Seluk-beluk Profesi Stuntman, Menggadai Nyawa Demi Hiburan Semata?

Banyak aksi berbahaya yang sering kita lihat dalam sinema. Bahkan, enggak semua orang sadar bahwa di setiap aksi berbahaya yang ditampilkan, ada sebuah profesi yang amat mengancam. Yap, mereka adalah stuntman yang berani mempertaruhkan nyawa demi sebuah tayangan hiburan.

Kontribusi mereka begitu besar dalam industri layar lebar, tapi mereka enggak mendapat popularitas sebagaimana para aktor dan aktris yang mereka gantikan. Makanya, wajar saja kalau kalian merasa asing dengan nama-nama seperti Dar Robinson, Hal Needham, Rick Sylvester, dan Bobby Holland Hanton. Mereka adalah para aktor pengganti profesional yang sudah malang melintang di industri Hollywood.

Tahukah kalian bahwa menggeluti pekerjaan sebagai seorang pemeran pengganti bukanlah hal yang mudah? Selalu ada risiko dari setiap langkah. Melihat tingginya risiko dengan ancaman lumpuh sampai kematian, mengapa masih ada saja yang menekuni profesi stuntman?

Untuk mengetahui lebih banyak, yuk, sama-sama menyelam ke dunia pemeran pengganti dengan menyimak ulasan di bawah!

 

Rekam Jejak Seni Peran Pengganti

Via Istimewa

Pada awal masa industri layar lebar, enggak ada sosok pemeran pengganti profesional yang menggantikan para bintang film dalam melakoni adegan berbahaya. Semuanya dilakukan oleh aktor/aktris yang tergabung. Menurut Guinness World Records, sosok stuntman pertama yang tercatat dalam sejarah adalah Frank Hanaway, mantan anggota kavaleri Amerika yang beraksi dalam film The Great Train Robbery (1903). Pada film bisu berdurasi 12 menit ini, Hanaway berhasil melakukan adegan jatuh dari kuda tanpa luka sama sekali.

Lepas aksi Hanaway, permintaan untuk pemeran pengganti mulai berdatangan. Kala itu, orang yang melakoni adegan berbahaya sebagai stunt double bukanlah sosok profesional. Mereka adalah mantan pemain sirkus, koboi, pengemudi mobil balap, atau sekadar orang yang rela mengambil risiko demi menambah pundi.

Via Istimewa

Sekarang, seiring bertambah canggihnya pengamanan dan persiapan ketat dalam proses produksi film, apakah ini bisa menjamin keselamatan? Tentu tidak. Sepanjang 2010 sampai awal 2019, tercatat ada 53 insiden yang terjadi dan 14 di antaranya memakan korban jiwa. Salah satunya terjadi dalam film Deadpool 2 (2017).

Dilansir Vanity Fair, seorang stuntwoman bernama Joi "SJ" Harris harus kehilangan nyawa ketika melakukan adegan berbahaya. Kehilangan kontrol sepeda motor yang dikendarai, Harris menabrak jendela kaca dengan kecepatan tinggi. Dalam pengambilan gambar, wanita yang juga menjadi pebalap profesional ini enggak mengenakan helm, mengikuti kontinuitas dari Zazie Beetz, aktris yang digantikan olehnya. Menderita trauma berat di kepala, Harris akhirnya enggak tertolong dan harus mengembuskan napas terakhir di lokasi syuting. 

 

Serahkan pada Ahlinya!

Via Istimewa

Pemeran pengganti bukanlah sembarang orang. Begitu juga untuk menentukan siapa stuntman yang mumpuni hadir dalam sebuah sinema. Makanya, dibutuhkan seorang stunt coordinator yang punya peranan penting dalam memilih orang yang pantas melakukan adegan berbahaya.

Dalam film aksi, kedudukan stunt coordinator bisa dibilang sebagai sutradara kedua, khusus mengarahkan koreografi adu hantam dan membuat adegan aksi. Seperti Jonathan Ozoh, seorang stunt coordinator sekaligus sutradara kedua, koreografer laga, action design, dan risk assessment.

