Femme Fatale dalam Film, Siapakah Mereka?

– Siapa saja karakter Femme Fatale ikonis dalam film dan serial?
– Bagaimana Femme Fatale di film kerap punya perkembangan karakter yang menarik?

Suka sama cewek baik-baik dan penuh cinta kayak Kang Mo-yeon dalam drakor Descendants of the Sun, Rose DeWitt dalam Titanic (1997), atau Sigrit Eiriksdottir dalam Eurovision Song Contest: The Story of Fire Saga (2020)? Cewek-cewek semacam itu memang menyenangkan dan girlfriend material, tetapi enggak jarang cowok lebih tertarik dengan tipe cewek yang lebih menantang seperti femme fatale.

Via Istimewa

Ada banyak jenis tokoh perempuan dalam film, salah satu yang paling sering digunakan dan menjadi favorit adalah femme fatale. Frasa tersebut memberikan kepada kita kesan mengenai perempuan yang sangat berkelas dengan kehidupan dan karakteristik yang gelap. Konotasi itu enggak sepenuhnya salah, tetapi, ngomongin soal definisi, femme fatale lebih kompleks daripada konotasi tersebut.

Nah, sebetulnya, apa sih femme fatale dalam film atau karya fiksi lainnya? Kenapa dia menjadi formula yang banyak dipakai untuk “menaikkan kelas” sebuah film? Biar aktivitas nonton film jadi makin asyik, kenali sosok tersebut di sini.

Femme Fatale, Kebalikan dari Wanita ‘Baik-baik’

Istilah femme fatale berasal dari bahasa Prancis yang berarti wanita fatal alias wanita mematikan. Kamus Merriam-Webster menyebutkan bahwa femme fatale merupakan seorang wanita menggoda yang memikat pria ke dalam situasi berbahaya atau membahayakan atau seorang wanita yang menarik pria dengan aura pesona dan misteri.

Hollywood abad ke-20 pun memberikan sebutan vamps untuk tokoh femme fatale. Hal tersebut terinspirasi dari tokoh vampire cewek yang diperankan oleh Theda Bara dalam film berjudul A Fool There Was (1915).

Nah, dari sini, kalian mungkin sudah bisa membayangkan bagaimana sosok femme fatale itu kerap digambarkan di berbagai film. Dia mandiri, bisa mengintimidasi, menghipnotis, dan jika para pria enggak hati-hati, mereka akan terjebak, sama kayak kalau kalian berhadapan sama hantu semacam vampir.

Via Istimewa

Yap, femme fatale sebenarnya enggak cuma ada di film. Dari zaman abad pertengahan, istilah itu udah ada dan dipakai buat menggambarkan cewek yang enggak takut buat mengeluarkan pesona seksualitasnya. Salah satu bentuk femme fatale yang nyata antara lain adalah Margaretha Geertruida MacLeod alias Mata Hari.

Mata Hari merupakan penari berdarah Belanda yang ditunjuk sebagai agen mata-mata Prancis buat mengawasi Jerman pada masa Perang Dunia I. Kematiannya oleh timah panas adalah sebuah risiko atas tuduhan sebagai agen ganda –salah satu hal yang bikin dia jadi karakter femme fatale nyata yang sempurna–.

Legenda femme fatale ini kemudian menginspirasi beberapa film buat bikin tokoh cewek maut dengan tema spionase dalam beberapa film. Contohnya, nih, dalam film Belanda berjudul Black Book (1944). Rachel Stein, seorang wanita Yahudi, menjadi mata-mata dan menggoda beberapa pria supaya lolos dari kejamnya NAZI.

Penggambaran femme fatale dalam film ini dianggap menarik karena keadaan lah yang menjadikan Rachel Stein sebagai karakter femme fatale. Dia rela menipu, menjadi agen ganda, bahkan berusaha untuk “cuek” melihat banyak orang dibunuh di dekatnya demi keselamatan diri sendiri. Ketika dia kembali ke Israel, nuansa femme fatale itu hilang karena Rachel enggak berada di dalam bahaya.

Penggambaran femme fatale sebagai “ratu tega” ini juga banyak dipakai di tayangan lain. Misalnya, nih, pada karakter Amy Dunne di Gone Girl (2014) yang sangat pendendam, manipulatif, dan tahu apa yang dia mau. Atau, karakter Mi Shil dalam drakor The Great Queen Seondeok (2009) yang digambarkan obsesif sama jabatan, manipulatif, dan dingin.

