bekas luka di wajah Manji masih kayak tempelan, waktu lukanya terbuka lagi, darah yang terciprat terlihat realistis. Sayangnya, penggunaan efek CG buat nunjukin cacing-cacing yang hidup di tubuh Manji masih terlihat kayak animasi. Namun, hal ini bisa diakalin dengan lebih banyak nyorotin ekspresi Manji ketimbang cacing-cacing itu.

 

2. Lelucon Konyol yang Realistis

Via Istimewa

Kalau biasanya film samurai terkesan dramatis dan serius banget, Blade of the Immortal bisa dibilang seimbang antara kekonyolan dan keseriusannya. Beda dari Gintama (2017) yang pada dasarnya konyol banget, Blade of the Immortal sebetulnya punya kisah yang serius.

Berhubung Miike punya selera humor yang unik, dia bisa nyelipin lelucon konyol di tengah adegan yang serius tanpa bikin film ini jadi film komedi. Selera humor Miike cukup unik, sih, sehingga pertarungan penuh darah yang berpotensi bikin ngilu malah jadi adegan yang menghibur dan asyik banget.

Via Istimewa

Lelucon konyolnya pun realistis, enggak kayak banyolan yang anime banget dan terkesan lebay. Miike justru nyisipin leluconnya di adegan yang serius. Misalnya aja pas adegan Manji lari buat ngejar Rin yang nekat kabur. Dia lari dan enggak berhenti sama sekali, tapi tiba-tiba berhenti karena ternyata senjatanya jatuh. Dia juga berhenti karena kelelahan, terus minum.

Ini sebetulnya wajar banget, ‘kan? Namun, hal kayak begini biasanya enggak bakal ditunjukin dalam film. Sebaliknya, Miike malah bikin film ini lucu dengan lelucon yang realistis seperti itu. Nice job!

 

3. Takuya Kimura Tampil Liar

Via Istimewa

Siapa sangka bintang dorama  dan mantan anggota boyband bisa jadi seorang samurai? Apalagi karakter ini punya watak liar, gaya serampangan, dan sikap seenaknya. Nyatanya, Takuya Kimura berhasil banget ngebawain sosok Manji.

Aktor yang dikenal dengan nama Kimutaku ini juga terlihat nikmatin banget perannya yang liar itu. Berkat kemampuan aktingnya juga, film ini jadi asyik ditonton. Soalnya, kekonyolan Manji adalah sumber hiburan terbesar dalam film ini.

 

4. Cerita yang Lengkap

Via Istimewa

Merangkum dua archs manga dalam satu film bukanlah hal yang gampang. Namun, Miike dengan piawai mampu bikin live action ini jadi film yang lengkap. Enggak perlu dibagi dalam dua film terpisah kayak “film sebelah”, Miike mampu ngasih live action dengan cerita yang lengkap dalam durasi 2 jam 30 menit.

Meski begitu, Blade of the Immortal enggak terjebak drama yang bisa bikin durasi panjang itu jadi membosankan. Miike enggak ngelewatin detail penting, tapi juga enggak terlalu mengeksploitasi bagian-bagian yang cenderung bisa dibikin terlalu dramatis. Pokoknya pas, deh!

Via Istimewa

Sepanjang film, lo bakal asyik ngikutin perjalanan duo Maji dan Rin ngelawan Itto-Ryu dan Anotsu Kagehisa. Alurnya asyik diikutin karena enggak terburu-buru. Meski sempat ada plot hole di pertengahan film, hal ini jadi enggak terasa karena eksekusi Miike setelahnya rapi banget.

Jadi, meski sempat bingung, lo bakal bisa balik lagi ngikutin ceritanya. Lo yang enggak pernah baca manganya atau nonton animenya pun tetap bisa nikmatin film ini sebagai film utuh.

 

5. Sinematografi yang Memikat

Via Istimewa

Selama ini, live action yang diadaptasi dari manga atau anime masih terasa ada unsur animenya. Nah, Blade of the Immortal ini sama sekali enggak begitu. Live action ini adalah film yang digarap dengan rapi banget dari segi sinematografinya.

Sudut pengambilan gambarnya dinamis banget. Saat Manji ngelawan seratus rounin sekaligus pada awal film, Miike nyajiin gambar hitam-putih buat ngasih kesan “tua”. Namun, mulai dari situ pun, lo bakal ngerasain serunya film ini karena sudut pengambilan gambarnya benar-benar ngikutin Manji terus-terusan dengan cepat; ngebangun suasana keroyokan yang bikin deg-degan. Lalu, saat adegan perbincangan yang lumayan serius, close up jadi pilihan buat nunjukin ekspresi pemain yang diperluin buat ngebangun mood.

Via Istimewa

Berhubung Miike juga berpengalaman banget bikin film tentang gangster kayak Ichi the Killer (2001) dan Yakuza Apocalypse (2015), kemunculan musuh-musuhnya Manji juga dibikin dramatis dan keren banget. Kemampuan berpedang Manji yang lihai dan cepat juga dibikin hidup, tapi enggak lebay kayak yang mungkin bisa muncul dalam anime.

Intinya, Miike berhasil nunjukin bahwa live action yang baik adalah yang bisa ngegambarin manga atau anime yang diadaptasinya dengan sudut pandang yang tepat. Namun, dia juga enggak ngelupain kenyataan bahwa live action tetaplah sebuah film. Jadi, udah seharusnya juga live action punya nuansa yang berbeda dari manga atau anime.

***

Kalau lo pencinta film-film bertema samurai, apalagi ngikutin manga dan anime Blade of the Immortal, jelas film ini bakal bikin lo puas banget. Ditambah lagi, film ini ditutup dengan lagunya Miyavi.

Viki, sih, jatuh cinta banget sama film ini. Kalau lo, bagaimana? Boleh banget, loh, berbagi pendapat di kolom komentar.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.