Lelaki dengan banyak skill bela diri ini tahu mana stuntman yang mampu melakukan adegan berbahaya dan mana yang enggak. Jagoan koreografi aksi ini juga sudah menguasai seluk-beluk keselamatan berakting laga serta menguasai rigging dan slinging. Makanya, sebagai seorang stunt coordinator, dia juga bertugas membagi-bagi berdasarkan spesialisasi stunt: jatuh dari ketinggian, menabrak kaca atau dinding, dibakar, dan sebagainya.

Ozoh juga mengungkapkan bahwa enggak sembarang orang bisa menjadi stuntman. Dibutuhkan kesungguhan dan basic yang mumpuni. Jika belum memiliki kemampuan bela diri, setidaknya orang itu rajin berolahraga karena menjadi stuntman dibutuhkan fisik yang bagus.

"Enggak sembarang orang bisa menjadi stuntman. Kadang ada yang mengaku stuntman, tapi pas disuruh adegan, dia lemes. Enggak tahu apa yang harus dilakukan. Makanya, minimal dia mesti rajin olahraga. Lebih baik lagi kalau dia punya basic bela diri," ungkap Ozoh.

Menjadi Stuntman, Pekerjaan Utama atau Sampingan?

Via Istimewa

Pasti kalian pernah merasa penasaran ketika melihat aksi para 'penantang maut', apakah ini menjadi pekerjaan utama atau tidak? Apalagi, profesi ini cukup berbahaya dan sangat menguras tenaga. Setelah menelusuri lebih dalam, ternyata mayoritas menjadikan stuntman sebagai sumber penghasilan utama. 

"(Stunt) jadi pekerjaan utama. Kalau dulu, nganggur sebulan-dua bulan itu benar-benar 'nganggur'. Sekarang, mereka punya pilihan untuk bekerja yang lain. Misal, dapat job film untuk bulan Juni. Sambil menunggu persiapan jalan, stunt saya kebanyakan ikut GO-JEK atau Grab untuk (biaya) sehari-hari dulu. Begitu job masuk dan kontrak, otomatis penghasilannya lebih besar," lanjut Ozoh.

Ozoh selalu mendorong anak buahnya untuk mencari pekerjaan sampingan sambil menunggu kepastian kontrak di sebuah proyek film. Selain menjadi driver dari ojek daring, ada juga yang berdagang sepatu serta melatih bela diri. 

 

Antara Gairah dan Risiko Tinggi

Harus diakui, menjadi stuntman bukanlah profesi yang mudah. Namun, sebenarnya pilihan karier tersebut sama dengan profesi lain: kebutuhan hidup atau passion. Seperti yang dialami oleh Ricky Saldian. Salah satu stuntman kenamaan Indonesia ini mengaku bahwa menjadi ‘penantang maut’ sudah jadi panggilan hati. Terlebih, Ricky berlatar belakang sebagai pelatih taekwondo.

Berkat kepiawaiannya beraksi, beberapa sutradara enggak ragu untuk menaikkan kariernya. Mulai dari sinetron, kini dia beranjak ke layar lebar. Ricky mengawali debut layar lebar pada film Demi Dwi (2010), dipercaya menjadi pengganti untuk Winky Wiryawan.

Pemuda yang mulai berkiprah sebagai stuntman pada 2010 ini melakukan adegan jatuh dari ketinggian 20 meter. Grogi, takut, dan panik adalah emosi yang dirasakan oleh Ricky kala itu. Berkat simulasi dan latihan matang, Ricky akhirnya berhasil melakoni adegan berbahaya tersebut dengan sempurna. 

"Ini panggilan hati saja. Setelah merasakan kerja di sini (stuntman), saya merasa nyaman karena lebih fleksibel. Memang ada risiko. Namun, kita bisa berlatih untuk memperkecil potensinya," ujar stuntman film Hati Merdeka (2011) ini.

Modal Nekat? Tentu Tidak!

Via Istimewa

Sebenarnya, menjadi stuntman enggak perlu syarat yang rumit. Beberapa stuntman berani terjun karena punya dasar bela diri dan tawaran bekerja di industri perfilman. Soal syarat, pertama adalah sehat secara fisik dan mental. Kedua, mau belajar.

