Peristiwa Bersejarah yang Wajib Diadaptasi dalam Film

Saat ini, cukup banyak film yang diangkat dari peristiwa bersejarah, baik di Indonesia maupun luar negeri. Semakin banyak sineas yang merasa perlu nyajiin sejarah dengan cara yang asyik.

Memang, sih, kalau udah masuk film, selama bukan film dokumenter, peristiwa bersejarah yang diangkat bakal jadi penuh drama. Yang disorot pun enggak selalu tokoh yang benar-benar ada.

Film yang belum lama ini tayang di Indonesia adalah film tentang sosok Kartini dan pemikiran-pemikirannya. Tahun ini, juga ada Dunkirk yang tayang pada 21 Juni. Film garapan Christopher Nolan ini nyorotin pertempuran di Dunkirk, Perancis, antara tentara Sekutu ngelawan Nazi pada Perang Dunia II. Peristiwa bersejarah tersebut digarap dengan serius dan bisa jadi refleksi yang bikin lo mikir.

Nah, di Indonesia sebetulnya masih banyak peristiwa bersejarah yang sayang kalau cuma dipelajari di sekolah dan bakal dilupain setelahnya. Yah, ngaku aja, deh, berapa banyak, sih, dari lo yang masih ingat kapan Belanda masuk ke Indonesia? Kapan VOC didirikan? Kenapa sampai ada sistem tanam paksa di Indonesia? Kapan Jepang datang ke Indonesia? Semua pertanyaan itu ada jawabannya di buku sejarah, tapi berapa kali lo baca buku sejarah dalam sebulan?

Makanya, ngangkat peristiwa bersejarah atau kisah tokoh-tokohnya ke dalam film bisa jadi cara asyik buat belajar sejarah. Biarpun bakal banyak bumbu dramanya, seenggaknya lo jadi punya gambaran mengenai peristiwa tersebut. Jadi, ketika lo baca lagi, lo bisa ngebayangin peristiwa tersebut. Lagian, sejarah itu ada buat dipelajari biar nantinya lo enggak ngulang kesalahan yang sama. Sejarah ada bukan buat dilupain.

Kali ini, KINCIR bakal bahas tiga peristiwa bersejarah Indonesia yang sayang banget kalau enggak dijadiin film. Langsung simak aja, yuk, di bawah ini.

 

1. Perang Diponegoro

Lo tahu perang apa yang paling singkat? Perang Diponegoro, cuma berlangsung lima menit. Lawakan ini mungkin udah sering banget lo dengar sampai jadi basi. Soalnya, Perang Diponegoro memang berlangsung dari 1825 sampai 1830. Iya, lima tahun. Diponegoro melakukan pemberontakan kepada Belanda di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, bahkan sebelum perang yang berlangsung selama lima tahun ini, Diponegoro udah ngatur dan ngalamin banyak hal. Saat perang berlangsung, Belanda benar-benar kewalahan.

Kalau peristiwa ini diangkat ke dalam film, kebayang, ‘kan, serunya? Soalnya, sebagian besar peristiwa berlangsung di Yogyakarta. Jadi, kita bakal lihat latar Yogyakarta di zaman Belanda. Saat Diponegoro melakukan penyerangan pertamanya, Pemerintah Hindia Belanda dan orang-orang di Kesultanan Yogyakarta ngungsi ke Benteng Vredeburg yang sekarang jadi salah satu tempat wisata. Selain itu, filmnya juga bakal nyorot kehidupan di Kesultanan Yogyakarta pada masa itu yang menarik banget.

Diponegoro sendiri sebetulnya adalah orang yang religius. Dia suka menyepi di gua dan berkumpul dengan para santri. Dia juga dicintai masyarakat Yogyakarta. Makanya, dia gampang dapatin simpati dan rasa kagum masyarakat. Dia diakui jadi sosok pemimpin karena sikapnya yang ngayomin, ramah, dan senang ngajarin kebaikan. Ngangkat sosok Diponegoro dalam film pun bakal jadi hal yang menarik banget dan enggak bakal rugi lo tonton.

