Inilah Film-Film Perjuangan Kemerdekaan yang Memicu Kontroversi

Sejumlah film perjuangan kemerdekaan ini dibuat dengan kualitas yang baik, tetapi, beberapa hal membuat peredaran film-film tersebut menjadi kontroversial.


Selain untuk menghibur, tujuan dibuatnya film adalah untuk memberikan pengaruh pada penonton. Nah, salah satu film yang dibuat dengan tujuan memberikan pengaruh adalah film-film perjuangan kemerdekaan Indonesia. Film-film ini mengambil latar waktu pada saat Indonesia masih dijajah, baik oleh Sekutu mau pun oleh Jepang. 

Tujuan pembuatan film semacam ini biasanya adalah untuk menanamkan patriotisme dan kebanggaan sama Indonesia, sekaligus mengingatkan sama penonton bahwa nenek moyang kita mendapatkan kemerdekaan dengan penuh perjuangan.

Biasanya, film perjuangan akan diterima secara positif. Namun, ada beberapa film perjuangan kemerdekaan yang justru kontroversial! Apa saja film-film kontroversial tersebut dan elemen apa aja yang bikin film-film itu menuai kegaduhan? 

Film Perjuangan Kemerdekaan yang Kontroversial

1. Pagar Kawat Berdoeri (1961)

Film Perjuangan Kemerdekaan.
Film Perjuangan Kemerdekaan. Via Istimewa.

Pagar Kawat Berdoeri merupakan film yang unik. Alih-alih berfokus pada kejadian di medan perang, film ini justru menyorot tentang nasib para pejuang di kamp tahanan Belanda.

Nah, apa sih, yang bikin film ini menimbulkan kericuhan? Kericuhan yang terjadi pada saat PKI masih berkuasa itu terjadi karena Parman, salah satu tahanan, menjadi akrab dengan Koenen, seorang perwira Belanda. 

Partai itu menganggap bahwa film garapan Asroel Sani ini bisa membuat rakyat berempati kepada Belanda. Untungnya, sih, Soekarno menyelamatkan film ini dan pada akhirnya, film ini bisa ditayangkan kembali.

Pagar Kawat Berdoeri sempat direstorasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud) dan Pusat Pengembangan Perfilman kemudian ditayangkan kembali pada 2018.

2. Soekarno: Indonesia Merdeka (2013)

Via Istimewa

Film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini merupakan film biopik dari Presiden Republik Indonesia Pertama, yakni Ir. Soekarno. Dilihat dari segi konten, sebetulnya enggak ada yang kontroversial dari film ini. Bahkan, penonton pun menyambut baik film ini di bioskop.

Kegaduhan jadwal bersumber pada bagian produksi film alias dari belakang layar. Pihak rumah produser, yakni MVP Picture mengingingkan Ario Bayu menjadi pemeran Soekarno. Sementara itu, Rachmawati Soekarnoputri, anak dari Soekarno, menginginkan Anjasmara sebagai pemainnya. 

Hanung Bramantyo cenderung memilih Ario Bayu, sehingga, waktu keputusan ini dikeluarkan, Rachmawati memutuskan buat mengundurkan diri dari proyek tersebut.

3. Murudeka 17805 (2001)

Via Istimewa

Pada masa penjajahan Jepang di Indonesia, terdapat beberapa personil dari tentara kekaisaran Jepang yang juga memiliki andil dalam membantu Indonesia untuk meraih kemerdekaan.

Cerita semacam ini memang enggak populer karena kelakuan tentara Jepang yang kejam dan juga culas pada saat menjajah Indonesia. Itulah alasan mengapa film ini menuai kontroversi pada saat dirilis di 2001.

Adanya kerjasama pemerintah Jepang dan Indonesia di dalam film ini membuat para penonton semakin merasa bahwa film ini dibuat dengan tujuan propaganda, supaya rakyat Indonesia bisa memaafkan pemerintahan Jepang yang pada masa lalu pernah melakukan kesalahan besar dan pelanggaran HAM kelas berat. 

Selain masalah itu, hal lain yang menimbulkan kontroversi dari film ini adalah adegan saat perempuan Jawa tua mencium kaki tentara Jepang, lalu menceritakan tentang ramalan Jayabaya yang berhubungan dengan kedatangan Jepang ke Indonesia.