Enggak ada syarat pendidikan tertentu untuk menjadi seorang pemeran pengganti. Jika kalian berminat dan ingin mencoba mengasah keterampilan sebagai stunt, silakan memulainya dengan mengikuti komunitas stunt atau kursus khusus stuntman

Kalau kalian bertanya, apakah mereka sadar dengan risikonya? Jawabannya, iya!

Via Istimewa

Mungkin stuntman cuma jadi pemeran pengganti. Namun, inti dari dari proses menjadi stuntman adalah tekun dan siap memulai dari nol. Jam terbang juga jadi hal penting. Meski secara skill mampu, kalau jam terbangnya sedikit, tetap saja dia bakal terlihat kaku di film.

Soal keinginan terkenal seperti aktor yang digantikan bukan jadi ambisi mereka. Namun, mereka percaya bahwa jika seorang stuntman punya jam terbang yang tinggi dan mumpuni, kemungkinan untuk tampil di layar akan terbuka lebar. Yap, tentunya sebagai peran pendukung, bukan lagi sebagai peran pengganti.

"Sebenarnya, berharap terkenal pasti ada. Namun, semua punya jalan masing-masing. Misalnya Jackie Chan yang awalnya cuma dapat peran kecil sekarang jadi terkenal. Lalu, ada juga Fariz Alfarizi di film Wiro Sableng. Dulu dia berada dalam timnya Iko Uwais lalu diangkat jadi pemain," ungkap Ricky.

 

Menantang Maut Dihargai Mahal? Belum Tentu!

Via Istimewa

Stuntman tentunya sudah terbiasa berada dalam situasi berbahaya, seperti kebut-kebutan, bertarung, melompat dari gedung tinggi, sampai menerjang api. Dengan risiko cedera sampai kehilangan nyawa, tentu kalian berpikir bahwa stuntman pasti dibayar mahal. Nyatanya, ini enggak sepenuhnya benar. Di Indonesia, profesi stuntman masih belum dihargai tinggi dibandingkan dengan industri Hollywood.

Bisa dibilang, Hollywood sangat menghargai profesi ini dan memberikan penghasilan ‘wah’ buat para penantang maut. Menelusuri Job Monkey, penghasilan rata-rata stuntman Hollywood bisa mencapai 70 ribu dolar (sekitar Rp990 juta) per tahunnya. Sedangkan, stuntman pemula setidaknya bisa mendapatkan 5 ribu dolar (sekitar Rp70 juta) per tahun.

Dar Robinson adalah salah satu figur stuntman paling legendaris di era industri perfilman modern. Pemeran pengganti yang tutup usia pada 1986 ini pernah terjun bebas dari atas Toronto National Canadian Tower yang memiliki ketinggian 274 meter. Untuk tiap satu kali aksinya dalam menantang maut, Robinson dibayar sebesar 100 ribu dolar Amerika.

Lain di Hollywood, lain di Indonesia. Kualitas stuntman di Indonesia saat ini sudah enggak bisa dipandang sebelah mata. Kemampuan mereka sanggup bersaing dengan para stuntman luar negeri. Makanya, sangat disayangkan jika masih ada rumah produksi (PH) Tanah Air yang kurang bisa menghargai profesi ini.

Untuk industri perfilman Tanah Air, honor stuntman berbeda-beda di tiap PH, bergantung jenis adegan dan tingkat kesulitannya. Biasanya, besaran honor dihitung berdasarkan hari kerja atau per judul film. Ricky Saldian mengaku bahwa rumah produksi di Indonesia memberikan honor pada stuntman sekitar Rp1,5 juta per hari.

"Kisarannya, biasanya rumah produksi Indonesia minimal ngasih Rp1,5 juta per hari. Kalau kerja sama PH luar, beda lagi, minimal Rp2,5—3 juta per hari. Ada kalanya para sineas luar negeri mencari stunt dari Indonesia," ungkap stuntman yang pernah tergabung dalam tim Ozoh Stunt Team itu.

Via Istimewa

Meski honor yang didapat terkadang belum sebanding dengan risiko yang mengancam, Ricky mengaku masih nyaman dengan profesinya sebagai stuntman. Soalnya, pekerjaan ini sesuai dengan latar belakangnya sebagai pelatih taekwondo. Selain itu, kebanyakan stuntman pada awalnya melakukan pekerjaan berbahaya ini bukan semata-mata demi uang, melainkan karena hobi dan kesenangan.

