Bagaimana Rasanya Berperan Jadi Mayat di Film dan Serial?

Pernah membayangkan, apa, sih, salah satu peran yang cukup sulit di film? Menghafalkan dialog atau aksi dalam film bisa jadi berat dan butuh konsentrasi tinggi. Namun, hal itu juga berlaku saat kalian berperan jadi sesuatu tanpa dialog dan tanpa aksi. Apalagi kalau bukan jadi mayat.

Via Istimewa

Ya, pernah enggak, sih, membayangkan betapa sulitnya jadi mayat di film-film kriminal dan horor? Mungkin mereka enggak perlu menghafalkan dialog dan enggak perlu memahami gerakan-gerakan sulit. Cuma, harus diam sepanjang kurun waktu tertentu dan bertingkah seolah kalian enggak bernapas itu sulit, lho. Belum lagi, kalau kalian harus jadi mayat dengan kondisi mengenaskan: misalnya, mayat korban pembunuhan.

Seringkali, korban pembunuhan digambarkan sebagai mayat yang enggak wajar. Mata setengah terbuka, mulut terbuka, dan lain sebagainya. Inilah yang kemudian jadi tantangan bagi para pemeran mayat di film.

 

Pentingnya Shallow Breathing

Via Istimewa

Udah pernah nonton The Autopsy of Jane Doe (2016)? Film horor ini berfokus pada mayat perempuan enggak dikenal yang akhirnya disebut Jane Doe karena anonimitasnya. Mayat ini entah kenapa bikin banyak kejanggalan di rumah ayah dan anak yang berprofesi sebagai dokter forensik.

Nah, aktris yang bermain sebagai Jane Doe adalah Olwen Kelly. Orang-orang mungkin berpikir dia adalah pemain paling gabut, dan proses casting mungkin enggak perlu berjalan terlalu serius. Tinggal cari aktris cantik dan langsing, maka ketemulah pemeran Jane Doe. Namun, sutradara film ini, André Øvredal, berkata kalau pemilihan aktris Jane Doe membutuhkan kriteria khusus.

Via Istimewa

Olwen dipilih bukan cuma karena dia ramping dan cantik serta punya kulit seputih mayat, enggak. Kulit pucat bisa dibikin, tapi enggak semua aktris bisa memraktekkan shallow breathing, lho. Nah, apa sih shallow breathing itu?

Jadi, Olwen udah menekuni yoga sejak lama. Itulah yang bikin pembawaan dia jadi tenang. Ini juga membuat dia bisa bernapas tanpa keliatan bernapas (shallow breathing).

Udah bergelut lama di dunia modeling, Olwen pun oleh sang sutradara dianggap mampu mengontrol dirinya sendiri. Ya, enggak semua orang bisa betah tiduran setengah telanjang, berjam-jam, di meja autopsi yang dingin banget. Kalau kalian enggak terbiasa, kalian bisa stres berat.

Inilah kemampuan yang harus dimiliki model. Model harus bisa mengontrol tubuhnya sehingga tubuhnya bisa menembus level kelelahan manusia dan bisa mendalami suatu peran tanpa terganggu sama identitas aslinya. Jadi, jelas Olwen enggak gabut. Bahkan, Olwen adalah kunci bagi kelancaran proses syuting. Ketenangan Olwen bikin pemain lain jadi enggak grogi, terutama yang jadi dokter forensik.

 

Dandanan yang Super Ribet

Via Istimewa

TV Guide pernah mewawancara seorang make-up artist yang sering merias pemeran mayat di film, Dayne Johnson. Jangan dikira merias buat mayat itu gampang dan cuma modal bedak putih, lho.

Justru, riasan buat mayat tergolong sangat ribet dan juga membutuhkan skill khusus. Dayne punya ziplock bag khusus yang memuat death colors, alias cat tubuh serupa orang mati yang udah dibikin secara khusus.

Dia juga punya silikon luka jahitan buatan yang biasa ada di bagian dada mayat. Jahitan itu biasanya dibuat sama dokter forensik setelah memeriksa organ dalam mayat. So, silikon luka buatan ini penting banget dimiliki make-up artist yang mau merias pemeran mayat.

Menurut Dayne, peran mayat yang paling sulit dirias adalah mayat yang kebakar. Tentu saja Dayne membutuhkan lebih dari sekadar cat darah dan cat pucat orang mati. Dia harus merias pemeran secara rinci sehingga tubuhnya keliatan gosong.

Dayne juga menggunakan kuas kecil supaya lebam dan luka di tubuh mayat bisa keliatan nyata. Bukan cuma itu aja, warna darah di tubuh mayat harus dibikin pucat. Soalnya, peredaran darah di tubuh mayat kan, udah berhenti.  Jadi, merias mayat itu sama sekali enggak gampang dan enggak semua orang bisa jadi make-up artist khusus mayat.

Passion Menjadi Pemeran Mayat

Via Istimewa

Jadi mayat itu tentunya bukan merupakan peran idaman, ‘kan? Soalnya, kalian harus diem dan harus rela jelek. Udah gitu, seringkali kalian enggak menyita perhatian.

Cuma, hal ini enggak berlaku buat Chuck Lamb, lho. Pria 57 tahun yang merupakan aktor lepas khusus mayat ini mengaku, bahwa dari awal, dia pengin muncul di serial Law and Order. Dia berpikir mau jadi apa aja, termasuk jadi mayat sekali pun.

Nah, ide ini pun rupanya jadi sesuatu yang menghasilkan. Bersama sang istri, dia membuat situs yang membuat foto-fotonya sebagai mayat bernama deadbodyguy.com. Situs ini pun jadi tenar dan dia mulai diminta buat berperan jadi mayat, seperti dalam film Thankskilling (2008), Horrorween (2008), dan Stiffs (2010).

Berperan jadi mayat cukup menyenangkan dan honornya juga lumayan. Namun, Chuck mengaku kalau ini bukan pekerjaan yang gampang. Pertama, dia harus bikin dirinya sesenang dan setenang mungkin supaya bisa menikmati saat-saat terkapar tak bergerak. Chuck juga enggak boleh berkedip, sesuatu yang tentunya sulit banget dilakukan makhluk hidup. Dan yang terakhir, Chuck mengaku kalau riasan buat mayat itu ribet. Dia harus menghabiskan banyak waktu dirias, lebih lama daripada pemeran orang hidup.

Meski begitu, Chuck sangat menikmati pekerjaan lepasnya di masa tua dan dia masih menyimpan satu mimpi besar: jadi mayat di serial kriminal legendaris Law and Order.

***

Ternyata, berperan jadi mayat di film itu enggak mudah, ya? Ini pekerjaan yang cukup menantang dan memegang peranan penting. Apalagi, ada banyak serial dan film kriminal Hollywood yang bener-bener niat dalam membuat adegan pembunuhan serta otopsi. Nah, kalau menurut kalian, menarik enggak, sih, pekerjaan ini?

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.