Menilik Semangat Yandy Laurens, Filmmaker Muda untuk Perubahan

Harus diakui, di momen Hari Sumpah Pemuda ini enggak sedikit beredar kampanye kecil untuk mengobarkan lagi semangat perubahan yang udah dicapai saat ini. Meski gaungnya enggak sebesar Hari Kemerdekaan Indonesia, momen Sumpah Pemuda bikin sebagian orang kembali menilik ke masa lalu mereka, lalu tersenyum bahagia atas pencapaiannya saat ini. Nah, di zaman kekinian ini, para anak muda punya caranya masing-masing untuk berkontribusi demi Indonesia yang lebih baik.

Salah satunya dalam budaya pop, enggak sedikit anak muda yang berkecimpung untuk bikin tontonan sebagai tuntunan. Secara garis besar, visi misinya untuk membangun agar di industri film isinya juga mewakili suara anak muda. Hal itulah yang bikin seorang filmmaker muda, Yandy Laurens, menyegarkan nilai-nilai semangat berubah untuk para pemuda lewat karya-karyanya.

Sebagai anak muda yang pengen berkontribusi untuk Indonesia, lo bisa kepoin semangat Yandy Laurens yang berusaha ikut andil melakukan perubahan sebagai filmmaker yang concern dengan moral anak bangsa. Yuk, simak!

 

Semangat Berubah Karena Percaya pada Proses

Menjadi filmmaker muda jadi salah satu pencapaian Yandy dalam kehidupan dan kariernya. Hal yang menarik ketika banyak anak muda yang justru pengennya jadi aktor atau profesi lain yang bisa cepet “tenar”. Dalam meraih segala impiannya, Yandy selalu melibatkan Tuhan. Filmmaker “religius” ini percaya bahwa Tuhan akan ngasih apa yang dia butuhkan, bukan dia inginkan.

“Sebenernya dulu pengennya jadi pemain basket. Terus, di gereja, ‘kan, ada tiap orang ada 'panggilan hidup' dan harus cari tahu. Waktu itu masih kelas 3 SMP, akhirnya ikut-ikutan puasa, terus cari tahu, dan di saat yang sama juga aktif bikin pagelaran. Ya enggak tahu karena memang niat cari terus ketemu insight-nya, seneng di-directing. Ini sangat personal, sih, dan banyak orang yang enggak percaya. Punya insight kalau bakatnya di sini dan gua bisa tahu kalau Tuhan seneng gua di sini,” jelas Yandy Laurens.

 

Suka Pelajari Hubungan Antarmanusia

Buat lo yang pernah nonton web series berjudul Indonesia itu Rumahku (2016), Sore (2017), dan Mengakhiri Cinta dalam 3 Episode (2018), lo sadar enggak, kalau “tangan dingin” Yandy-lah yang bikin tayangan tersebut jadi begitu emosional. Enggak ada aksi baku hantam yang bikin lo terpukau, melainkan sentuhan perasaan yang bikin lo terenyuh.

“Sebenernya, secara pribadi suka banget sama yang namanya hubungan, kayak hubungan keluarga. Kadang-kadang sering stuck dan jalan keluarnya dengan memahami perasaan karakter yang gua tulis. Kadang gua terjebak di pemikiran, 'Aduh, habis ini plotnya apa, ya, biar seru?' Makanya waktu nulis, gua mencoba mengerti perasaan karakternya. Pada akhirnya, enggak sengaja karakter yang gua tulis itu jadi karakter yang baru,” papar sutradara Keluarga Cemara (2018) ini.

Yandy juga mengungkapkan bahwa sesederhana soal memahami perasaan jadi misinya dalam bercerita. Saking berusaha memahaminya, perasaan karakterlah yang sering menolongnya kalau lagi stuck. Yap, sesederhana itu yang bikin dia semangat untuk ngasih tahu ke publik bahwa memahami perasaan itu penting. Pas banget ketika anak muda zaman sekarang lebih pandai berargumen dibandingkan berperasaan.

“Gua, tuh, lebih sering mengutarakan argumen daripada mengeluarkan perasaan gua. Jadi gua sering berdebat. Dalam hubungan kita juga lebih sering tersesat dalam argumen-argumen. Sampai kita lupa, sebenernya kita ini berantem karena apa, daripada mengeluarkan perasaan kita. Hal itu jadi misi gua buat bercerita. Pengen bikin cerita yang bisa ngasih gambaran ‘apa jadinya kalau orang berhasil ngasih tahu hatinya’, hubungan bisa jadi lebih baik,” lanjutnya.

Menyeimbangkan Antara Literasi dan Praktik

Dua hal yang bikin Yandy konsisten hingga saat ini adalah prinsipnya. Terbukti, di tiap karyanya, Yandy selalu punya misi untuk membangun Indonesia jadi lebih baik meskipun hanya soal perasaan dan keterbukaan pikiran. Itu juga jadi hal yang dia sampaikan kepada anak muda lainnya dalam berkarya. Yap, dua hal yang bisa diterapkan anak muda dalam segala bidang, terutama buat lo yang pengen jadi filmmaker.

“Ada dua cara, pertama harus bikin film pendek. Kayak sayap kiri dan sayap kanan, (ada) pengalaman dan literasi. Literasi enggak harus sekolah film, tapi kalau mau sekolah enggak dipaksa juga. Namun, harus belajar cari ilmu juga, baca bukunya, nonton, dan dengerin sesuatu. Saat yang sama, harus banyak praktik. Banyak salah, tapi juga jadi banyak tahu,” jelas Yandy.

 

Edukasi Lewat Sinema

UNESCO pernah menobatkan film sebagai seni ketujuh karena film udah jadi media pembelajaran. Salah satu hal yang jadi tanggung jawab seorang filmmaker adalah moral dalam film. Apakah film bisa ngebentuk anak muda atau film justru yang jadi refleksi anak muda saat ini. Untungnya, Indonesia punya Yandy, filmmaker muda yang konsisten dengan visi membangun hal positif dalam setiap karyanya.

“Gua seneng bikin dari apa yang gua lihat dan menarik untuk diceritakan. Gua termasuk consider diri gua dengan moral. Harus hati-hati di situ,” ungkap Yandy Laurens.

***

Perjalanan karier Yandy Laurens hingga sebesar ini terjadi karena dia berpegang teguh pada prinsipnya. Kata "prinsip" bisa dibilang udah pudar dimiliki anak muda saat ini. Lo harus percaya bahwa lo dilahirkan untuk sesuatu. Ketika itu pula, semangat berubah yang akan lo lakukan bisa lebih mudah. Nah, bicara soal semangat berubah, apa perubahan yang paling berpengaruh di hidup lo? Bagaimana cara lo memaknainya di momen Hari Sumpah Pemuda ini? 

Fotografi: Burhan Prawira (@burhanprawira)
Pengarah Gaya: Anantama Putra (@edgeek)
Tata Rias: Karnesia Devi (@karnesiadevimakeup)
Lokasi: Kopi Kalyan, Barito, Jakarta Selatan

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.