Di Indonesia, ada juga, lho, karakter femme fatale yang memorable dan banyak mendapatkan pujian: Alisha yang diperankan oleh Ladya Cheryl dalam film thriller yang berjudul Fiksi (2008).

Via Istimewa

Melihat tokoh-tokoh femme fatale di atas, seolah-olah mereka adalah oposisi dari cewek manis, baik, tulus, dan percaya akan adanya kekuatan cinta. Ketika cewek baik hati seperti itu terlihat membosankan, femme fatale seolah datang untuk menonjolkan kekuatan lain wanita yang ternyata sangat besar dan kontras dengan citra perempuan pada umumnya secara etis yang berbudi luhur, sopan, dan keibuan.

Apa Femme Fatale Itu Cewek ‘Enggak Benar’ dan Selalu Jahat?

Sebuah artikel berjudul “The “Bad Girl” Turned Feminist: The Femme Fatale and the Performance of Theory” karya Michelle Mercure menyebutkan bahwa femme fatale adalah jenis perempuan dalam literatur yang digambarkan berkonotasi negatif.

Perempuan ini kerap melakukan manipulasi dengan tujuan yang egois, dan sering kali menipu para pria protagonis demi keuntungannya sendiri. Dia bisa terlihat kuat, tetapi bisa juga pura-pura lemah lembut, menyanyi, hingga menangis demi mencapai tujuannya.

Via Istimewa

Melihat deskripsi dari kamus resmi, berbagai penelitian, dan gambaran-gambaran femme fatale baik secara nyata maupun dalam film, rasanya kita jadi berpikir lagi, apakah femme fatale adalah sosok cewek ‘enggak bener’ yang selalu merugikan cowok? Tentu saja jawabannya adalah relatif.

Nyatanya, ada banyak karakter femme fatale dalam film yang enggak digambarkan kejam dan merugikan. Contohnya, seperti Adriana dalam film Midnight in Paris (2011) atau Holly Golightly dalam Breakfast at Tiffany’s (1961).

Via Istimewa

Adriana menjadi femme fatale karena sikapnya yang dingin, seolah enggak memahami cinta. Lantaran berkencan dengan banyak pria, mulai dari Pablo Picasso sampai dengan Ernest Hemingway, untuk keuntungan sendiri.

Namun, dia nyatanya enggak bisa dibilang manipulatif karena cintanya kepada tokoh utama, Gil Pender, tulus dan dia enggak punya niat jahat kepada Pender. Karakter femme fatale ini kembali terlihat saat Adriana memutuskan buat tetap tinggal di La Belle Epoque demi mengejar cita-cita sebagai desainer di masa yang dia sukai, dan berpisah dengan Gil Pender.

Via Istimewa

Bagaimana dengan Holly Golightly? Dari awal, dia terlihat enggak punya cinta. Dia meninggalkan suaminya yang rela mencarinya ke New York dan dia memberikan harapan-harapan palsu buat Paul Varjak sang tetangga.

Itulah cara Holly buat bertahan hidup di New York. Dia menjadi teman kencan pria kaya, dia berkata dengan gamblang ingin menikahi konglomerat Meksiko demi kemapanan finansial, dan enggak peduli sama norma dan moral.

Namun, pada akhirnya, dia pun mengubah mindset tentang menikahi pria kaya dan mencoba buat jujur kepada diri sendiri dengan kembali pada Paul Varjak.

Via Istimewa

Sebagian femme fatale memang melakukan hal-hal destruktif dan manipulatif karena keserakahan dan dendam. Misalnya, pada diri Amy Dunne dalam film Gone Girl yang tega membunuh mantan kekasihnya dan menipu hampir semua orang via media, lantaran dendam dengan sang suami yang pemalas serta doyan selingkuh.

Atau, sosok Catherine Tramell. Tokoh antagonis dalam Basic Instinct ini adalah contoh femme fatale yang betul-betul manipulatif dan merepresentasikan apa saja yang banyak orang pikirkan tentang sosok tersebut.

Dia punya penampilan menarik, dia pintar bicara, tahu apa yang dia inginkan, dan melakukan segala cara licik untuk memuaskan keinginannya. Dia bisa membohongi banyak pria, termasuk sang detektif, buat enggak menjebloskannya ke penjara dan menjadi korbannya.

