Review Film The Tinder Swindler (2022)

The Tinder Swindler
Genre
  • kriminal
Actors
Director
  • Felicity Morris
Release Date
  • 02 February 2022
Rating
4.5 / 5

*Spoiler Alert: Review Film The Tinder Swindler ini mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum menonton.


Seberapa sering kamu tertarik sama seseorang hanya karena profilnya yang menawan di dating apps? Di sana, para pengguna pastinya menampilkan sisi terbaik mereka. Namun, bagaimana kalau sisi itu dimodifikasi sedemikian rupa, hingga enggak sesuai sama kenyataannya?

Kamu mungkin masih ingat dengan kasus Leonardus Wahyu Dewala (atau Esa Dewala) yang banyak dibicarakan pada awal 2021. Laki-laki asal Jawa Tengah ini menipu banyak perempuan dengan profil media sosial dan dating apps yang amazing.

Esa mengaku bahwa ia merupakan lulusan S3 dari Zurich, kenal dengan berbagai sosok penting seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani dan mantan Kapolri Tito Karnavian, serta mengaku berasal dari keluarga bangsawan. Ia mampu menipu puluhan perempuan hingga mau berhubungan seks dengannya, memiliki anak, bahkan merugikan mereka secara finansial.

Kok gampang banget tertipu? Nah, sebelum menghakimi para korban, kamu wajib buat nonton The Tinder Swindler terlebih dahulu. Modus penipuan via dating apps di dalam dokumenter ini persis banget dengan kasus Esa. Nominal yang didapatkan pelaku pun sangat fantastis.

The Tinder Swindler adalah real-time documentary tentang Shimon Yehuda Yahut, seorang penipu ulung asal Israel, yang menggunakan nama Simon Leviev untuk mendekati para perempuan di dating apps. Nama Leviev dipilih sebagai nama keluarga lantaran sama dengan nama belakang Lev Leviev, pengusaha berlian Rusia keturunan Israel yang kaya.

Review film The Tinder Swindler:

Bagaimana para perempuan bisa tertipu?

“Orang-orang selalu menyalahkan korban…”

Begitulah yang dikatakan oleh Pernilla Sjöholm, salah satu korban penipuan Simon. Kisah ini menjadi viral setelah diangkat oleh media. Namun, tanggapan warganet terbelah menjadi dua.

Ada yang berempati terhadap korban. Namun, tidak sedikit yang menuduh para korban bodoh hingga memiliki maksud untuk mendapatkan easy money dengan menyenangkan Simon. Padahal, Simon melakukan penipuan terstruktur dengan banyak nama dan korbannya bukan hanya perempuan yang menjalin hubungan secara romantis.

The Tinder Swindler membuka cerita dengan memperkenalkan sosok Cecilie Fjellhøy, seorang perempuan karier di bidang desain dari Norwegia. Perempuan ini bertemu dengan Simon lewat Tinder. Ia merasa tertarik, ingin mengenal Simon lebih jauh, kemudian swipe right. Mereka pun match alias cocok.

Simon kemudian mengajak Cecilie bertemu di Hotel Four Season. Saat memasuki hotel, Cecilie merasa sangat takjub dengan apa yang ia lihat. Kemewahan dan fasilitas kelas atas ini jauh melampaui apa yang ada di dunianya. Kekagumannya semakin bertambah ketika ia diajak makan oleh Simon. Simon memesan makanan makanan kelas atas dengan anggur yang mahal.

Enggak lama kemudian, Simon pun bercerita mengenai banyak hal tentang dirinya, termasuk bahwa ia merupakan pangeran dari kerajaan bisnis berlian dengan satu orang anak yang masih balita.

Lebih mengagumkan lagi, Simon juga mengajak Cicilie untuk bepergian dengan menggunakan jet pribadi. Sebuah tawaran yang tentunya sulit ditolak masyarakat kalangan menengah, bukan?

Selama liburan, ada banyak hal menarik yang ditemui Cecilie. Contohnya, kayak keberadaan mantan istri Simon dan anak balitanya. Menurut mantan istrinya, Simon adalah laki-laki baik yang bertanggung jawab. Ia bahkan masih membiayai mereka kendati sudah bercerai.

Ada pula Peter, pengawal pribadi yang selalu setia di samping Simon. Dengan badan yang besar, Peter terlihat meyakinkan sebagai pengawal pribadi yang bertanggung jawab dalam keamanan putra mahkota.

Dalam perjalanan, Cecilie juga mendapatkan fasilitas yang sangat premium. Semua makanan, minuman, dan kemewahan lain ada di depan matanya. Cecilie semakin dimabuk dengan pernyataan cinta dari Simon dan keinginannya untuk segera pindah ke apartemen mewah bersama Cecilie.

Cerita yang hampir sama, dengan versi berbeda, dialami oleh Pernilla Sjöholm. Bertemu di Tinder, hubungan mereka pada akhirnya enggak berakhir sebagai kekasih, tetapi sebagai teman dekat. Pernilla menganggap Simon teman yang asyik.

Dengan dalih persahabatan, Pernilla Sjöholm pun kemudian diajak untuk berlibur di berbagai negara. Pada saat berlibur, Pernilla melihat Simon begitu intim dengan Pollina, seorang model yang diklaim sebagai kekasihnya. Namun, karena merasa bukan urusannya, Pernilla enggak ambil pusing sama status hubungan mereka.

