(REVIEW) The Girl in the Spider’s Web (2018)

The Girl in the Spider’s Web
Genre
  • Crime
  • drama
  • thriller
Actors
  • Christopher Convery
  • Lakeith Stanfield
  • Sverrir Gudnason
  • Sylvia Hoeks
Director
  • Fede Alvarez
Release Date
  • 16 November 2018
Rating
3 / 5

*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung sedikit bocoran film The Girl in the Spider’s Web yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.

 

Film yang karakter utamanya memusnahkan jaringan kriminal memang menarik untuk ditonton. Apalagi, melibatkan karakter cewek yang punya kecerdasan dan kecanggihan teknologi untuk ngebekuk penjahat. Salah satunya, karakter Lisbeth Salander dalam film The Girl in the Spider’s Web.

Menceritakan Lisbeth Salander yang direkrut oleh Frans Balder setelah dipecat dari National Security Agency. Lisbeth diminta untuk mengambil FireWall, program komputer untuk mengaktifkan senjata nuklir di seluruh dunia. Frans pengen menghancurkan FireWall buatannya karena takut disalahgunakan oknum.

Masalah makin pelik ketika ada kelompok lain yang juga mengincar FireWall. Kali ini, Lisbeth dan Mikael bertemu lagi untuk mengungkap kasus yang malah mempertemukan Lisbeth dengan masa lalunya. Akankah mereka berhasil menyelamatkan dunia dari bencana nuklir?

 

 

Cerita Penuh Intrik, Canggung, dan Sarkastik

Buat lo yang belum tahu, film The Girl in the Spider’s Web merupakan film keempat dari novel keempat karya Stieg Larsson dalam seri Millennium. Masih memiliki karakter Lisbeth Salander yang digambarkan misterius dan badass. Film The Girl in the Spider’s Web memiliki adegan pembuka yang kuat. Mirip dengan adegan pembuka yang enggak terlupakan dalam The Girl With the Dragon Tattoo (2011) yang digarap David Fincher.

Pembuka The Girl With the Dragon Tattoo, Lisbeth Salander yang waktu itu diperankan oleh Rooney Mara, jadi vigilante atas orang-orang yang menyerangnya. Kali ini tujuh tahun berselang, Lisbeth yang diperankan Claire Foy, menjerat pengusaha yang korup dan suka kasar ke istrinya. Adegan tersebut  menjadi momen satu-satunya Salander menyakiti seorang cowok untuk membela cewek. Sekaligus jadi adegan terbaik dari film ini.

Digarap oleh Fede Álvarez, film ini penuh intrik. Apalagi, lo bakal dibikin terpukau dengan kecerdasan peretas cewek tersebut. Namun, makin lama alur terasa terseok-seok yang malah bikin lo bosen nungguin kapan si Lisbeth beraksi.

Hasilnya, The Girl in the Spider’s Web ini terasa seperti film James Bond campur superhero yang kebingungan genre. Film yang terbilang serius ini memang enggak dimaksudkan untuk jadi film lucu atau tentang seorang cewek yang menyelamatkan dunia. Sebenarnya, daya tarik film ini adalah intrik yang misterius. Tentang Lisbeth Salander yang memecahkan suatu kasus bersama seorang wartawan, sementara trauma akan masa kecilnya selalu mengganggu. Hal yang bikin penonton bertanya-tanya tentang masa lalu Lisbeth lah yang jadi daya tarik penonton.

 

Karakter Utama Jadi Karakter yang Paling Kuat

Harus diakui, saking kuatnya karakter Lisbeth Salander, bikin karakter lain jadi bias. Seperti karakter Mikael Blomkvist. Namun, sikap dingin, canggung, sarkas, dan badass tercermin apik dalam diri Claire Foy. Seseorang yang dianggap mumpuni mengatasi kriminal, ternyata punya rasa gundah dan lemah jiwa karena selalu teringat masa lalunya. Yap, hal itu memang menarik, sayangnya, sosok Sverrir Gudnason sebagai Mikael jadi hanya pelengkap yang sebenarnya enggak penting.

Bahkan, kalau film The Girl in the Spider’s Web ini tanpa kehadiran Mikael, Alona Casales, dan Frans Balder, rasanya udah cukup. Satu sisi, kehadiran mereka sebenarnya bikin film ini makin terasa intriknya. Namun, porsi Foy terlalu banyak dan seakan-akan dia adalah superhero.

Dibintangi pula oleh Sylvia Hoeks sebagai Camilla Salander yang sadis sebagai saudara perempuan Lisbeth. Lalu, ada Cameron Britton sebagai partner hacker Lisbeth. Ada Lakeith Stanfield sebagai Alona Casales yang nyebelin tapi bikin lo bangga di akhir film.

 

Visual Noir Semi Klasik yang Dingin

Nuansa musim dingin bersalju bikin film ini makin terasa dingin yang menyembunyikan rasa mencekam di tiap sudutnya. Suasana noir yang kriminalnya terasa ini terlihat jelas unsur intrik yang bisa aja datang tiba-tiba. Ngasih tanda bahwa siapapun bisa jadi pelaku kriminal alias orang-orang bermuka dua. Ditambah, fokus kamera yang memusatkan getirnya hidup yang dialami Lisbeth.

Sedangkan soal scoring, enggak ada yang istimewa. Masih sama kayak film-film bertema kriminal lainnya seperti Spotlight (2015) atau The Departed (2006). Meskipun begitu, film The Girl in the Spider’s Web enggak terlalu mengecewakan untuk ditonton buat lo yang suka film noir yang melibatkan peretas.

Lo bisa ajak temen-temen atau gebetan lo buat nonton film ini. Tapi kalau lo enggak suka film bertema kriminal, tapi suka dengan akting Claire Foy, tenang aja, Foy bakal bikin lo geleng-geleng kepala karena cerdasnya. Namun, bisa juga lo malah jadi lebih hati-hati dengan gawai lo. Soalnya, film ini ngasih tahu bahwa sesuatu yang memiliki jaringan optik, bisa diretas dengan cara apapun.

Film ber-rating 17 tahun ke atas ini bakal tayang mulai 16 November 2018. Kalau udah nonton, tulis ulasan di kolom review yang ada di awal artikel ini, ya!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.