Via Istimewa

Jadi, enggak semua femme fatale diposisikan sebagai cewek jahat atau cewek enggak bener. Hal tersebut tergantung dari plot cerita dan bagaimana penulis skenario serta sutradara menggambarkan cewek tersebut.

Femme fatale juga enggak terbatas pada busana. Beberapa pihak menyebutkan bahwa femme fatale bergantung pada cara berbusana atau merias diri. Misalnya, dengan memakai pakaian gelap, lipstik merah, atau dengan aksesori khas Holly Golightly.

Namun, tokoh femme fatale enggak harus berpenampilan seperti itu. Amy Dunne tetap menjadi femme fatale yang sadis dengan pakaian-pakaian sederhananya dan riasan tipis. Rika, dalam film Indonesia Headshot berpakaian sporty dan terkadang terlihat dekil.

Riasan dan busana femme fatale tentu dipengaruhi oleh latar tempat dan waktu dalam film. Enggak mungkin juga kan menyuruh Amy Dunne atau Rika memakai baju ala femme fatale New York tahun 1960-an?

Femme Fatale Juga Dipengaruhi Keadaan

Femme fatale enggak selalu menjadi tega karena dorongan nafsu dalam dirinya, seperti yang dilakukan oleh Mi Shil dan Katherine Thamel. Ia adalah karakter kompleks dan perlawanannya terhadap keadaan serta norma yang berlaku bisa dipengaruhi oleh banyak faktor.

Sebelumnya, kita udah membahas soal Rachel Stein dalam film Zwartboek dan bagaimana penggambaran femme fatale dalam dirinya. Waktu harus bertahan hidup di Belanda, dia menghalalkan segala cara dan seolah enggak punya hati untuk memahami penderitaan orang. Tentu saja dalam keadaan yang penuh kekejaman dan pelanggaran HAM, menjadi wanita berbudi luhur akan membunuh Rachel dan enggak akan mengembalikannya ke Israel.

Via Istimewa

Holly Golightly menjadi cewek matre yang enggak peduli perasaan cowok karena dia adalah yatim piatu yang harus merawat sang adik. Dia terpaksa menikahi orang yang lebih tua di Tulip karena dorongan finansial dan hutang budi. Dia juga bersikeras menikahi pria kaya dari Meksiko karena harus membiayai sang adik yang pada akhirnya meninggal karena tugas.

Pada akhir film, kita menyadari bahwa Holly alias Lula Mae itu enggak benar-benar berniat jahat. Dia cuma takut sakit hati dan enggak tahu apa yang diinginkan.

Adrianna juga rela menjadi gundik dan teman kencan banyak orang karena harus bertahan hidup di Paris tahun 1920-an yang kejam dan menurutnya enggak seindah La Belle Epoque. Awalnya, dia punya cita-cita yang keren, tetapi keadaan membuatnya kesulitan buat meraih hal itu.

Contoh perkembangan sempurna cewek berbudi luhur menuju femme fatale bisa dilihat dari sosok Arya Stark dalam Game of Thrones. Awalnya, dia adalah perempuan tomboy yang keliatannya bakal jadi tokoh Mary Sue alias cewek sempurna baik secara tingkah laku, penampilan, maupun moral.

Via Istimewa

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, dia tumbuh sebagai cewek pemberontak, bahkan cenderung berdarah dingin, meskipun dia enggak sepenuhnya manipulatif dan culas. Penggambaran femme fatale dalam diri Arya Stark sangat kompleks dan dipengaruhi lingkungan.

Dalam versi film, perkembangan karakter semacam ini juga bisa dilihat dari Beatrix Kiddo dalam film Kill Bill. Dia, yang awalnya adalah perempuan yang bertaubat, menjadi penuh amarah dan sadis karena percobaan pembunuhan pada dirinya dan kematian tunangan di masa lalu.

***

Karakter femme fatale pada dasarnya enggak terbatas pada sifat, gaya, atau obsesi tertentu. Beragam banget sifat-sifat femme fatale yang kalian temukan dalam film. Ada cewek yang emang psikopat, ada yang serakah, ada yang penuh dendam, dan ada juga yang hanya enggak tahu apa yang harus mereka lakukan.

Namun, bisa diambil kesimpulan bahwa femme fatale adalah cewek yang enggak ragu untuk mendobrak norma, hukum, dan aturan lainnya demi menggapai keinginannya, serta enggak membiarkan dirinya diatur dan dikekang sama cowok atau pihak lain. Well, menarik banget kan cewek semacam ini?

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.