Kuncinya, jika mau bertahan dalam profesi yang penuh risiko, bukan melulu soal finansial, melainkan kecintaan pada profesi.

"Ya, memang sudah begitu pekerjaannya. Hobi dan jiwa saya di situ. Rata-rata, sih, orang-orang yang berkecimpung di dunia stunt itu karena punya minat tinggi, bukan karena terpaksa. Kalau terpaksa, jadinya cuma modal nekat. Enggak tahu teknik, tapi asal berani saja," lanjut Ricky.

Perkara Celaka, Tanggungan Siapa?

Via Istimewa

Risiko besar memang sudah disadari. Pengamanan ketat serta persiapan matang pun sudah dilakukan. Namun, ketika kamera merekam, enggak ada yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi. Dengan risiko tinggi yang menghantui, ada saja kejadian nahas menimpa para pemeran pengganti Tanah Air.

Di tengah permintaan tinggi untuk jasa stuntman, harusnya pihak rumah produksi lebih memberikan jaminan keselamatan bagi para penantang maut ini. Dibayar enggak sebanding dengan risiko, sepak terjang mereka kadang malah menimbulkan duka.

"Kalau dulu, asuransi saja kita susah, bisa jadi enggak dapat. Untuk sekarang, saya selalu minta PH sediakan asuransi untuk menjaga. Kalau asuransi enggak back up, harusnya kantor yang ambil alih. Sayangnya, di Indonesia berbeda dengan luar negeri. Di sini, kalau dilihat sudah sembuh, ya, sudah, ditinggalin. Di luar negeri, ketika kecelakaan dan jadi enggak bisa bekerja, ada perhitungannya," ujar Ozoh.

Still Alive, Baby? GIF from Stillalive GIFs

Sadar bahwa mengontrak tim stuntman mengandung risiko, ada saja rumah produksi yang sulit mengeluarkan uang untuk perawatan ketika terjadi kecelakaan. Terkait hal ini, Jonathan Ozoh punya cerita sendiri. 

"Dulu, sempat terjadi perkara. Salah satu aktor kami, Lam Ting, mantan atlet taekwondo, mata kirinya kecolok ketika syuting. Waktu itu, PH yang terlibat hampir lepas tangan, loh. Akhirnya, Yayasan Universal Taekwondo Indonesia marah dan meminta PH supaya bertanggung jawab. Baru, deh, mereka ngeluarin biaya yang diminta. Kalau PH enggak digituin, Lam Ting bisa-bisa ditinggalin dan dibiarin cacat begitu saja," aku Ozoh.

Via Istimewa

Lantas, bagaimana jika terjadi kematian? Apakah ada uang santunan untuk keluarga yang ditinggalkan?

"Harusnya ada, tapi enggak ditentukan jumlahnya berapa. Kalau kecelakaan pesawat, satu orang sudah tertulis dapat sekian miliar rupiah. Kalau di sini (industri stuntman), enggak kayak begitu," lanjut Ozoh.

***

Melihat kenyataan ini, kita mungkin jadi sedikit miris ketika membayangkan seseorang rela mempertaruhkan nyawa demi jumlah uang enggak seberapa. Namun, bisa menjalani profesi yang dicintai adalah hal tak ternilai bagi seseorang meski risikonya besar. Bukan mencari ketenaran, para stuntman ini justru kerap mendapati tubuh penuh luka. Mental mereka begitu diuji menjadi "korban" demi menjalani hobi sekaligus sebagai sumber pendapatan.

Semoga ke depannya, profesi ini bisa mendapatkan atensi dan apresiasi lebih. Nah, sebagai penikmat film, khususnya aksi laga, bagaimana pendapat kalian mengenai stuntman? Adakah di antara kalian yang tertarik terjun mendalami profesi ini? Yuk, berbagi pengetahuan dan pengalaman kalian di kolom komentar!


Penulis: Rifki Novriandi, Nur Alfatiningsih, Liza Novirdayani Noor
Editor: Annisa Arianita
Ilustrator: Paul Kristo

 

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.