BumiLangit, Tempat Berkumpulnya Komikus Lokal Bersemangat Tinggi

Pernah baca komik buatan Indonesia? Penasaran sama perkembangan komik lokal sekarang? Kalau lo ngaku penggemar komik sejati, salah besar apabila ngelewatin komik-komik dalam negeri. Soalnya, banyak banget komik buatan komikus lokal yang enggak kalah keren dibandingin luar negeri! Nah, salah satu yang nyumbang kontribusi buat perkembangan komik-komik Indonesia adalah BumiLangit.

Via Istimewa

Buat lo yang belum tahu, BumiLangit adalah perusahaan hiburan yang bergerak di bidang penerbitan komik, produksi film layar lebar dan TV, merchandise, dan lisensi. Semenjak berdiri pada 2003, BumiLangit mengelola pustaka lebih dari 500 karakter komik yang udah diterbitin selama 60 tahun terakhir.

Pustaka karakter BumiLangit terbagi jadi dua kategori semesta, loh. Pertama adalah Semesta Superhero. Di dalamnya ada karakter superhero asli Indonesia, kayak Gundala, Godam, dan Aquanus. Satunya lagi adalah Semesta Pendekar yang mencakup kisah petualangan Si Buta dari Gua Hantu dan Mandala.

Nah, lo masih ingat sama kemeriahan ajang Popcon Asia 2017 yang digelar bulan lalu? Di hari rayanya penggemar budaya pop ini, Viki sempat ketemu sama para kreator BumiLangit, loh. Siapa aja mereka? Simak ceritanya!

 

1. Mansyur Daman, terinspirasi keterbatasan zaman dulu.

Via Istimewa

Mansyur Daman, akrab dipanggil dengan sapaan Pak Man, adalah komikus yang lahir di Jakarta. Ketertarikannya pada komik dimulai dari kecil waktu ngelihat karya-karya R.A. Kosasih dan S. Ardisoma. Pak Man sendiri memulai debutnya pada 1965 dengan menciptakan komik bergenre horor dan silat Betawi yang berjudul Si Tompel. Karakter fenomenal yang dibikin sama Pak Man adalah seorang pendekar bernama Mandala. Komik pertama Mandala berjudul Golok Setan. Petualangan Mandala juga diadaptasi ke film dan serial TV, loh. Salah satunya adalah film yang berjudul Golok Setan (1984) yang dibintangin oleh Barry Prima.

Via Istimewa

Pak Man bercerita tentang suka-dukanya sebagai komikus di eranya. Saat itu, banyak anak dilarang baca komik. Komik dianggap sebagai momok oleh para guru dan orangtua. Guru sering ngadain razia. Ketahuan bawa komik bisa kena hukuman. Namun, ini enggak menghentikan kesukaan Pak Man buat serius ngedalamin komik.

“Dulu, gua belum berpikir bahwa komik itu bakal jadi keberlangsungan buat gua. Makanya, gua lebih suka disebut sebagai tukang gambar daripada komikus. Bakat atau keinginan gambar udah ada sejak kecil. Tembok-tembok dan kertas-kertas kemasan putih polos gua pakai buat gambar. Sementara itu, percetakan komik masih pakai letter press (klise). Antara gambar asli dengan hasil cetak hasilnya berbeda jauh. Sering ada bercak-bercak. Lebih bagus gambar aslinya,” ujar Pak Man.

Pak Man juga berpesan buat para komikus muda supaya jangan cepat puas. “Gua enggak pernah puas sama gambar yang gua bikin. Kalau cepat puas, enggak ada perbaikan yang terus-menerus. Zaman sekarang dimudahin dengan teknologi. Namun, kemampuan gambar tetap harus ditingkatin. Soalnya, teknologi cuma perpanjangan tangan.”

 

2. Banuarli Ambardi, ninggalin cita-cita jadi dokter demi bikin komik.

Via Istimewa

Banuarli Ibnudiman atau yang lebih dikenal dengan nama Banuarli Ambardi lahir di Yogyakarta. Beda sama Pak Man, Banu kecil diizinin sama bokapnya buat menggambar di tembok. Salah satu komikus yang menginspirasinya adalah almarhum Hasmi (pencipta karakter Gundala). Dari situ, dia punya ide buat menciptakan karakter superhero bernama Herbintang.

Sosok Hasmi begitu menginspirasi Banu. Dia pun mulai ngebayangin buat bikin komik. Padahal, cita-citanya sejak kecil adalah jadi dokter.

“Waktu gua masih SMP, Pak Hasmi pernah bagi-bagi komik buatannya yang belum terbit, termasuk buat gua. Dari situ, keinginan gua membara. Bagaimana rasanya kalau gua bisa bikin komik juga kayak dia. Padahal, awalnya gua pengen jadi dokter. Gua pun mencoba bikin tokoh Herbintang ketika lulus SMP. Gua coba tawarin ke sebuah penerbit kecil di kota Yogyakarta. Gua senang banget karena diterima,” kata Banu.