Secara kualitas, sebetulnya film ini juga bagus, sayangnya, karena kontroversi film ini enggak diedarkan secara luas.

4. Max Havelaar (1976)

Via Istimewa

Film yang dibuat atas kerjasama pemerintah Indonesia dan Belanda ini bercerita mengenai sosok Ernest Douwes Dekker (Multatuli), yang pada saat itu bertugas sebagai asisten residen di Lebak, Banten. 

Pada saat itu, Douwes Dekker merasakan betul kepahitan para rakyat di Lebak. Mereka enggak cuma harus merasakan kekejaman kompeni, tetapi juga para penguasa lokal. Itulah salah satu alasan kenapa subjudul film ini adalah An Epic Saga of Corruption.

Pihak Indonesia sendiri pada saat itu memprotes film ini karena skenario yang udah disepakati melenceng jauh. Namun, proses produksi enggak dapat dihentikan karena izinnya udah telanjur keluar. Pada akhirnya, pihak Indonesia cuma bisa membalas dengan melarang peredaran film.

5. Romusha (1972)

Film perjuangan kemerdekaan jadul.
Film perjuangan kemerdekaan jadul. Via Istimewa.

Pada dasarnya, dari sisi Indonesia, enggak ada yang salah di film Romusha. Sejarah Indonesia memang mencatat betapa kejamnya tentara Jepang pada masa pendudukan Indonesia. 

Film Romusha bercerita tentang seorang warga Indonesia, yang ditangkap dan disiksa di kamp konsentrasi Romusha karena dianggap sebagai pemberontak. 

Alasan larangan penayangan film ini oleh Departemen Penerangan adalah karena film ini dianggap bakal merusak hubungan diplomasi Indonesia-Jepang pada 1970-an yang pada saat itu terjalin dengan sangat baik. Bukan semata karena konten, film ini dilarang karena waktu yang salah.

6. De Oost (2020)

Via Istimewa

Ini, nih, film terbaru tentang perjuangan Indonesia dari Belanda yang kontroversial banget di negara asalnya. De Oost berkisah mengenai seorang relawan muda Belanda bernama Johan de Vries yang bergabung dalam pasukan elite untuk menciptakan “perdamaian” di Indonesia setelah Perang Dunia ke-2. 

Dari yang awalnya merasa patriotik, de Vries pun menemukan berbagai fakta di lapangan yang membuatnya mempertanyakan tindakan yang dilakukan negaranya. 

Dia pun merasa bersalah kepada para orang kampung yang ditembaki akibat dituduh pemberontak. Apalagi, Raymond Westerling, pemimpin pasukan KNIL yang kala itu bertanggung jawab untuk menumpas pemberontakan Hindia Belanda, adalah sosok yang kejam. De Vries yang awalnya mengagumi Westerling, berubah menjadi membencinya.

Konflik batin yang dirasakan de Vries inilah yang kemudian menimbulkan perdebatan. Well, film ini sebetulnya enggak kontroversial sama sekali di Indonesia. Namun, hal itu terjadi di negara asal film ini, Belanda. Federatie Indische Nederlanders (FIN) atau Federasi Masyarakat Belanda Indonesia mengajukan tuntutan terhadap De Oost

Menurut mereka, film ini menunjukkan beberapa hal secara dramatis. Contohnya, kayak betapa enggak manusiawinya pasukan Belanda yang kasar, hobi menghina, dan juga hobi pergi ke rumah bordil. Selain itu, menurut mereka, terdapat kesalahan penggambaran seragam pasukan elite Belanda. Seharusnya, warna seragamnya adalah hijau tua, bukan hitam.

De Oost alias The East dapat ditonton melalui platform video-on-demand Amazon Prime.

***

Sejarah perjuangan memang cukup rumit karena melibatkan berbagai macam pihak. Terlepas dari kontroversi-kontroversi dalam film-film di atas, mereka semua layak buat ditonton bagi siapa saja di Indonesia. Menonton film-film perjuangan memberikan perspektif yang kaya soal bagaimana proses Indonesia meraih kemerdekaan di masa lampau.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.