Penyalin Cahaya: Dari Banjir Penghargaan sampai Tersandung Isu Kekerasan Seksual

Di Indonesia, enggak banyak film yang membicarakan kasus kekerasan seksual. Salah satu alasannya adalah karena tema ini kompleks banget dan bisa aja traumatis untuk banyak penyintas. Nah, kehadiran Penyalin Cahaya menjadi salah satu hal penting di dalam perfilman Indonesia karena topik kekerasan seksual, yang dibawakannya dengan sangat apik.

Jika enggak berhati-hati, Penyalin Cahaya mungkin bakal gagal atau bahkan terlalu lebay dalam menggambarkan kekerasan seksual. Untungnya, film yang disutradarai oleh Wregas Bhanuteja ini benar-benar meramu semuanya dengan porsi yang pas.

Sinematografi cakep, akting alami, plot mulus, dan pengembangan karakternya realistis. Memang ada beberapa kekurangan, seperti monolog Medusa yang kurang natural, tetapi overall, berbagai kelebihannya lebih dominan dan membuatnya menjadi film yang cantik.

Nah, bagaimana sih perjalanan Penyalin Cahaya hingga menjadi salah satu film yang diperhitungkan di tanah air? Simak di sini, yuk.

Perjalanan Penyalin Cahaya, film panjang pertama Wregas Bhanuteja

Wregas Bhanuteja ungkap film panjang pertamanya

Via Istimewa
Via Istimewa

Sebelum Penyalin Cahaya, Wregas terkenal dengan film-film pendek kelas festival seperti Prenjak (2019) dan Tak Ada yang Gila di Kota Ini. Bahkan, Prenjak berhasil mengharumkan nama Indonesia di Cannes Film Festival. Penyalin Cahaya sendiri merupakan film panjang pertama Wregas yang ia buat bersama Rekata Studio dan Kaninga Picture sejak awal 2021.

Sejak sinopsisnya beredar di berbagai media, Penyalin Cahaya cukup menyita perhatian banyak orang. Topik yang diangkat juga cukup spesial: tentang pelecehan seksual. Ini merupakan topik yang cukup sensitif dan jarang digunakan di Indonesia. Enggak mengherankan jika animo penggemar film cukup tinggi ketika film ini dirilis.

Penyalin Cahaya umumkan para pemainnya

Via Istimewa
Via Istimewa

Setelah mengumumkan sinopsis, pihak produser pun mengumumkan para pemeran utama dari Penyalin Cahaya pada bulan Agustus-September. Shenina Cinnamon didapuk sebagai pemeran utama, didampingi oleh Chicco Kurniawan sebagai pemeran pembantu. Pemilihan Chicco Kurniawan didasarkan pada keaktifannya bermain di teater serta beberapa film lain seperti Posesif (2017) dan Danur: Sunyarunyi (2017).

Sementara itu, akting Shenina sudah terbukti dalam beberapa film seperti Ratu Ilmu Hitam (2019) dan Geez & Ann (2021). Dan ternyata, akting Shenina di film ini memang melampaui ekspektasi banyak orang. Bahkan, peran Sur ini belum tentu cocok jika dialamatkan ke aktor lain.

Aktor lain seperti Lutesha, Jerome Kurnia, Dea Panendra, Giulio Parengkuan, Lukman Sardi, dan juga Ruth Marini mengisi jajaran karakter pendukung sebagai Kak Tariq, Kak Farah, Dea, Rama, bapak dan ibu dari Sur. Kendati porsi peran mereka enggak sebesar Shenina, tetapi akting mereka betul-betul kuat dan menjiwai, bahkan dalam perilaku-perilaku terkecil sekali pun.

Penyalin Cahaya sukses borong 12 Piala Citra

Via Istimewa
Via Istimewa

Setelah melakukan world premiere di Busan International Film Festival Korea Selatan, Penyalin Cahaya resmi menyabet penghargaan “Film Cerita Panjang Terbaik” pada Piala Citra FFI 2021. Bahkan, Penyalin Cahaya membawa pulang 12 piala dari 17 nominasi yang ia dapatkan. Itu artinya, Penyalin Cahaya hanya gagal mendapatkan lima nominasi saja. 

Penyalin Cahaya bahkan mengalahkan Yuni (2021), film yang mewakili Indonesia untuk bertarung dalam nominasi Best Foreign Picture dalam ajang Oscar 2022.

Terjegal isu kekerasan seksual salah satu kru

Via Istimewa
Via Istimewa

Enggak lama setelah mendapatkan Piala Citra, muncul kabar bahwa salah satu kru penting dalam Penyalin Cahaya merupakan pelaku kekerasan seksual. Rekata Studio dan Kaninga Pictures selaku rumah produksi dan studio di balik Penyalin Cahaya pun mengambil langkah yang cukup tegas. Lewat surat pernyataan sikap, mereka menyatakan pencoretan nama kru tersebut dari kredit film dan materi-materi rilis lainnya.

Kabar ini tentu menorehkan coretan buruk pada Penyalin Cahaya. Pasalnya, Penyalin Cahaya sendiri menyuarakan ketidakadilan pada korban kekerasan seksual dan bagaimana banyak orang terkesan “melindungi” pelaku.

Mirisnya lagi, posisi pelaku kekerasan dalam kru hampir sama dengan posisi pelaku dalam film. Jika tuduhan itu benar, film seolah-olah menjadi ladang bagi pelaku untuk menuliskan perilakunya sendiri.

Film Penyalin Cahaya tetap rilis di Netflix

Via Istimewa
Via Istimewa

Di tengah kabar keberadaan pelaku kekerasan seksual di dalam daftar kru, sesuai rencana, Penyalin Cahaya tetap dirilis di Netflix pada tanggal 13 Januari 2021 dengan judul internasional Photocopier. Keputusan ini agak berbeda dengan film besar Indonesia pada umumnya yang mengincar bioskop sebagai tujuan awal penayangan film.

Setelah penayangannya di Netflix, publik pun mulai terbelah menjadi dua. Yang pertama, kelompok yang enggan menonton Penyalin Cahaya karena menganggapnya enggak berkomitmen kuat terhadap isu yang dibawakan. Kedua, kelompok yang tetap mendukung Penyalin Cahaya sebagai sebuah karya yang dibuat atas hasil kerja keras banyak orang. Netflix sendiri juga enggak menyematkan nama terduga pelaku kekerasan seksual di data film.

***

Nah, itulah perjalanan film Penyalin Cahaya hingga menjadi film yang diperhitungkan dan cukup kontroversial pada awal 2022. Terlepas dari berbagai polemik yang masih diusut kebenarannya, Penyalin Cahaya adalah sebuah film yang berbobot dan mampu menyampaikan isu tanpa terkesan menggurui. Kamu bisa menonton Penyalin Cahaya di Netflix sekarang juga.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.