5 Kenyataan Film The Science of Fictions yang Bisa Direnungi

*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film Hiruk-Pikuk Si Al-Kisah atau The Science of Fictions yang bisa saja mengganggu buat kalian yang belum menonton.

Film The Science of Fictions atau Hiruk Pikuk Si Al-Kisah hadirkan sensasi baru dari kebanyakan film Indonesia. Film karya Yosep Anggi Noen ini bikin penonton terkagum-kagum atas plot dan premisnya. Kalian bisa baca review dari KINCIR di sini.

Kisah Siman tak hanya kita nikmati dalam studio bioskop, tapi juga di luar studio setelah filmnya habis, dan dalam ruang-ruang diskusi, serta media sosial. Meski sebagian menyebut film ini cukup rumit untuk dicerna, banyak pesan moral yang terselip dalam film yang sudah keliling festival Internasional ini.

Pesan moral dalam film The Science of Fictions ini bisa kalian renungi atau jadi bahan diskusi.

1. Kekurangan fisik kerap jadi lelucon

Via Dok. KawanKawan Media

Siman jadi tidak bisa bicara ketika dirinya menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri sebuah syuting konspirasi paling besar di jagat raya. Semenjak itu, Siman hanya bisa menyampaikan pesan lewat gerakan. Bergerak lambat bak astronaut jadi alasan dia untuk memberitahu pada publik apa yang terjadi.

Yang kemudian terjadi adalah Siman kerap dijadikan bahan lelucon oleh warga sekitar. Tak jarang dirinya kerap ditertawakan. Suka atau tidak, hal itu masih terjadi di masyarakat kita. Orang-orang dengan kekurangan fisik masih kerap jadi bahan bercandaan.

Meski begitu, Siman masih semangat melanjutkan hidup. Dia mengerjakan apa saja yang bisa dikerjakan. Mulai jadi kuli panggul, kuli pabrik genteng, kuli besi kapal, sampai jadi badut astronaut.

2. Sejarah dari satu versi

Via Dok. KawanKawan Media

Salah satu hal yang jadi bahan diskusi setelah film ini dirilis, yakni film ini cukup mempertontonkan bahwa sejarah kadang hanya dilirik dari satu versi. Siman adalah penggambaran betapa dia menjadi sosok pelaku sejarah yang “pendapatnya” tak didengar.

Sementara di sisi lain, ada sosok dengan pengaruh besar yang menciptakan cerita sejarah untuk kemudian dikonsumsi dan dipercaya banyak orang. Dan orang-orang seperti Siman ini hanya dianggap angin lalu. Hal itu, masih dapat kita lihat dan rasakan sekarang ini. Namun, orang-orang seperti Siman justru patut diacungi jempol karena idealismenya.

3. Manusia mengedepankan kepentingan sendiri

Via Dok. KawanKawan Media

Siman tak melulu bergerak lambat. Dirinya beberapa kali berjalan normal ketika situasi yang dia hadapi berbenturan dengan kepentingan sendiri. Ketika uangnya dicuri oleh sahabatnya, dia berjalan dengan tergesa-gesa, atau ketika dia mulai tergoda dengan lawan jenis.

Dia mengesampingkan gerak lambatnya untuk bisa memuaskan kepentingannya sendiri. Jadi, apa yang dilakukan Siman adalah hal lumrah yang sering dilakukan manusia. Bahwa ketika berhadapan antara idealisme dan kepentingan pribadi, manusia lebih condong untuk memuaskan yang jadi kepentingan sendiri.

4. Uang adalah segalanya

Via Dok. KawanKawan Media

Sosok Jumik yang diperankan Lukman Sardi memang tidak terlalu berpengaruh dalam cerita. Karakter ini hanya muncul di beberapa adegan. Namun, ada satu adegan yang menunjukan bahwa Jumik begitu merasa digdaya dengan uangnya.

Dirinya bercerita pada teman-teman di kampungnya bahwa dia sudah sukses setelah pulang dari Jepang. Pengalamannya bekerja di Jepang pun diceritakannya dengan penuh kebanggaan.

Ketika kawannya bertanya kenapa belum punya istri, dengan santai, Jumik hanya bilang bahwa dirinya bisa membeli wanita yang dia sukai. Penggambaran Jumik memang tidak asal-asalan dibuat. Tentu, ada orang di sekitar kita yang merasa apa pun bisa dibeli dengan uang dan merasa tinggi hati setelah bekerja di luar negeri meski enggak seindah kenyataannya.

5. Cita-cita itu harus diseriusi

Via Dok. KawanKawan Media

Siapa yang sangka seorang kuli panggul seperti Siman punya uang yang cukup banyak ketimbang orang-orang di sekitarnya. Uang banyak itu dia kumpulkan bukan sekadar untuk hidupnya sendiri, tapi untuk cita-citanya. Dia ingin menunjukan pada publik apa yang dia lihat di masa lalu.

Itulah sebabnya Siman bersikeras ingin punya baju astronaut. Bahkan, rumahnya dia tinggalkan dan sengaja membangun rumahnya sendiri dari produk elektronik bekas supaya terlihat seperti sebuah pesawat luar angkasa. Dari Siman, kita belajar bahwa cita-cita memang mesti diseriusi.

***

Memang, akan selalu ada pesan moral yang bisa dipetik dalam sebuah film. Meski punya jalan cerita rumit, The Science of Fictions menyimpan banyak makna yang bisa direnungkan. Kalau menurut kamu, pesan moral apa yang bisa direnungi setelah nonton film The Science of Fictions?

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.