(REVIEW) Asterix: The Secret of the Magic Potion (2019)

*(SPOILER ALERT) Artikel ini mengandung sedikit bocoran yang semoga saja enggak mengganggu buat kalian, ya.

Bagaimana jadinya, jika salah satu dukun terbaik yang biasa bikin ramuan ajaib di Galia memutuskan mencari penerusnya? Pasti bakal jadi petualang yang seru, apalagi ditemani dua pahlawan Galia yang udah kalian kenal dan lama enggak muncul di layar lebar, Asterix dan Obelix.

Film baru yang mengangkat cerita dari komik karya Goscinny dan Uderzo ini menyapa lewat Asterix: The Secret of the Magic Potion. Petualangan baru dimulai Asterix dan Obelix bersama Getafix yang berusaha mencari dukun penerus untuk membuat ramuan ajaib.

Masalah muncul saat Demonix, si dukun jahat, mengincar posisi itu. Sementara di sisi lain, prajurit Roma menyerang desa yang hanya berisi perempuan dan anak-anak saja. Bagaimana nasib penduduk Galia? 

 

Konflik yang Lebih Kompleks

 

Banyak celotehan menghibur dalam film Asterix: The Secret of The Magic Potion ini. Mulai dari kebiasaan unik penduduk desa, kelakuan para prajurit Roma, sampai tingkah para druid (dukun) tua yang konyol.

Kelucuan pun terjadi saat pencarian para penerus Getafix. Hampir semua calon penerus yang ikut sayembara menunjukan bakat dan kemampuan yang bisa bikin kalian tertawa. Sayangnya, banyak adegan pukul-pukulan yang dirasa kurang cocok ditonton anak-anak, mengingat filmnya berklasifikasi “Semua Umur”.

Untungnya, adegan kekerasan yang ada enggak sebanyak di komiknya. Meski begitu, enggak menghilangkan pelajaran yang bisa diambil. Dari film Asterix: The Secret of The Magic Potion digambarkan soal ketekunan, idealisme, dan loyalitas.

Sisi drama keluarganya digambarkan ketika Asterix yang ragu ketika meninggalkan keluarga. Serta, kegigihan para penduduk dalam menyelamatkan desa milik mereka dari prajurit Roma.

Sang antagonis, Sulfurix, juga memberikan contoh positif bahwa dendam dan amarah adalah hal yang merugikan diri sendiri. Selain itu, tindakan licik, mengadu domba, dan keserakahan, juga bukan hal yang patut dicontoh.

Film sebelumnya, Asterix and Obelix: Mansion of the Gods (2014) memiliki masalah hanya dari Julius Caesar, pemimpin Roma yang ingin menguasai semua desa di Galia. Sedangkan, dalam film Asterix: The Secret of the Magic Potion ini masalah datang dari berbagai sisi.

Masalah pertama dimulai saat Druid (dukun desa) terbaik jatuh dan memutuskan untuk mencari penggantinya. bersama Getafix, Asterix, Obelix, dan Pectine, kalian diajak pergi mengelilingi Galia mencari druid muda yang berbakat dari setiap desa,.

Di sisi lain masalah juga timbul dari para prajurit Roma, mereka menyerang desa yang hanya berisi perempuan dan anak-anak. Kekacauan di desa menjadi lebih parah saat persediaan ramuan ajaib habis, sementara semua lelaki dewasa pergi menyusul Getafix untuk mencari dukun baru.

Warna-warna Khas dengan Latar Musik Bernuansa Magis

Menariknya, cara  Alexandre Astier dan Louis Clichy sebagai sutradara dalam menata visual mirip dengan komiknya. Warnanya yang cerah juga memanjakan mata kalian yang udah lelah dengan pekerjaan.

Untuk bagian scoring, enggak jauh berbeda dengan film sebelumnya. Hanya saja, film Asterix ini berlatar musik yang lebih magis, terlebih adegan saat para druid mengeluarkan mantra.

 

Para Karakter Menghibur dengan Keluguannya

Karakter utama tetap dipegang oleh Asterix, seorang pemimpin prajurit Galia yang tidak mudah ditipu dan sangat cerdik. Dia bisa kuat karena meminum ramuan ajaib buatan Getafix. Pengisi suara Asterix yang pada film sebelumnya Roger Carel, di film ini digantikan oleh Christian Clavier, sineas asal Perancis.

Obelix juga enggak kehilangan kelucuannya. Lewat film berdurasi 85 menit ini, kalian akan dihibur dengan tingkahnya. Oh ya, disuarakan oleh Guillaume Briat, Obelix masih saja khas dengan slapstick-nya.

Di film ini, karakter yang paling menarik perhatian yaitu Pectine. Disuarakan oleh Levanah Solomon, Pectine jadi gadis pendiam dan pintar.

Secara keseluruhan, Film Asterix: The Secret of the Magic Potion (2018) ini dapat menjadi rekomendasi untuk familytime di akhir pekan. Film ini dapat ditonton untuk semua umur. Akan tetapi, diharapkan anak-anak dapat didampingi orangtua saat menonton, karena terdapat beberapa adegan kekerasan.

***

Walaupun film ini sudah dirilis di Paris sejak 2018, di Indonesia baru ditayangkan mulai 2 Agustus 2019. Kalau udah nonton, bagikan pendapat kalian di kolom review yang ada di awal artikel ini, dan pantengin KINCIR untuk review film dan game lainnya.

 

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.