(REVIEW) Valerian and the City of a Thousand Planets: Upaya Memanjakan Mata

*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film yang bisa aja mengganggu buat lo yang belum nonton.

Cerita: 5 | Penokohan: 6 | Visual: 8 | Sound Effect/Scoring: 7 | Nilai Akhir: 6,5/10

Sukses menggebrak Box Office lewat Lucy (2014) bersama Scarlett Johansson, Luc Besson baru aja menelurkan karya terbarunya, Valerian and the City of a Thousand Planets. Dalam film barunya ini, Besson menggandeng Dane DeHaan (The Amazing Spider-Man 2) dan Cara Delevingne (Suicide Squad) sebagai pemeran utama. Film ini sendiri merupakan hasil adaptasi dari buku komik fiksi ilmiah Perancis berjudul Valerian and Laureline yang ditulis oleh Pierre Christin dan diilustrasikan oleh Jean-Claude Mézières.

Sebelum Viki bahas lebih lanjut, lo mesti ingat kalau Valerian and the City of a Thousand Planets kini memegang rekor sebagai film Perancis dengan biaya produksi paling mahal sepanjang sejarah. Soalnya, biaya produksinya cukup spektakuler, yakni mencapai 209 juta dolar (sekitar Rp2,7 triliun). Meski pembuatan film fiksi ilmiah yang diadaptasi dari komik dikenal ngebutuhin banyak dana, angka segitu dianggap berlebihan. Film-film produksi Marvel aja enggak sampai segitunya.

Yap, besarnya bujet produksi film ini jadi sorotan, khususnya oleh masyarakat Perancis. Para konseptor tentu mengharapkan Valerian and the City of a Thousand Planets bisa sukses di bioskop Perancis dan dunia. Pertanyaannya, apakah biaya yang luar biasa itu menghasilkan hasil yang juga luar biasa?

Valerian and the City of a Thousand Planets menceritakan dua agen operasi khusus dari pemerintah di wilayah manusia yang ditugasin menjaga ketertiban di seluruh alam semesta. Mereka adalah Valerian (DeHaan) dan Laureline (Delevingne). Mereka berdua bertualang menembus ruang dan waktu di galaksi spektakuler yang terdiri dari ribuan planet dan ngelawan berbagai spesies alien teraneh. Hubungan mereka layaknya sahabat dekat atau pasangan yang udah lama menikah. Besson sendiri menganalogikan keduanya kayak Mr. dan Mrs. Smith versi luar angkasa. Mereka bisa bercanda, kadang juga bertengkar.

Valerian sebenarnya ingin bisa memiliki lebih dari hubungan profesional dengan partnernya. Dalam beberapa adegan, Valerian enggak ragu ngelamar Laureline. Namun, sepak terjang Valerian dengan berbagai cewek bikin Laureline ragu. Laureline malah mikir kalau Valerian bukan tipe cowok yang bisa berkomitmen.

Dengan hubungan seperti itu, sayangnya, chemistry antara Valerian dan Laureline gagal terbangun. Analogi yang dipakai Besson tadi pun terbantahkan. Ikatan di antara keduanya enggak “seerat” karakter Mr. dan Mrs. Smith yang justru punya misi buat ngebunuh satu sama lain. Percintaan antara Valerian dan Laureline enggak didukung latar belakang cerita dan karakter yang kuat. Makanya, kisah cinta mereka enggak menghanyutkan.

Proses bagaimana Valerian jatuh cinta sama Laureline enggak ditampilin. Tiba-tiba aja, Valerian ngelamar Laureline dan Laurelina nolak dengan santai. Laureline selalu kelihatan cemberut dan jutek tiap ditanya Valerian. Kemudian, perasaannya berubah begitu aja. Aneh, ‘kan? Oke, cewek memang aneh, tapi enggak seaneh Laureline.

DeHaan dan Delevingne pun gagal ngeyakinin penonton dengan akting masing-masing sebagai agen penjelajah luar angkasa. Meski penampilan keduanya menarik secara visual, mereka berdua belum memiliki kharisma yang kuat sebagai jagoan luar angkasa. Keduanya bahkan tampak enggak nikmatin permainan mereka sendiri. Mereka terlihat banget lagi dikelilingin layar hijau daripada lingkungan luar angkasa dengan visual yang memukau.

Buat nambah daya tarik, Valerian ngegandeng Rihanna buat meranin karakter makhluk luar angkasa bernama Bubble yang bisa ngubah tampilan fisiknya jadi berbagai bentuk. Dalam film itu, Bubble tampil dengan busana penari kabaret. Awalnya, dia ingin menjebak Valerian, tapi hal itu berhasil dihindari. Pada akhirnya, keduanya jadi partner kerja dan saling nolong buat nyelamatin Laureline.

Besson punya alasan sendiri kenapa milih Rihanna. Menurutnya, suara dan penampilan Rihanna pas buat karakter ini. Ditambah, Rihanna enggak malu tampil di depan kamera meski dunia akting bukan bidang utamanya. Sayangnya, kehadiran Rihanna justru membuat plot semakin acak-acakan. Dia tiba-tiba muncul lalu tiba-tiba dimusnahin. Kayak dipaksain, ‘kan?

Yap, ada kekurangan dalam pengembangan karakter dan plot cerita yang enggak matang. Lo pasti bakal kebingungan dari awal nonton. Namun, film ini berusaha manjain mata lo lewat efek spesial yang enggak ada henti-hentinya.

Di awal, lo disuguhin sama tampilan sebuah planet dengan pemandangan pantai yang sangat indah serta dihuni oleh makhluk luar angkasa (kurang lebih mirip seperti Avatar). Namun, keindahan itu harus hancur karena ratusan kapal dari luar planet yang turun dan ngerusak alam. Ada juga kota intergalaksi Alpha, sebuah kota metropolis yang terus berkembang dan terdiri dari ribuan spesies berbeda.

Biasanya, film fiksi ilmiah hanya berlatar luar angkasa dan warna-warna yang gelap. Namun, Valerian and the City of a Thousand Planets nyuguhin sesuatu yang lebih segar dan revolusioner. Dengan maduin efek CGI dan elemen yang fantastis (mungkin ditambah honornya Rihanna), wajar jika Valerian and the City of a Thousand Planets jadi film termahal. Namun, sekali lagi, lo enggak bakal terpuaskan sama cerita dan penggambaran karakter. Mungkin film ini cuma disukain sama penonton yang senang nikmatin keindahan visual dari efek-efek CGI. Yah, itu pun kalau lo enggak capek karena saking banyaknya.

Bagaimanapun juga, film ini masih bisa lo jadiin pilihan buat nonton di akhir pekan. Film yang didistribusiin oleh STX Entertainment ini mulai tayang di Indonesia pada 28 Juli 2017. Buat lo yang penasaran, simak dulu cuplikannya di bawah ini sebelum cabut ke bioskop!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.