 

2. Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa

Gara-gara banyak perlawanan terhadap Belanda, khususnya Perang Diponegoro, Belanda jadi keluar dana banyak buat ngebasmi para pemberontak. Kas Belanda kosong. Makanya, setelah itu, Belanda sibuk mikir dan cari cara buat balik modal. Nah, cara paling cerdas yang dilakuin adalah Sistem Tanam Paksa. Kenapa Viki bilang cerdas? Soalnya, Sistem Tanam Paksa bikin Belanda untung besar. Johannes van den Bosch berhasil nerapin sistem yang pernah coba diterapin sama Raffles.

Sistem Tanam Paksa ini udah bikin rakyat sengsara karena sebetulnya bentuk pemungutan pajak dari rakyat Indonesia berupa hasil-hasil pertanian. Tanaman yang ditanam udah ditetapin sebelumnya buat diekspor, yaitu gula, nila, teh, tembakau, kayu manis, dan kapas. Dalam penerapan sistem ini, tanah penduduk yang dipakai bisa sampai separuhnya, bahkan lebih. Semua hasilnya pun dikirim ke luar negeri. Jadi, yang digunakan buat kebutuhan sehari-hari itu sedikit banget. Orang-orang dipaksa pakai kekerasan buat terus memproduksi tanaman buat diekspor. Ngeri, ya?

Nah, kalau peristiwa ini dijadiin film, bakal dramatis banget. Penggarapannya bisa dibikin dengan ngangkat salah seorang tokoh fiktif yang berasal dari rakyat jelata dan ngerasain betapa sistem ini bikin dia dan orang-orang sekitarnya sengsara. Tokoh ini, ceritanya, melakukan pemberontakan kecil-kecilan, tapi tetap enggak berdaya ngelawan pemerintahan kolonial. Jadi, yang difokusin adalah sisi kemanusiaannya, yaitu bahwa semua yang dipaksain itu enggak bakal berakhir baik.

 

3. Tenggelamnya KRI Macan Tutul

Jangan tenggelamnya kapal van der Wijk aja yang dijadiin film. Peristiwa tenggelamnya KRI Macan Tutul juga patut diangkat dalam film. Peristiwa ini terjadi dalam rangkaian peristiwa Pembebasan Irian Barat pada 15 Januari 1962. Irian Barat pada masa itu masih berada di bawah pemerintahan kolonial Belanda. Sebetulnya, Pemerintah Indonesia sejak 1954 udah ngebawa masalah ini ke Sidang Majelis Umum PBB supaya bisa diselesaiin secara diplomatis.

Pada awalnya, usaha ini gagal. Setelah berbagai upaya diplomatis lainnya dilakukan, akhirnya pada 1961 pemerintah Belanda menerima usul PBB untuk memberikan kedaulatan Irian Barat kepada Indonesia. Namun, ujung-ujungnya, sih, Indonesia harus nempuh jalur militer dulu buat merebut Irian Barat. Nah, kalau dibikin film, ribetnya diplomasi demi ngebebasin Irian Barat sampai jalur militer bakal bikin film tersebut kece banget. Semacam film yang isinya adu strategi, pemikiran, dan semangat nasionalisme.

Yang patut disoroti adalah peran Komodor Yos Sudarso yang gugur dalam pertempuran enggak seimbang di Laut Arafura. Pertempuran antara MTB ALRI melawan kapal perusak dan fregat Belanda. Pertempuran tersebut terjadi pada 15 Januari 1962. Perjuangan Yos Sudarso diakui Indonesia dan dunia sehingga tanggal 15 Januari diperingati sebagai Ocean Duty Day. Soalnya, meski kekuatannya terlihat enggak seimbang, mendiang Yos Sudarso tetap berjuang. Kalau nyorotin perjuangannya sampai titik darah penghabisan, pasti film ini bakal keren dan mengharukan banget.

***

Sebagai warga negara yang baik, kita semua memang enggak boleh ngelupain sejarah yang bikin bangsa Indonesia jadi sebesar sekarang. Yah, mungkin lo ngerasa belajar sejarah itu membosankan. Makanya, film yang diadaptasi dari peristiwa bersejarah pasti bisa bikin lo lebih tertarik. Yuk, doain aja biar para sineas Indonesia makin bersemangat bikin film tentang sejarah Indonesia.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.