(REVIEW) Pirates of the Caribbean 5: Krisis Paruh Baya Seorang Bajak Laut

*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film yang mengganggu buat lo yang belum nonton.

Cerita: 7| Penokohan: 8| Visual: 9| Sound Effect/Scoring: 9| Nilai Akhir: 8,25/10

This may seem a peculiar request, but could someone explain why I’m here?

Itulah kalimat yang dilontarin Jack Sparrow pas pertama muncul di film ini. Dialog ini sekaligus jadi pengantar serangkaian aksi konyol bajak laut nyentrik ini.

Ya, konyol. Ceritanya, Jack udah enggak lagi di masa kejayaannya. Sama awak-awak kapalnya yang cuma segelintir, dia ngerencanain buat ngerampok sebuah bank. Rencana berhasil meski dengan sederet aksi yang menggelitik perut. Sayang, hasilnya enggak sesuai harapan. Ditambah dengan kegagalan-kegagalan lain sebelumnya, para awak ngerasa kecewa dan enggak bisa lagi ngandalin Jack sebagai kapten mereka. Jack pun ditinggal sendirian dalam keterpurukan di kapal kecilnya yang usang.

Via Istimewa

Kalau berharap bakalan lihat Jack dengan lincah-lincahnya nunjukin performanya sebagai bajak laut yang tangkas, di film ini lo bakalan sedikit kecewa. Ya, sedikit aja. Soalnya, meski keadaannya menyedihkan, nama Jack udah telanjur dikenal di dunia perlautan. Jadi, masih banyak aja yang ngincar dia.

Kali ini, dia jadi harapan Henry Turner (Brenton Thwaites), anak dari Will Turner yang kena kutukan Flying Dutchman. Demi ngebebasin ayahnya, pemuda ini mesti nemuin Trisula Poseidon. Pencariannya ini bikin dia ketemu sama Carina Smyth (Kaya Scodelario), akademisi pintar yang dituduh penyihir.

Berbekal buku jurnal yang ditinggalin ayahnya yang dia enggak tahu siapa, Carina mendalami ilmu bintang dan waktu. Menurutnya, ayahnya ngasih dia petunjuk ke sesuatu. Ilmu ini jadi bekal buat nemuin Peta-yang-Enggak-Bisa-Dibaca yang bakal nuntun mereka nemuin Trisula. Kesamaan visi dan misi akhirnya bikin dia gabung sama pencarian Henry bareng Jack.

Via Istimewa

Sementara itu, dendam tersimpan di sebuah sudut Segitiga Bermuda. Sekumpulan armada militer Spanyol terjebak dalam kutukan yang bikin mereka enggak bisa ke daratan. Nasib mereka jadi kayak begitu karena Jack. Nah, Armando Salazar (Javier Bardem), pimpinan gerombolan hantu ini, pengen balas dendam sama Jack sekaligus cari Trisula Poseidon buat nguasain lautan. Ada adegan kilas balik soal ini. Cuma di adegan ini lo bakal ngelihat Jack yang jauh dari kesan konyol.

Via Istimewa

Nah, enggak kayak seri sebelumnya, On Stranger Tides yang rilis enam tahun lalu, kali ini Jack sebagai protagonis enggak jadi fokus dalam cerita. Bagian yang “serius-serius” ditanganin karakter lain. Jack seakan cuma jadi penyegar meski hampir semua plot berpusat di dia.

Justru kehadiran tokoh-tokoh baru bikin seri kelima ini terasa banget kesegarannya. Henry dan Carina di Salazar’s Revenge seakan jadi kayak Will dan Elizabeth Swann di The Curse of Black Pearl. Latar belakang, kegigihan, dan mimpi mereka jadi hal yang diekspos dalam film ini. Apalagi, ada bumbu-bumbu romantikanya. Mungkin lo bakal cemas kalau dua pasangan ini jadinya “sesama tapi tak rupa”, tapi tenang aja.

 

Via Istimewa

Sebelumnya, dilansir dari Radio Times, Kaya Scodelario bilang kalau perannya bakal jadi semacam “tiruan” Elizabeth. Namun, ternyata dia tahu bagaimana cara ngegali karakter Carina. Jadinya, lo bakal ngelihat kalau Carina dan Elizabeth itu sama sekali enggak mirip. Memang banyak adegan aksi yang ngelibatin Carina yang karakternya kuat, tapi perlu diingat kalau dia bukan tipe petarung.

Via Istimewa

Secara keseluruhan, alur dalam film sebenarnya bisa ketebak: pencarian, petualangan, dan akhir bahagia. Namun, duet Joachim Rønning dan Espen Sandberg nunjukin keunggulan mereka buat ngasih kejutan. Mereka tahu kapan saat yang tepat buat menjawab pertanyaan-pertanyaan kecil yang bakal muncul di kepala lo. Misalnya, siapa ayah Carina? Kayak apa Peta-yang-Enggak-Bisa-Dibaca itu? “Bakat” semacam ini memang harus dimilikin sutradara buat ngegarap skenario yang alurnya enggak begitu kompleks.

Selain punya daya kejut, film ini juga ngasih visualisasi yang memukau. Mulai dari sinematografi, efek CGI, sampai adegan-adegan aksi, semua bakal manjain lo dari awal sampai akhir film diputar. Enggak cuma kapal hantu, pasukan hantu, dan kapten hantu, tapi juga ada hiu hantu yang buasnya kebangetan. Yah, bujetnya aja 230 juta dolar, percuma kalau CGI-nya enggak keren. Dilengkapin sama efek bebunyian yang mendetail. Impresif, sih. Apalagi kalau lo nonton di teater IMAX.

Via Istimewa

Sebagai sosok antihero yang ikonis, karakter Jack masih aman-aman aja dipegang Johnny Depp. Pembawaannya yang konyol masih bisa bikin perut lo kegelian di saat dada lo deg-degan karena adegan-adegan menegangkan. Cuma, ya, itu tadi. Jack lebih pasif aja di antara tokoh-tokoh lainnya. Daripada bajak laut yang gahar, mungkin dia lebih kelihatan kayak seorang paruh baya yang beruntung.

Di luar “impotensinya” tokoh Jack, secara keseluruhan, film ini masih bisa bikin lo lupa sejenak dari tekanan hidup. Jadi, lo sisihin aja waktu (sekitar 2,5 jam gitu, deh) buat ke bioskop dan nonton Pirates of the Caribbean: Salazar’s Revenge. Kalau udah nonton, kasih komentar, ya.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.