Novel-novel Indonesia yang Harus Banget Diadaptasi ke Layar Lebar

Cerita film bisa bersumber dari mana aja. Ada yang diadaptasi dari kisah nyata, cerita sejarah, atau pun imajinasi semata. Enggak sedikit pula film yang merupakan wujud adaptasi dari novel. Udah ada banyak contoh film sukses yang kisahnya berasal dari novel-novel bestseller. Sebut aja waralaba Harry Potter, The Lord of the Rings, The Twilight Saga, sampai The Da Vinci Code (2006). Dari dalam negeri sendiri, di antaranya ada Dealova (2005), Ayat-ayat Cinta (2008), Laskar Pelangi (2008), 5 cm (2012), Danur (2017), dan yang paling baru, Dilan 1990.

Bukan tanpa alasan novel-novel ini diadaptasi ke layar lebar. Tentunya, novel-novel berkualitas yang mampu ngerangkul banyak penggemar jadi tantangan tersendiri bagi para sineas. Selain cerita yang memikat, novel-novel ini juga menghadirkan kelebihan-kelebihan yang jadi tantangan tersendiri untuk divisualisasikan, misalnya panorama latar atau adegan-adegan tertentu.

Sebenarnya, sih, masih banyak novel keren dari karya anak bangsa lainnya yang layak diadaptasi jadi film. Coba lihat, yuk, tuturan di bawah ini! Kali aja salah satunya adalah novel kesukaan lo yang memang lo harapkan diangkat jadi film.

 

1. Maryamah Karpov: Mimpi-mimpi Lintang (Andrea Hirata)

Via Istimewa

Beberapa tahun silam, jagat layar lebar sempat diramaikan dengan kehadiran film Laskar Pelangi. Film yang menyabet penghargaan “Film Terbaik” dalam Indonesian Film Festival 2009 ini merupakan hasil adaptasi dari novel pertama Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Sekuelnya, Edensor, juga pernah difilmin pada 2013. Namun, karena enggak digarap oleh Riri Riza dan Mira Lesmana, film kedua yang disutradarai oleh Benni Setiawan ini punya atmosfer berbeda yang bikin kecewa penggemarnya.

Tetralogi Laskar Pelangi diakhiri dengan kisah berjudul Maryamah Karpov: Mimpi-mimpi Lintang. Novel keempat ini sendiri dirilis pada 2008, bersamaan dengan rilisnya Laskar Pelangi di layar lebar. Mengingat kesuksesan film pertama, pembaca setia Laskar Pelangi pasti punya harapan buat ngelihat akhir kisah Ikal dalam mengejar mimpinya dalam visualisasi yang memuaskan. Tentunya, hal ini bisa terwujud apabila duet Riri dan Mira yang menggarapnya dan Lukman Sardi sebagai pemeran Ikal kembali terlibat.

 

2. Supernova: Akar (Dee Lestari)

Via Istimewa

Karya fiksi Dee alias Dewi Lestari yang diangkat jadi film bukan cuma Filosofi Kopi yang sukses bikin banyak orang berhasrat jadi peracik kopi alias barista. Sebelumnya, mantan personel grup musik Rida Sita Dewi (RSD) ini ngerilis novel pertama dari seri Supernova, yaitu Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh pada 2001. Novel ini pun difilmin pada 2014 dengan Rizal Mantovani sebagai sutradara dan dibintangi oleh Raline Shah, Herjunot Ali, Arifin Putra, dan Hamish Daud.

Memang, sih, versi layar lebarnya enggak sefenomenal novelnya. Namun, pembaca bukunya pasti penasaran kalau kelanjutan kisah ini diadaptasi jadi film. Nah, buku kedua Supernova, berjudul Akar, masih setia mengangkat unsur roman dengan paduan sains. Subjek utama dalam novel ini adalah Bodhi, pengikut subkultur punk yang dilahirkan dengan tulang yang tumbuh di luar kepalanya. Tentunya, dengan penokohan dan jalan cerita yang unik, Akar dirasa harus banget dijadiin tontonan sinematik.

Dua tahun yang lalu, tersiar kabar bahwa Rio Dewanto tertarik buat memproduseri penggarapan film Akar. Namun, hingga kini, belum ada kabar pasti mengenai kelanjutannya. Kalau dibayang-bayangin, seru juga ngelihat Rio Dewanto meranin Bodhi. Apalagi kalau Angga Dwimas Sasongko yang ngegarap filmnya. Soalnya, dua nama yang sama-sama menggemari karya Dee ini sukses banget ngangkat Filosofi Kopi.

