6 Film Indonesia yang Berisi Dialog Spontan dan Apa Adanya

Saat menonton film, terutama film Indonesia, tentu kita menyadari bahwa apa yang sedang kita saksikan bukanlah sebuah kenyataan. Namun, semua penonton pasti mengharapkan akting yang senatural mungkin. Akting yang kaku susah bikin perasaan kita masuk dan berempati sama film tersebut.

Ada banyak, lho, film Indonesia yang dialog antar pemainnya sangat alamiah. Enggak neko-neko, dan spontan. Bahkan, mereka seolah terlihat enggak sedang main film. Film seperti itu dianggap lebih relate. Apa aja? Tonton aja, yuk, film-film ini.

1. Jelangkung (2001)

Jump scare dan teror dalam film Jelangkung memang enggak bakal kalian temui di dunia nyata. Akan tetapi, kalian bakal menemukan dialog yang alamiah, terutama antarpemain utama yang masih muda.

Dialog alamiah ini kelihatan banget di awal-awal film waktu belum ada teror Jelangkung. Mereka ngumpul kayak anak muda pada umumnya, ngobrol enggak pakai heboh, ngalor-ngidul. Enggak heran, sih, film ini jadi salah satu film horor recommended dan legendaris. Lanjutan dan sekuel-sekuelnya pun sulit menyamai keapikannya.

2. 3 Hari untuk Selamanya (2007)

Pada masanya, film Indonesia ini merupakan karya yang menuai banyak pujian. Premisnya sederhana: dua orang sepupu yang bertugas mengantarkan peralatan makan ke Yogyakarta, yang turun-temurun diberikan pada saat pernikahan. Yusuf adalah sepupu Ambar, dan yang akan menikah adalah kakak Ambar.

Perjalanan Jakarta-Yogyakarta memang harusnya bisa ditempuh sehari aja. Namun, karena mereka banyak berhenti, berdebat, bahkan ngeganja, perjalanan pun jadi tiga hari.

Dialog film 3 Hari untuk Selamanya ini alamiah banget. Bener-bener kaya mendengarkan dua anak muda yang harus lepas dari masa remajanya dan menyadari kalau mereka udah harus mikir soal masa depan, terutama Ambar yang terbiasa hidup enak dari keluarga konglomerat. Dialog-dialognya random banget, seolah dua anak muda ini pengin menumpahkan uneg-uneg aja dan enggak kelihatan baca naskah.

3. Tabula Rasa (2014)

Kalau kalian suka sama film yang membahas makanan, Tabula Rasa adalah film yang bakal kalian nikmati. Berkisah tentang Hans, anak Serui, Papua, yang datang ke Jakarta buat jadi pesepak bola. Namun, perjuangan enggak semudah itu. Karena, klub yang mengundang Hans enggak mampu menanggung biaya pengobatan kaki Hans yang cedera.

Usai percobaan bunuh diri, Hans bertemu sama Mak, pemilik rumah padang. Hans pun ditawari buat kerja di rumah makan itu, memicu kecemburuan Parmanto, sang juru masak, yang akhirnya memutuskan buat keluar dan kerja di rumah makan saingan.

Layaknya makanan-makanan yang disajikan, dialog-dialog dalam Tabula Rasa juga hadir tanpa terlihat seperti tempelan semata. Menontonnya membuat kalian merasa kayak lagi menikmati sebuah sajian unik, penuh rasa.

4. Kapan Kawin? (2015)

Posternya memang kelihatan “enggak serius”, tetapi percayalah, ini film keluarga yang relatable banget sama kalian yang selalu diburu-buru buat nikah. Meskipun sukses di Jakarta, Dinda, seorang manajer hotel besar, selalu ditanyain kapan mau nikah sama orangtuanya di Yogyakarta. Dinda juga kerap dibandingin sama kakaknya yang udah nikah dan punya suami mapan.

Kondisi ini bikin Dinda nekat menyewa Satrio, seorang aktor teater yang sok idealis, waktu pulang ke Yogyakarta. Dialog antara Dinda dan orang tua menunjukkan adanya gap generasi, penuh dengan batas dan enggak cair. Yap, alami kayak anak-anak yang enggak deket sama orangtuanya dan para orangtua yang enggak mau paham perasaan anaknya.

5. Aruna dan Lidahnya (2018)

Ini dia film berkualitas yang diangkat dari novel enggak kalah berkualitas. Berkisah tentang ahli wabah penyakit bernama Aruna Rai yang ditugaskan buat menyelidiki flu burung oleh kementerian terkait, perjalanan Aruna mengelilingi beberapa kota di Indonesia ditemani sama Bono, seorang koki, dan Nadezhda, kritikus buku kuliner. Dia juga ketemu Farish, temen lamanya yang juga ikut menangani flu burung.

Selain gambar-gambar cantik, kuliner lezat yang berbeda-beda di tiap daerah, serta alur yang enggak sulit dipahami, Aruna dan Lidahnya juga diisi sama dialog-dialog yang cair. Banyak kegagalan komunikasi yang terjadi, dan sering kita temui di dunia nyata.

Akting para penjual makanan, petugas rumah sakit, sampai pengamen juga enggak kaku, bener-bener kayak ibu-ibu dan bapak-bapak yang kalian temui di Indonesia. Bikin penonton terbawa ke filmnya. Apalagi, interaksi antara Aruna sama Farish, awkward-nya dapet banget.

6. Bebas (2019)

Lagi-lagi film besuran Mira Lesmana, nih. Adaptasi dari film Korea Selatan Sunny (2011) ini berkisah soal geng SMA generasi 90an dan lika-likunya. Film Bebas punya alur maju-mundur, bergantian antara masa lalu saat mereka SMA dan masa depan saat mereka udah pada jadi orang.

Dialog mereka, baik saat SMA maupun saat udah dewasa sangat alamiah. Banyak istilah yang pasti pernah kalian temui kalau kalian adalah generasi ’90-an yang tinggal di Jakarta waktu SMA. Pas dewasa, banyak humor yang sering dilontarkan kaum urban Jakarta. Meskipun adaptasi, film ini cantik dengan caranya sendiri.

***

Penasaran? Nonton, yuk, film Indonesia di atas di platform video on demand. Selain murah, kalian bakal masuk banget ke film-film itu karena interaksi antarpemain begitu natural.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.