5 Hal Film The Science of Fictions yang Tak Perlu Dipikirkan Saat Nonton

*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film Hiruk-Pikuk Si Al-Kisah atau The Science of Fictions yang bisa saja mengganggu buat kalian yang belum menonton.

Film The Science of Fictions bikin sebagian penonton Indonesia kembali ke bioskop. Bagaimana tidak, ketika filmnya belum dirilis secara komersial di Indonesia, film ini menuai banyak pujian di beberapa festival film internasional. Terbaru, film ini juga dapat 10 nominasi di Festival Film Indonesia 2020. Pada 10 Desember, film ini akhirnya dirilis untuk publik.

Film yang juga berjudul Hiruk-Pikuk Si Al-Kisah ini punya keistimewaan dalam segi cerita, artistik, dan isu yang dibawakan. Barangkali, tak sedikit adegan yang bikin sebagian orang bingung ketika menontonnya. Padahal adegan-adegan itu semestinya cukup dinikmati sebagai bumbu fiksi. Oh ya, kalian bisa baca review-nya di sini.

Nah, berikut ini beberapa adegan yang tak perlu terlalu dipikirkan saat nonton film The Science of Fictions.

1. Siman yang Seakan Tak Pernah Tua

Via Dok. KawanKawan Media

Film ini punya dua latar waktu: Era tahun 1965 dan masa kini. Pada 1965, lidah Siman dipotong oleh oknum dari filmmaker yang syuting pendaratan manusia di Bulan. Hal itu membuat Siman tak bisa bicara lagi dan mengalami trauma tubuh.

Sementara, pada masa kini, cerita tetap berlanjut. Siman terlihat tak bertambah tua. Waktu seperti berhenti di film ini. Barangkali muncul pertanyaan di benak kalian, kenapa Siman dan orang-orang di sekitarnya tak bertambah tua?

Yang jelas, Yosep Anggi Noen, sang sutradara, bukan enggak sengaja membuat Siman dan orang-orang di sekelilingnya tidak bertambah tua. Jadi, enggak perlu terlalu dipikirkan.

2. Kawan Siman yang Kembali dari Masa Lalu

Via Dok. KawanKawan Media

Pada 1965, Siman berteman dengan Ndapuk. Dia salah satu orang yang paling dekat dengan Siman. Dia juga yang memvonis Siman tak bisa bicara lagi. Namun, dia dituduh PKI dan akhirnya digelandang oleh warga hingga tak pernah terlihat lagi.

Kemudian, ketika latar berganti masa kini, Ndapuk hadir kembali dengan nama panggilan Tupon. Sama seperti Siman, Ndapuk atau Tupon tidak bertambah tua. Oh ya, keduanya diperankan aktor yang sama, yakni Yudi Ahmad Tajudin.

Barangkali muncul pertanyaan, kenapa Ndapuk muncul lagi padahal sudah dianggap PKI dan digelandang oleh warga? Apakah sosok Ndapuk ini selamat dari sergapan warga, kemudian berganti nama? Atau memang sosok Tupon ini berbeda dengan sosok Ndapuk? Hanya Yosep Anggi Noen yang mengerti.

3. Wanto yang Berbahasa Cirebon

Via Dok. KawanKawan Media

Wanto memang sosok yang cukup bikin banyak penonton kesal. Sahabat Siman ini tega-teganya mencuri Uang Siman dan kabur. Hal itu tentu membuat Siman marah besar. Namun, sama seperti Tupon, Wanto kembali lagi dengan nama Gun dan tidak membuat Siman murka. Baik Wanto dan Gun juga diperankan aktor yang sama, Alex Suhendra.

Salah satu yang menarik dari sosok Wanto/Gun adalah dia jadi satu-satunya karakter yang menggunakan bahasa Cirebon dalam film ini. Sementara, film The Science of Fiction berlatar di Yogyakarta, semua karakter berbahasa Jawa khas Yogyakarta.

Bahasanya memang mirip, hanya logatnya yang berbeda. Namun, bagi orang-orang yang berbahasa Jawa atau mereka yang berbahasa Cirebon, hal ini bisa jadi pertanyaan. Namun, memang tidak harus dipikirkan. Barangkali Wanto/Gun memang asli Cirebon dan menetap di Yogyakarta.

4. Sosok Menyerupai Presiden Soekarno yang Entah Siapa

Via Dok. KawanKawan Media

Hal Ini juga menimbulkan spekulasi. Sosok karakter yang menyerupai Bung Karno yang diperankan oleh Ecky Lamoh. Di awal, karakter ini terlihat begitu meyakinkan penonton bahwa dia memang berperan sebagai pemimpin dengan perawakan Soekarno.

Kemudian, ada satu adegan yang menunjukan sosok ini berambut gondrong, lalu hadir di pesta tempat Siman jadi badut astronaut. Penonton mungkin mulai berpikir ulang tentang sosok ini. Sampai di adegan-adegan selanjutnya, sosok ini berperan sebagai bintang iklan dengan mobil yang dipenuhi kamera.

Jelas, sosok ini memang bukan berperan sebagai sosok Soekarno. Dia layaknya aktor yang mengemas fiksi hingga dipercaya publik, termasuk penonton. Lantas, siapa dia dan apa fungsinya? Sosok ini juga cocok jadi bahan pembahasan.

5. Siman yang Tidak Selalu Berjalan Lambat

Via Dok. KawanKawan Media

Hampir sepanjang film, kita melihat Siman terus bergerak lambat. Bahkan, ketika mengantarkan jenazah ibunya ke makam pun, dirinya tetap bergerak lambat.

Namun, ada beberapa kali Siman tidak bergerak lambat. Pertama ketika Siman naik sepeda setelah lidahnya dipotong. Lalu, ketika dia menggedor lapak kawannya yang mencuri uang, atau ketika dia berhasrat pada lawan jenis.

Pada akhirnya, gerak lambat Siman jadi pertanyaan. Untuk apa dan kenapa dia bergerak layaknya astronaut secara sadar? Hal ini bisa kalian interpretasikan sendiri dan cocok diangkat dalam diskusi.

***

Itulah beberapa hal yang sebaiknya tidak usah kamu pikirkan ketika menonton film The Science of Fictions. Cukup nikmati, tafsirkan sendiri, jadikan bahan diskusi. Nah, apakah kalian menemukan adegan membingungkan lain? Share di bawah ini untuk sama-sama diskusi, yuk.

Film ini telah tayang di bioskop sejak 10 Desember. Jadi, silakan datang ke bioskop, tetap jaga protokol kesehatan. Selamat menikmati salah satu film terbaik Indonesia di tahun ini!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.