 

3. Tetralogi Pulau Buru (Pramoedya Ananta Toer)

Via Istimewa

Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca adalah empat novel yang merangkai Tetralogi Pulau Buru, mahakarya sastrawan ternama Indonesia, Pramoedya Ananta Toer. Rangkaian kisah ini mengisahkan hubungan antara penduduk pribumi bernama Minke dengan Annelies, gadis keturunan Belanda yang jadi pujaan hati Minke. Enggak cuma laris di Indonesia, Tetralogi Pulau Buru juga diterbitin di dengan bahasa lain, yakni bahasa Inggris dan bahasa Rusia.

Jalan cerita yang epik, penokohan yang mendalam, konflik yang penuh drama, dan latar zaman penjajahan yang atraktif tentu jadi alasan utama kenapa kisah ini layak banget dijadiin film. Tahun lalu, sempat beredar kabar bahwa Bumi Manusia bakal dijadiin film atas keinginan Hanung Bramantyo. Dia bahkan melibatkan Salman Aristo buat ngegarap skenarionya. Namun, belum ada titik cerah apakah rencana tersebut bakal terealisasi dalam waktu dekat.

Kalau Tetralogi Pulau Buru diwujudin dalam bentuk film, kira-kira, siapakah aktor yang cocok membintanginya? Kisah ini sendiri pernah dipentaskan dalam pertunjukan teater Bunga Penutup Abad (2016) dengan Reza Rahadian dan Chelsea Islan sebagai bintangnya. Menurut lo, apakah keduanya juga cocok meranin Minke dan Annelies versi layar lebar? Dan, apakah lebih baik kalau Hanung ngelanjutin mimpinya? Ataukah, lo lebih milih sutradara lain seperti Joko Anwar yang menggarapnya?

 

4. Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Tere Liye)

Via Istimewa

Novel bestseller keluaran 2010 ini bercerita tentang kisah cinta dua orang yang terpaut perbedaan usia yang jauh. Karena keadaan yang enggak memungkinkan, keduanya pun mesti merelakan satu sama lain. Kisah romantika yang berakhir pupus ini tentu bakal lebih mengharukan kalau difilmin.

Kalau memang novel ini digarap jadi sebuah film, mungkin Chicco Jerikho cukup cocok buat meranin sosok Danar, cowok baik-baik yang mengubah hidup keluarga Tania. Selain itu, Michelle Ziudith  yang piawai ngebawain karakter cewek yang kuat menjalani hidup pasti cocok meranin Tania, cewek muda yang kepincut sama Danar. Demi memuaskan kisah cinta yang jadi selera banyak orang, alangkah baiknya film ini digarap oleh Hanung Bramantyo.

 

5. Pulang (Leila S. Chudori)

Via Istimewa

Leila S. Chudori dikenal sebagai penulis yang jago dalam meramu kata-kata dan bikin cerita jadi benar-benar hidup. Salah satu karya besarnya yang memukau masyarakat Indonesia adalah Pulang yang terbit pada 2012. Novel yang mengantarkan Leila memenangi Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa untuk kategori prosa pada 2013 ini bercerita tentang cowok bernama Dimas yang jadi eksil politik di Paris dan enggak bisa pulang ke Indonesia.

Dengan segala kompleksitas yang disajiin Pulang—novel ini berlatar belakang tiga peristiwa bersejarah: Indonesia 30 September 1965, Perancis Mei 1968, dan Indonesia Mei 1998—rasanya Upi Avianto sanggup ngangkat novel ini jadi film yang enggak kalah menggemparkan. Ditambah lagi, sepertinya Arifin Putra pantas buat meranin sosok Dimas yang dilanda kegamangan akibat paspornya dicabut oleh pemerintah Indonesia dan mengelana tanpa status yang jelas.

***

Memang, sih, ada kalanya film yang diangkat dari novel enggak sanggup memenuhi ekspektasi para pembaca. Namun, film-film adaptasi bisa menyampaikan makna dan pesan dalam novel kepada kalangan yang lebih luas. Apalagi, masih banyak orang yang enggak suka baca novel, khususnya novel Indonesia. Nah, dari lima novel luar biasa di atas, mana yang lo harapkan buat diangkat ke layar lebar?

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.