Banu juga bilang bahwa ada baiknya komikus menghidupkan budaya lokal lewat karya-karyanya. Apalagi, Indonesia kaya dengan kisah legenda. Sayangnya, enggak sedikit komikus yang memilih berkarya dan berprestasi di industri komik luar negeri. “Masalahnya, enggak ada penerbit yang mampu membayar tinggi kayak di luar negeri. Makanya, idealisme itu penting,” lanjutnya.

 

3. Fajar Sungging, dapat “warisan” dari bokapnya yang juga komikus.

Fajar Sungging, biasa dipanggil Mas Sungging, adalah putra sulung dari almarhum Widodo Noor Slamet (Wid N.S.). Mungkin lo masih asing sama nama ini. Wid N.S. dikenal sebagai pencipta karakter superhero Godam (1968) dan Aquanus (1969). Wid meninggal dunia pada 24 Desember 2003. Lalu, karya-karyanya dilanjutin oleh Fajar.

Kayak Banu, Fajar juga ngejadiin Hasmi sebagai sosok yang inspiratif. Jadi, ketika ngelanjutin perjalanan fiksi yang diciptakan bokapnya, Fajar menjalaninya dengan semangat tinggi. Salah satu cara yang dilakuinnya adalah konsultasi sama Hasmi.

“Menggambar adalah hobi gua dari kecil. Sempat terhenti pas gua waktu SMA, hobi ini dimulai lagi pas gua kuliah di ISI. Gua beruntung karena tetanggaan sama Pak Hasmi. Dia dengan bokap gua adalah sahabat yang enggak terpisahkan. Ketika bokap, gua menggantikan posisinya dengan konteks yang berbeda. Gua mulai iseng-iseng ngobrol sama Pak Hasmi, mulai dari cerita, film, sampai konsultasi soal jalan ceritanya Gundala. Gua bilang bahwa ceritanya enggak masuk akal. Tersambar petir, eh, jadi superhero. Dari situ, gua mulai bikin ide cerita bareng Pak Hasmi. Ini berlaku buat tokoh yang lain. Paling enggak, logikanya masuk,” ujar Fajar.

Buat lo yang berniat ngedalamin kesukaan menggambar, ada pesan penting, nih, dari Fajar. “Carilah identitas sendiri. Meskipun bermula dari ngikutin karya buatan orang lain, paling enggak, lo harus cari identitas sendiri dalam proses belajar,” ungkapnya.

 

4. Is Yuniarto, lahir saat komik impor menguasai Indonesia.

Via Istimewa

Is Yuniarto adalah komikus dari Wind Rider, Knight of Apocalypse, Garudayana, dan Grand Legend Ramayana. Cowok kelahiran Semarang ini udah dapat penghargaan, loh. Salah satunya pada karya Wind Rider dalam ajang Komikasia Award 2005 dengan kategori “Best Cover”, “Best Character”, dan “Best Comic”.

Is sendiri mulai menekuni komik karena menuruti kesukaannya nonton film dan serial kartun serta membaca komik. Sayangnya, dia termasuk generasi yang “hilang”. Saat itu, dia tumbuh dengan komik-komik impor (khususnya Amerika, Eropa, Hong Kong, dan Jepang) yang mendominasi pasar komik Indonesia. Makanya, ketika belajar bikin komik, gayanya sempat berubah-ubah.

Via Istimewa

“Saat ini, komikus punya banyak saingan. Komik sebagai media hiburan pop harus bisa bersaing dengan media hiburan lain, kayak film, game, dan internet,” ungkap Is soal kondisi dunia komik sekarang.

***

Bagaimana? Nama-nama di atas baru beberapa aja, loh, dari segelintir kreator BumiLangit. Kalau mau tahu lebih banyak, intip aja situs BumiLangit atau tengok akun Facebook dan Instagram mereka. Lo bakal lihat proyek-proyek apa aja yang lagi digarap sama mereka buat ngeramaiin dunia komik Indonesia.

 

Whoaaaa ini keren banget sih Si Buta-nya. ???? Di PopCon kemarin ada yang beli blank cover-nya juga? Post dong kayak apa ilustrasi di cover-mu! ???? #Repost @bungcarol (@get_repost) ・・・ Did this with @hanshermawan 's blank cover of his copy of Si Buta dari Gua Hantu remake. I have a blast with this. And the remake is really good. Thanks @bumilangitofficial for bringing back my hero! #inking #ink #blackandwhite #drawing #illustration #portrait #sibutadariguahantu #blind #snake #skin #black

A post shared by BumiLangit (@bumilangitofficial) on

Kalau lo serius mendalami niat dan kesukaan lo bikin komik, bukan enggak mungkin lo bakal jadi komikis yang juga berkontribusi buat belantika komik dalam negeri. Pastinya, dengan menggali budaya atau legenda lokal, karya-karya lo bakalan keren banget dan bisa bersaing sama industri komik luar negeri. Selamat mencoba, guys!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.