(REVIEW) Power Rangers: Persembahan Spesial untuk Penggemar Setia

Cerita: 7 | Penokohan: 7 | Visual: 8,5 | Sound Effect/Scoring: 6,5 | Nilai Akhir: 7,3/10

 

Sebagai film remake dari sebuah serial TV legendaris, tentunya film Power Rangers versi remake yang baru aja dirilis di Indonesia ini punya beban yang cukup berat. Sebagai versi terbaru yang lebih modern dibanding versi sebelumnya, film ini diharapkan bisa membuat penggemar bernostalgia sekaligus excited dengan aksi-aksi keren ala film superhero modern seperti The Avengers atau film-film Marvel lainnya. Nyatanya, film ini sukses menjawab harapan penggemar akan sebuah film Power Rangers kekinian yang menghibur. Sayangnya, film ini bisa dibilang masuk dalam kategori "film yang dibuat spesial buat fans, tapi bukan buat para kritikus".

Premis Power Rangers mengadaptasi dari serial Mighty Morphin Power Rangers yang super hits di era 90-an. Kisah dimulai dari seorang remaja tampan, berbakat, namun bandel bernama Jason Scott (Dacre Montgomery). Kehidupannya berubah 180 derajat setelah berteman dengan Billy (RJ Cyler) yang mengajaknya ke tambang emas tempat ayahnya bekerja dulu. Di tambang itu, dia bertemu dengan teman cewek sekelasnya, Kimberly (Naomi Scott), lalu cowok enggak jelas yang suka tantangan bernama Zach (Ludy Lin), serta cewek misterius bernama Trini (Becky G).

Sama-sama saling enggak kenal sebelumnya, kelima remaja ini menjadi dekat setelah mengalami insiden yang membuat mereka semua menjadi lebih kuat. Ternyata kekuatan itu datang bukanlah tanpa sebab. Mereka harus menghadapi kenyataan bersama setelah tahu kalau kekuatan yang mereka dapatkan ternyata punya tanggung jawab yang besar, yaitu melindungi bumi dari monster berusia 65 juta tahun. Dari sinilah, perjalanan mereka sebagai Power Rangers dimulai.

Sebelumnya Viki udah mengulas Logan sebagai film drama dengan bungkusan film superhero. Kali ini Viki juga bakal bahas film yang genre aslinya tertutupi dengan genre lain, yaitu Power Rangers. Sama seperti Logan, Power Rangers adalah film drama remaja yang berkedok film superhero.

Selama 124 menit duduk manis di bioskop, lo akan melihat drama dan konflik kehidupan remaja antar kelima rangers remaja ini. Kelimanya digambarkan sebagai remaja bermasalah dan terasing dari kehidupan normalnya. Jason digambarkan sebagai anak bandel, Billy sebagai korban bully, Naomi sebagai sensasi internet, Zach yang lebih memikirkan ibunya yang sedang sakit dibanding pendidikannya, serta Trini yang punya masalah dengan pacarnya.

Bicara soal Trini alias Yellow Ranger, mungkin sebagian dari lo udah tau kalau dia adalah seorang lesbian. Hal-hal berbau LGBTQ memang agak sensitif di Indonesia. Sedikit bocoran, film ini enggak blak-blakan ngejelasin kalau Trini seorang lesbian, kok. Jadi, kemungkinan besar film ini enggak akan dipermasalahkan karena konten sensitifnya tersebut.

Kemudian drama berlanjut setelah kelima rangers ini jadi lebih dekat dibanding sebelumnya. Ada sedikit bumbu konflik yang bikin film ini jadi terlihat jelas genre dramanya. Drama serta konflik antar karakternya sendiri enggak dibikin lebay.

Meskipun enggak dibikin lebay, hal ini malah menjadi masalah buat filmnya sendiri. Film ini jadi terlihat setengah-setengah alias nanggung. Drama bukan, film aksi juga bukan. Ada beberapa adegan yang dramanya kerasa nanggung dan harusnya bisa dibikin lebih dramatis.

