Ouija: Origin of Evil, Film Horor yang Enggak Lebay

Ouija: Origin of Evil merupakan prekuel dari Ouija yang rilis 2014. Saat rilis perdana, Ouija kalah pamor sama The Conjuring dan Annabelle. Selain kalah dari segi kualitas cerita, Ouija juga dianggap sebagai film horor terburuk yang ada di tahun tersebut. Bisa dikatakan, Ouija gagal memaksimalkan tema permainan pemanggilan setan sehingga membuat para penontonnya kecewa.

Ouija (2014) bercerita tentang permainan papan pemanggil roh yang digunakan oleh sekelompok remaja untuk memanggil arwah sahabatnya yang telah meninggal dunia. Mereka penasaran dan merasa ada yang aneh dengan penyebab kematian sahabatnya yang tewas karena bunuh diri. Ternyata, bukannya berinteraksi dengan sahabatnya, mereka malah harus menghadapi situasi yang kacau dan mencekam karena mereka juga telah memanggil roh jahat yang telah lama bersemayam di sana.

Sayangnya, film ini enggak bisa memuaskan penggemar horor yang mengharapkan elemen horor seperti cerita dan unsur kejut. Film ini hanya mengandalkan unsur kejut yang, Viki rasa, terlalu berlebihan. Cerita film ini juga gampang ditebak dan terlihat seperti enggak disusun dengan rapi sehingga bikin orang gagal paham. Hal ini semakin diperparah dengan kualitas akting para aktor dan aktris yang terkesan enggak natural dan kaku.

Meskipun gagal memuaskan para penikmat horor, Ouija mendapat keuntungan yang cukup besar dari film pertama tersebut. Dari biaya produksi yang hanya sekitar US$5 juta (Rp66 miliar), Universal mampu meraih sekitar US$103 juta (Rp1,3 triliun) dari penayangan di seluruh Dunia. Hal ini dianggap cukup bagi Blumhouse sebagai produser untuk memproduksi film kedua, Ouija: Origin of Evil.

Sebagai prekuel, Ouija: Origin of Evil bakal mundur jauh ke belakang dan membawa kita kembali ke masa 1965. Kisah dimulai dengan praktek pemanggilan roh yang dilakukan oleh Alice (Elizabeth Reaser) dan dua pelanggannya. Saat praktek pemanggilan roh itu terlihat sukses dan memuaskan pelanggannya, ternyata dibalik semua itu hanyalah bisnis penipuan yang dijalankan oleh Alice beserta dua anak perempuannya, yaitu Paulina (Annalise Basso) dan Doris (Lulu Wilson). Ketika semua yang dilakukan Alice terkesan jahat banget, dia sebenarnya sedang berada dalam keadaan sengsara dan harus menghidupi keluarganya setelah dirinya ditinggal oleh suaminya yang tewas karena ditabrak pengemudi mabuk. Agar praktek penipuannya terlihat lebih menarik, Alice memutuskan untuk membeli papan Ouija. Ternyata, keputusannya untuk membeli papan pemanggil roh bukanlah keputusan tepat setelah Doris bertingkah aneh setelah memainkan papan tersebut.

Secara keseluruhan, Viki akui, Ouija: Origin of Evil adalah sebuah film yang jauh lebih baik dari film pertamanya. Satu hal yang pasti, film ini bakal tetap membuat lo merasa tegang dan ketakutan dengan atmosfer gelap, serta kemunculan hantu yang hampir enggak bisa ditebak. Perlu dicatat, lo enggak bakal sering menemukan penampakan hantu selama 99 menit lo menonton film ini. Penampakan sang hantu yang bisa dihitung dengan jari inilah yang jadi nilai positif, dengan unsur kejutan yang cukup membuat bulu kuduk berdiri tanpa harus menjual penampakan yang berlebihan.

Sayangnya, hantu yang bakal lo temukan dalam film ini bukanlah hantu yang punya wujud dan tampilan yang bikin parno, kayak Valak (The Conjuring 2) Bughuul (Sinister), atau Woman in Black (Women in Black). Jujur saja, hantu-hantu yang punya wujud seperti nenek sihir itu bakal menanamkan kesan tersendiri yang bikin penontonnya jadi lebih merasa parno. Tapi Viki jamin, elemen-elemen horor dan unsur kejut dalam film ini enggak kalah menegangkan dan mengejutkan dari film-film horor lainnya.