Hanya dua? Masih ada lagi kisah perempuan yang diceritakan dalam The Tinder Swindler.

Kisah terakhir dibawakan oleh Ayleen Charlotte, yang berpacaran dengan Simon lebih lama daripada Cecilie. Ia bahkan sudah memperkenalkan Simon kepada keluarganya. Menurutnya, Simon adalah laki-laki yang royal, sopan, berselera tinggi, dan menyenangkan.

Korbannya berbeda, tapi polanya sama

Seolah mudah untuk menjuluki korban dengan sebutan lugu, matre, atau bodoh. Sebagai orang luar, rasanya mudah untuk menyadari bahwa Simon memiliki red flag. Namun, sebagai pihak yang terlibat di dalamnya alias korban, bukan hal yang mudah keluar dari jeratan Simon.

Masalahnya, sejak pertama kali bertemu, Simon enggak memberi ruang bagi korban untuk berpikir. Simon akan terus menghubungi mereka, mengajak mereka untuk bermewah-mewahan, memberikan perhatian, hingga membuat mereka merasa bahwa mereka adalah perempuan penting di kehidupan Simon.

Sebagai penipu ulung, Simon lihai untuk menilai psikologi korban dan menggunakan pesona fisik serta verbal untuk menjerat mereka. Para korban juga enggak sebodoh itu untuk enggak kepo latar belakang Simon. Masalahnya, saat mereka mencari nama Simon Leviev, yang mereka lihat adalah informasi mengenal Lev Leviev.

Kurang banyaknya informasi mengenai Simon seolah menunjukkan bahwa ia adalah anak konglomerat yang pintar menjaga privasi –layaknya anak konglomerat pada umumnya.

Setelah membanjiri semua korban dengan perhatian dan juga kemewahan, Simon mengirimkan satu kabar yang sama:

Ada seseorang yang akan membunuhku. Peter sekuat tenaga melindungiku hingga terluka parah. Sekarang, kami sedang di ambulans.

Setelah membuat para korban panik, Simon kemudian mengatakan bahwa demi alasan keamanan, kartu kreditnya diblokir. Ia pun meminta bantuan para korban yang pada akhirnya meminjam uang di berbagai platform demi membantu Simon. Enggak lama kemudian, Simon mengirimi mereka cek, yang tentunya enggak dapat dicairkan.

Bukan waktu lama bagi korban untuk mengetahui bahwa mereka ditipu. Namun, Simon masih punya senjata. Dalam kerapuhan, Simon akan mengancam mereka semua dan mengatakan bahwa nyawa mereka dalam bahaya jika melawannya.

Menyingkap fenomena gunung es

The Tinder Swindler ini spesial. Film dibuka dengan cantik. Penonton awalnya dibuat bertanya-tanya: ini film fiksi apa dokumenter, sih? Sinematografinya seolah mengaburkan antara kenyataan dan khayalan, sama kayak apa yang dialami oleh para korban.

Alur pada dokumenter ini kemudian mengalir dengan natural. Enggak stuffy sama sekali, peralihan antarkorban pun enggak janggal. Kita akan dibuat sebel saat mengetahui bahwa modus Simon sama dan dilakukan di waktu yang hampir bersamaan.

Selain itu, The Tinder Swindler membuka fenomena gunung es. Cecilie, Ayleen, dan Pernilla bukan korban pertama Simon. Sebelumnya, Simon pernah menipu tiga perempuan dari Finlandia dan dipenjara. Sayangnya, kasus ini hanya dipublikasikan di media Finlandia, dengan bahasa yang tentunya enggak dipahami oleh masyarakat lain.

Simon juga pernah menipu orang-orang di negara lain yang enggan atau malu buat speak up. Maka dari itu, Simon pun masih bebas berkeliaran di negara lain. Keterbatasan otoritas kepolisian beberapa negara juga membuat kasus ini tenggelam. 

Setelah Cecilie berani untuk speak up, Pernilla mau membantu media yang dihubungi Cecilie, dan Ayleen mau membantu menjebak Simon, pada akhirnya laki-laki licin ini bisa ditangkap.

Keberanian ketiganya dan peran penting media inilah yang disorot pada bagian akhir film. Rasanya, kita seperti melihat film superhero atau mata-mata, tetapi ini nyata. Itulah yang membuat film semakin asyik ditonton.

***

The Tinder Swindler adalah film dokumenter yang harus kamu tonton, terlepas dari apa pun jenis kelaminmu. Penipuan semacam ini enggak hanya akan menimpa para perempuan. Semua orang bisa tertipu jika udah masuk ke dalam perangkap.

Perlu juga diperhatikan walau penipu sudah ditangkap, mereka enggak akan pernah mendapatkan balasan yang setimpal karena selalu bisa berkelit dari hukum, seperti Simon yang kini udah bebas. 

Jadi, belajar dari kasus Simon, jangan pernah percaya sepenuhnya dengan apa yang ditawarkan orang asing di media daring. Semakin canggih teknologi, semakin lihai cara penjahat untuk menjebak korban-korbannya.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.