(REVIEW) Beyond Skyline: Saat Alien Masuk Kampung

*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.

Cerita: 6,5 | Penokohan: 7 | Efek Suara/Scoring: 7 | Visual: 7,5 | Nilai Akhir: 7/10

Ternyata enggak cuma waralaba Alien aja yang punya sekuel. Skyline (2010) bisa dibilang adalah film bertema alien yang “berani”. Kenapa Viki sebut berani? Soalnya jarang ada film bertema alien yang berani ngeluarin sekuel. Apalagi Skyline juga enggak mendapat respon yang baik. Hal tersebut sepertinya enggak dianggap masalah. Setelah tujuh tahun berlalu, akhirnya waralaba ini melanjutkan kisahnya dalam film berjudul Beyond Skyline (2017).

Sama seperti film pertamanya, Beyond Skyline berkisah tentang invasi alien dan drama di baliknya. Film yang disutradarai oleh Liam O’Donnel ini berfokus pada kisah seorang detektif bernama Mark Corley (Frank Grillo) dalam upaya menyelamatkan putranya Trent (Jonny Weston) yang diculik alien. Sayangnya, upaya itu enggak semudah yang dibayangkan karena pada akhirnya dia terdampar di Asia Tenggara. Mark pun mau enggak mau harus berjuang bersama kelompok perlawanan yang dipimpin oleh Sua (Iko Uwais) untuk menyelamatkan dunia sambil mencari anaknya.

Seperti yang lo lihat dalam cuplikan atau posternya, daya tarik film ini adalah dua sosok aktor asal Indonesia, yaitu Iko Uwais dan Yayan Ruhian. Buat lo yang gemar sama dua orang ini, Viki jamin lo bakal terpuaskan dengan koreografer silat khasnya, Berbeda saat mereka tampil di Star Wars: The Force Awakens (2015), keduanya enggak lagi tampil jadi figuran dan tampil sebagai karakter utama yang punya peran penting. Apalagi mereka juga berperan sebagai koreografer aksi dalam film ini.

Keduanya terbukti enggak mengecewakan, baik dari segi akting maupun koreografi. Tentunya menarik melihat aksi Iko dan Yayan sebagai karakter utama pasca The Raid dan sekuelnya. Apalagi mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris. Hal ini tentu membuat mereka pantas untuk terjun ke Hollywood sebagai aktor.

Sayangnya, lo salah kalau berharap nama Indonesia bakal disebut di film ini. Soalnya, unsur berbau Indonesia yang ada di film ini cuma Iko, Yayan, tim koreografer, dan Candi Prambanan. Sedangkan latar tempatnya sendiri bukan di Indonesia, melainkan di Laos. Bingung kan, kenapa Candi Prambanan bisa lari ke Laos?

Viki sendiri sih, enggak menganggap hal itu masalah. Soalnya, hadirnya Iko dan Yayan udah cukup, kok. Apalagi keduanya juga udah dikenal sebagai aktor aksi dan punya penggemarnya tersendiri. Jadi, buat lo yang nasionalis abis, enggak perlu ngerasa insecure, ya!

Dibanding kerancuan latar tempat, sebenarnya ada hal yang bikin film ini terasa kurang. Twist plot yang ada di akhir kisah memang berhasil bikin film ini jadi menarik dan bisa dimengerti. Sayangnya, sama kayak prekuelnya, Beyond Skyline punya jalan cerita yang rumit dan tempo yang cepat. Makanya, film ini bakal sulit dicerna jika lo enggak fokus menontonnya.

Selain itu, film ini lemah dari sisi konflik dan dialog. Keduanya terasa dipaksakan dan terkesan sekadar sebagai pemanis untuk menutupi kelemahan jalan cerita. Terutama chemistry antara Mark dan Trent. Keduanya terasa sangat kaku untuk hubungan ayah dan anak. Keduanya bikin film ini jadi enggak relevan di babak pertama.

Meski enggak berhasil dalam bercerita, O’Donnell bisa dibilang sukses sebagai sutradara. Terkecuali adegan-adegan cheesy di babak pertama, hampir semua adegan berhasil dieksekusi dengan baik. Adegan demi adegan terasa mengalir, khususnya adegan pertarungan yang koreografinya disusun secara apik oleh Iko dan Yayan.

Yap, harus diakui adegan aksi adalah messiah-nya film ini. Iko dan Yayan, bersama tim koreografernya berhasil melakukan tugasnya dengan baik. Kalau lo suka nonton aksi mereka berdua di The Raid atau film-film bertema silat lainnya, koreografer dalam Beyond Skyline bakal terlihat familiar. Koreografinya sendiri enggak perlu diraguin lagi kualitasnya. Apalagi kali ini Iko dan Yayan harus bersilat melawan alien CGI. Makanya adegan aksi ini bakal jadi aspek yang paling ditunggu-tunggu oleh penonton. Viki jamin lo enggak bakal kecewa, deh!

Berbeda dengan prekuelnya yang memiliki rating PG-13, film ini menggunakan rating R. Jadi siap-siap aja ngelihat adegan berdarah. Misalnya, kayak adegan di dalam pesawat alien. Lo bakal disajikan dengan pemandangan yang enggak enak dilihat. Banyak kumpulan mayat yang badannya udah dirusak sama alien. Ada juga adegan pengambilan otak dari tubuh manusia juga ditampilkan dengan sadis. Suasana suram ini juga didukung dengan musik latarnya yang juga mencekam.

Satu hal yang menarik dan unik dari Beyond Skyline adalah invasi alien ke perkampungan warga yang tinggal di pelosok hutan. Jangan kaget kalau lo ngelihat warga kampung yang lagi sarungan, tapi harus kejar-kejaran sama alien. Tentunya hal ini terlihat menarik, mengingat kebanyakan film bertema alien selalu berlatar di kota-kota besar kayak Los Angeles maupun New York.

Sebagai film berbiaya rendah, Beyond Skyline juga tergolong memuaskan dalam urusan efek visual dan suara. Memang kualitas dan detailnya enggak bisa dibandingin sama film-film Disney atau Marvel. Seenggaknya, efeknya masih enak dilihat mata, kok. Begitu juga efek suaranya yang cukup detail dan enggak cacat.

Sayangnya, ada sedikit gangguan kalau lo suka pusing saat melihat gerakan tiba-tiba. Meski efek visualnya tergolong lumayan, sinematografinya enggak begitu bagus. Ada beberapa adegan dengan gaya shaky yang bikin mata enggak nyaman. Akan tetapi, kalau lo enggak bermasalah sama mata, Viki rasa sih, hal ini enggak bakal jadi masalah buat lo.

Secara keseluruhan, Beyond Skyline memang masih belum bisa mencapai level waralaba Alien. Film ini juga masih terlihat kelemahannya dalam segi penceritaan. Akan tetapi, hal ini berhasil ditutupi oleh kegemilangan Iko dan Yayan dengan koreografinya yang apik. Menarik juga untuk melihat perjalanan mereka berdua di Hollywood selanjutnya. 

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.