Hal lainnya yang perlu diacungi jempol adalah performa dari Lulu Wilson sebagai Doris. Wilson mampu menyajikan penampilan yang menyeramkan dan enggak pakai lebay. Lo bakal banyak menemukan adegan epik Doris dalam film ini. Akan tetapi, jangan berharap lebih kalo Doris bakal menyajikan performa seperti the possessed girl lainnya seperti Regan MacNeil (Linda Blair, The Exorcist) atau Janet Hodgson (Madison Wolfe, The Conjuring 2), karena mereka memang berada di level yang berbeda. Biarpun begitu, Viki tetap ngefans sama Lulu Wilson!

Secara penokohan, akting, serta dialog, Ouija: Origin of Evil memang punya kualitas yang jauh lebih baik dibanding film pertamanya yang diisi oleh aktor/aktris yang performanya enggak beda jauh kayak pentas teater. Elizabeth Reaser membuktikan kalo dia pas banget berperan sebagai single parent. Lo bakal melihat chemistry yang sangat kuat antara Reaser, Basso, dan Wilson di bagian awal film. Sayangnya entah kenapa chemistry yang sudah kebentuk ini lama-lama terasa pudar seiring waktu berjalan. Semakin kuat konflik dalam film, dialog antara ketiganya lama-lama terasa semakin kaku, enggak natural, dan terkesan enggak ada ikatan emosional layaknya seorang ibu dan anak.

Kemunculan Pastur Tom (Henry Thomas), rasanya sangat mengganggu. Dia digambarkan sebagai guru buat Paulina dan Doris yang punya perhatian khusus terhadap keluarga Alice. Ketika penonton sudah nyaman dengan perannya, tiba-tiba kita diarahkan dengan hubungan antara Pastur Tom dan Alice yang terkesan dipaksakan dan kelihatan enggak penting. Penokohan Pastur Tom diperparah dengan kenyataan kalo dia emang benar-benar enggak berguna saat konflik sedang memuncak. Kalo lo mengharapkan Pastur Tom bakal menjadi pahlawan seperti Ed Warren dalam The Conjuring, sebaiknya lo buang jauh-jauh bayangan itu karena lo bakal kecewa berat!

Btw, ada satu hal yang membuat film ini enggak cocok memakai judul Ouija: Origin of Evil. Film ini bisa dibilang sukses sebagai film horor yang punya berfokus pada cerita single parent dan kedua anak perempuannya yang diganggu oleh kejadian-kejadian gaib. Akan tetapi, jujur saja, peran papan pemanggil roh itu sebenarnya enggak terlalu signifikan dalam prekuel ini. Memang faktanya hantu yang ada di dalam rumah terpanggil karena papan tersebut, tetapi tetap aja film ini enggak bisa membawa sensasi bermain papan Ouija, yang jadi fokus dalam film pertama.

Satu hal yang pasti, film ini jauh lebih baik dari film pertamanya. Jadi, buat lo yang enggak tertarik nonton prekuel Ouija ini karena takut dikecewakan seperti film pertamanya, lebih baik lo buang ego lo itu jauh-jauh karena film ini enggak fair kalo dibilang mengecewakan. Ouija: Origin of Evil memang enggak bisa dibandingkan dengan beberapa film horor keren yang rilis tahun ini seperti The Conjuring 2 atau Don't Breathe. Origin of Evil punya cerita yang gampang ditebak dan enggak inovatif, ditambah dengan penokohan yang kurang kuat. Meskipun begitu, film ini wajib banget lo tonton karena punya berbagai aspek yang dijamin bakal membuat lo terhibur. Film ini bakal merangsang visual lo lebih baik dibanding The Conjuring sekalipun. Lo bakal lebih merasakan atmosfer era ’60 atau ‘70-an dalam film ini. Selain itu, akting memukau Lulu Wilson sebagai Doris juga bakal membuat lo penasaran dan bakal menambah daftar bocah-bocah menyeramkan yang dirasuki setan dalam film.

Buat lo yang mau nonton film ini, Viki cuma mau kasih saran, “Jangan nonton sendirian!” Alangkah lebih baiknya lo nonton film ini bersama pacar atau gebetan lo. Seenggaknya lo punya senderan atau pegangan pas lagi adegan-adegan yang seram dan bikin kaget. Selamat menonton!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.