(REVIEW) Love for Sale: Kisah soal Jomblo dengan Premis Cerita yang Segar

*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.

Cerita: 8 | Penokohan: 8 | Efek Suara/Scoring: 8 | Visual: 7 | Penyutradaraan: 8 | Nilai Akhir: 7,8/10

Bisa dibilang, sekarang lagi ngetren film-film yang related dengan kehidupan sehari-hari. Meski dibilang fiktif, adegan-adegan yang disajiin terasa begitu dekat dan nyata. Yap, film yang unsur dramanya enggak begitu kompleks bikin film tersebut gampang nempel di benak penonton. Misalnya aja Lady Bird (2017) yang menyuguhkan realita remaja. Kini, sineas Indonesia pun enggak mau kalah dengan bikin film berkualitas kayak Love for Sale garapan Andibachtiar Yusuf.

Baca juga (REVIEW) Lady Bird: Romansa Remaja Sempurna yang Enggak Drama

Sinopsis: Richard (Gading Marten) adalah cowok setengah baya yang masih nyaman menjomblo. Kesibukan menjalani bisnis warisan orangtuanya serta kegagalan masa lalu membuatnya terobsesi dengan status dan penilaian dari orang lain. Suatu hari, ada tantangan dari teman-temannya untuk membawa pasangan ke sebuah resepsi pernikahan. Richard pun mencari segala cara agar mendapatkan seorang kekasih. Salah satunya, masuk ke sebuah aplikasi penyedia teman kencan.

Merupakan hasil kolaborasi Visinema Pictures, Stay Connected Media, dan 13 Entertainment, film ini mengangkat tema percintaan di era digital. Bisa dibilang, cerita yang disuguhkan enggak receh dan relevan dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Yap, film ini ngangkat masalah jomblo akut yang terlalu pemilih sampai akhirnya harus pakai aplikasi jasa kencan yang masih booming saat ini.

Selain itu, Richard sebagai protagonis digambarkan memiliki sifat-sifat yang pastinya enggak asing dalam keseharian kita. Misalnya, dia hobi nonton pertandingan bola di TV sampai ketiduran dan tidur hanya mengenakan pakaian dalam. Tentunya, siapapun yang punya hobi mirip Richard bakal bilang, “Gua banget, tuh!” Bahkan, enggak hanya sang tokoh utama, karakter pendukung lainnya pun terasa nyata.

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Visinema Pictures (@visinemaid) pada

Uniknya, Love for Sale juga mengandung kritik sosial yang disajiin secara halus. Lo enggak bakal nyangka bahwa ada film yang masukin “obrolan di warung kopi” sebegitu cerdasnya. Ditambah, humor-humornya yang ngena bikin lo kesentil karena pernah melihat atau mengalami hal yang sama. Yap, film ini ngasih premis yang sederhana, segar, dan ringan.

Film Love for Sale nunjukin bahwa film cinta enggak melulu soal roman atau drama. Kehidupan sehari-hari juga bisa bikin ruh film ini begitu terasa kedalamannya. Cerita yang disuguhkan bikin penonton bisa ikut berempati dengan karakter utama. Dialog celetukan dalam film ini pun jadi kritik sosial dari permasalahan negara dan masyarakat saat ini. Bahkan, hal itu udah bisa lo bayangin meski baru nonton cuplikannya.

Via Instagram

Berperan sebagai Richard, Gading Marten berhasil bikin semua orang terpukau dengan aktingnya meski baru pertama kali jadi pemeran utama. Kalau biasanya para selebritas hanya mau berakting secara normal, Gading justru bersedia memerankan tokoh yang “bukan dia banget”. Saking totalnya, Gading nurut ketika harus naikin berat badannya dan jadi pribadi pendiam. Tentu ini berbeda dengan kesehariannya sebagai host yang dituntut buat terus ngebanyol.