Selain itu, Viki merasa kalau film Power Rangers versi remake ini enggak punya identitas dan enggak konsisten. Dalam beberapa adegan, film ini terasa seperti film drama komedi. Tapi di satu sisi Dean Israelite terlihat mencoba membuat film ini jadi terkesan suram. Sayangnya percobaan untuk menjadi lebih suram ini Viki bisa bilang gagal. Ada beberapa adegan yang harusnya serius tapi malah jadi lucu.

Dan pada akhirnya, setelah 90 menit berlalu, adegan aksi yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul juga. Yup, jangan pernah berharap kalau film ini penuh dengan aksi pertarungan antara para rangers dengan monster-monster jahat. Sayangnya bagian yang harusnya bisa jadi klimaks banget ini lagi-lagi terkesan nanggung dan jadi anti-klimaks. Selain aksinya singkat banget, banyak adegan yang bikin lo bertanya-tanya dan bingung. Mungkin lo bisa enggak merasakan hal ini kalau lo enggak terlalu memikirkan logika cerita.

Dari sisi cerita, kelihatan jelas banget kalau film ini enggak cukup hanya dengan 2 jam. Banyak bagian yang terasa datar dan perlu pendalaman lebih, khususnya buat karakter. Dialognya sendiri terdengar kaku dan sedikit lebay. Meskipun begitu, Israelite serta John Gatins sebagai sutradara mampu menutupi kelemahannya dengan unsur komedi lewat dialog-dialog kocak antar karakternya.

RJ Cyler bisa dibilang berhasil mencuri spotlight yang harusnya diambil oleh Montgomery. Sepanjang film lo akan terhibur sama aksi serta dialog kocak sang aktor. Aktor/aktris lainnya sebenarnya juga enggak kalah memukau. Viki berikan salut karena mereka bisa memerankan karakternya masing-masing dengan baik. Chemistry antar karakter, khususnya kelima rangers, juga terlihat sangat baik.

Ada yang terasa sedikit mengganjal sama penokohan Rita Repulsa yang diperankan Elizabeth Banks. Sedikit bocoran, karakter villain ini terkesan seram banget saat muncul pertama kali. Hal ini pun bikin Viki berpikir kalau Rita Repulsa bakal jadi villain yang seram dan sadis. Ternyata, apa yang Viki bayangkan sebelumnya salah. Seiring waktu berjalan, penggambaran karakter Rita Repulsa malah terkesan berbalik 180 derajat. Meskipun terkesan enggak konsisten, Elizabeth Banks berhasil memerankannya dengan baik.

Dari segi visual, Power Rangers berhasil menampilkan sajian yang luar biasa. Teknologi CGI berhasil dimanfaatkan dengan baik di sini. Viki jamin, lo akan merasa puas banget saat film ini masuk ke bagian akhir saat pertarungan pamungkas antara Megazord dan Goldar.

Sayangnya Viki merasa terganggu dengan sound editing secara keseluruhan. Efek suara terdengar datar dan enggak detail, bahkan terasa seperti berada dalam studio. Padahal Viki menontonnya di teater yang dilengkapin teknologi Dolby Atmos. Namun, hal ini seharusnya enggak akan mengganggu kalau lo adalah tipe penonton yang lebih memerhatikan aspek visual.

Secara keseluruhan, Power Rangers bukanlah film yang sempurna. Selain terasa nanggung, masih banyak kelemahan dan kekurangan lainnya yang terlihat di berbagai sisi. Makanya, udah bisa dipastikan kalau film ini enggak bakal dapat nilai bagus di mata kritikus film. Namun tetap aja film ini bisa menghibur penonton awam maupun penggemar Power Rangers yang dulu selalu menonton serial TVnya setiap hari Minggu pagi. Semoga aja Lionsgate bisa membuat sekuel yang tetap menghibur, dan pastinya enggak tanggung-tanggung.

Yup, film ini bakal dibikin sekuelnya, dan harus banget dibikin sekuelnya. We want more Power Rangers movie!

*PS: Buat yang berharap Tommy Oliver alias Green Rangers muncul dalam film, enggak usah berharap lebih deh!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.