Selain itu, ada Della Dartyan sebagai aktris pendukung utama bernama Arini. Memiliki kemampuan berakting dan nge-host sekaligus pengalaman sebagai Puteri Indonesia Banten 2013, Della terlihat punya kualitas akting yang mumpuni. Apalagi, dalam Love for Sale, ini dia dapat kesempatan beradu akting dengan lawan main yang ternyata sama-sama baru pertama kali didaulat sebagai pemeran utama. Penampilan Della yang keren bakal bikin lo gemas saking cantiknya.

 

The cast of Love For Sale ✌????️#loveforsalemovie @visinemaid

Sebuah kiriman dibagikan oleh Gading Marten (@gadiiing) pada

Selain Gading dan Della, film ini juga dimeriahkan oleh Verdi Solaiman (Panji), Torro Margens (Pak Kartolo), Dayu Wijayanto (Ibu Kartolo), Rukman Rosadi (Syamsul), Adriano Qolbi (Jaka), Albert Halim (Raka), Sabrina Rochelle (Mira), Vanda Mutiara (Danti), Rizky Mocil (Rudy), dan lainnya. Tentunya, film ini jadi makin hidup dengan segala konfliknya.

Uniknya, film ini hanya punya satu soundtrack lagu yang terus diulang-ulang sepanjang film. Lagu ini bakal tengiang-ngiang, namun enggak bikin lo bosan. Alunan lagu “Hidupku Sunyi” dari The Mercy’s memeriahkan film ini dengan berbagai versi: jazz, angklung, dan versi jadul. Pemilihan lagu tersebut benar-benar sesuai dengan suasana hati Richard. Meski lawas, lagu tersebut terlihat ciamik karena penyajiannya beragam.

Visual dalam film ini sebenarnya enggak ada yang istimewa. Sang sutradara bikin Love for Sale layaknya film Hollywood yang bikin terasa nyata pada tiap adegannya. Sayangnya, ada adegan yang seakan enggak cocok dengan tata kamera yang bergoyang-goyang mengikuti pemain. Namun, hal itu enggak bikin pengalaman lo nonton jadi terganggu, kok.

Digarap dengan apik oleh Andibachtiar, film ini nampilin latar jadul dan kekinian secara seimbang. Cara Andibactiar mengarahkan aktor dan aktris yang baru pertama kali jadi karakter utama bisa dibilang berhasil. Meski ada risiko, Andibachtiar justru menampilkan karakter unik dengan aktor baru yang masih segar.

Via Instagram

Seorang sutradara pasti punya ciri khas pada tiap karyanya. Begitu juga dengan Andibactiar yang kerap menampilkan unsur pantai dalam setiap filmnya. Sebut aja film Romeo Juliet (2009), Hari Ini Pasti Menang (2012), dan Matadewa (2018). Unsur tersebut bisa jadi kesukaan sang sutradara yang jadi keunikannya.

Dengan keterlibatan Chicco Jerrikho dan Angga Dwimas Sasongko sebagai produser, film ini nyajiin cerita yang jauh dari kesan citra FTV. Lo bakal dibuat ketawa meski para pemain enggak bermaksud buat ngelawak. Makanya, lo sebagai penonton bakal dapat kesan tersendiri, bahkan dengan orang yang duduk di sebelah lo. Pastinya, lo bakal jadi baper kalau tengah berada di situasi yang dialami Richard.

Via Instagram

Film ini mampu memberikan pesan  mendalam tentang cinta dan kesendirian. Uniknya, lo bisa menentukan ending dari film ini. Yap, satu hal lagi yang bikin film ini cerdas adalah unsur open ending-nya. Mirip dengan film Hoax (2018) yang punya ending multitafsir, lo bisa menyimpulkan sendiri akhir dari cerita sesuai dengan persepsi lo masing-masing.

Film ini siap tayang pada 15 Maret 2018. Lo bisa ajak gebetan atau teman-teman lo yang jomblo buat nonton film ini. Nah, karena film ini buat penonton berusia 21 ke atas, lo yang belum cukup umur dianjurkan enggak nonton film ini. Meski lo udah dewasa, kalau ngajak adik lo yang masih kecil, udah pasti lo bakal dilarang masuk oleh mbak-mbak bioskop!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.