(REVIEW) 365 Days (2020)

365 Days
Genre
  • drama
  • Romantis
Actors
  • Anna Maria Sieklucka
  • Bronislaw Wroclawski
  • Michele Morrone
Director
  • Barbara Bialowas
  • Tomasz Mandes
Release Date
  • 07 February 2020
Rating
4 / 5

*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung sedikit bocoran film 365 Days yang bisa aja mengganggu buat kalian yang belum nonton.

Di Netflix, ada film yang lagi hot banget berjudul 365 Days alias 365 Dni. Mungkin kalian agak asing sama para pemainnya karena memang film ini enggak berasal dari Hollywood, melainkan film Polandia.

Ada banyak film non-Hollywood di Netflix yang menarik, lho, misalnya film-film dari Spanyol kayak The Platform (2019), atau Spy Time (2015) yang penuh aksi mata-mata tetapi juga gokil. Nah, 365 Days dengan premis unik sebenernya berpotensi buat menjadi film yang bagus.

365 Days berkisah tentang Laura Biel, seorang eksmud perempuan asal Polandia yang berlibur ke Sisilia bareng temen-temennya. Di sana, ada “pangeran” pewaris tahta mafia bernama Massimo Torricelli yang super tajir, tetapi tentu saja punya kehidupan yang gelap dan lekat sama dunia kriminal.

Laura udah punya pacar bernama Martin, tetapi hubungannya membosankan banget. Apalagi, Martin enggak peduli-peduli amat sama dia. Nah, di Sisilia, Laura memulai sebuah kehidupan yang jauh dari kata membosankan karena dia diculik oleh Massimo yang jatuh cinta kepadanya.

Massimo memberi syarat: kalau Laura enggak jatuh cinta dalam 365 hari, Laura akan dibebaskan. Jika enggak? Ya, tentu saja akan terjerat oleh Massimo dan dia enggak akan pernah bebas. Yuk, langsung saja simak ulasan film 365 Days di bawah ini.

Kesan Pertama Saat Melihat Poster 365 Days

Poster 365 Days di Netflix hanya memperlihatkan perempuan dan lelaki yang telanjang dada. Sang lelaki menutupi bagian intim perempuan pakai tangan dengan gerakan mulut hendak mencium si perempuan.

Poster semacam ini bikin penonton jadi berpikir bahwa 365 Days barangkali adalah dokumenter dunia pornografi seperti After Porn Ends atau Hot Girls Want di Netflix. Well, 365 Days jelas bukan dokumenter pornografi dan bukan film porno, tetapi hati-hati, karena film ini bertaburan adegan seks dan ketelanjangan.

Rating 18+ yang diberikan oleh Netflix memuat kekerasan, adegan seks, ketelanjangan, dan juga kekerasan seksual. Komplit, sehingga udah jelas film ini dibuat untuk kelompok usia tertentu.

Premis yang Menarik, Plot yang Lemah

Via istimewa

Lewat ceritanya, 365 Days bermaksud buat membuktikan kalau stockholm syndrome itu ada. Diculik oleh Massimo, Laura yang awalnya ketakutan jadi berempati sama Massimo.

Pembukaan film ini cukup menarik, seenggaknya kita berekspektasi bahwa ia bakal menuju ke arah yang lebih baik ketimbang 50 Shades of Grey. Film diawali dengan adegan mafia yang cukup heartwarming dan cantik. Massimo, sang ayah, dan juga para anak buah mereka melakukan pertemuan di atas kastil dengan pemandangan laut Sisilia yang cantik. Dalam pertemuan itu, ayah Massimo terbunuh setelah menyampaikan nasehat kepada anaknya buat enggak bermain-main lagi.

Namun, makin lama, film mulai menampakkkan aura klise-nya. Apalagi setelah pertemuan Laura dan Massimo.

Via istimewa

Penonton tentu mengharapkan ada banyak dialog yang berbobot dan penuh metafora seperti trilogi Before Sunrise, Before Sunset, dan Before Midnight. Hanya saja, jangan harapkan film ini bakal memberikan kalian pengetahuan bermanfaat dan renungan filosofis seperti layaknya drama trilogi tersebut. 365 Dni justru dipenuhi sama dialog-dialog dangkal, adegan seks yang diawali dengan rayuan dan tatapan bak film porno.

Dialog antara Laura dan Massimo juga menyebalkan. Membuat kita mempertanyakan apakah benar Laura adalah direktur penjualan sukses dan apakah keputusan sang ayah untuk memberikan tahta kerajaan mafia terhadap sang anak adalah hal yang tepat. Kayaknya, dua hal yang ditonjolkan dari tokoh-tokoh ini hanya tampang dan bodi yang hanya dibuat untuk memuaskan fantasi kencan banyak orang.

Toxic Masculinity dan Cewek yang Enggak Tegas

Via istimewa

Laura Biel bermaksud buat digambarkan sebagai perempuan yang introver, tetapi tentu saja ada perbedaan besar antara introver dan bodoh. Dari awal, Laura kelihatan banget seperti cewek bucin sehingga kami begitu ingin memasukkannya ke dalam daftar cewek terbucin sepanjang sejarah sinema.

Sifat bucin Laura terhadap kekasihnya yang lebih peduli sama temen-temennya ini mirip sama Dani Ardor dalam Midsommar, tetapi penggambaran karakter Dani yang “lemah” di awal itu kuat banget. Dia mengalami trauma karena kehilangan saudara dan enggak punya pegangan. Ditambah lagi, dia cuma mahasiswa biasa. Pengembangan karakter Dani dari yang bucin jadi tega tersebut patut diacungi jempol.

Lalu, bagaimana dengan Laura? Dia baru bisa melupakan Martin setelah diculik. Untuk ukuran cewek sibuk dengan kerjaan segunung, hal semacam ini tentu sangatlah bodoh. Kita masih bisa lebih memaafkan Anastasia Steele yang mau-maunya dijadikan objek BDSM Christian Grey yang kompleks karena Anastasia cuma mahasiswa lugu dan Christian adalah pebisnis tajir yang bisa ngasih apa saja.

Via istimewa

Dengan karakterisasi Laura yang dangkal, identitas dia sebagai sales director seolah cuma jadi sampul supaya tokoh cewek keliatan keren. Hal yang sama juga berlaku di diri Massimo, hanya saja, tokoh ini lebih realistis karena dari awal dia memang digambarkan kurang bertanggung jawab dan masih kekanak-kanakkan.

Sementara itu, dari awal Massimo memang mau digambarkan sebagai lelaki alfa yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan cewek yang dia cintai. Namun, bagaimana dengan menculik dan kemudian "membenarkan" apa yang dia lakukan sepanjang film? Sudah jelas hanya orang dewasa berpikiran sehat yang sebaiknya menonton film ini, karena remaja yang menontonnya akan terjebak pada toxic masculinity dan menganggap jika tindakan Massimo itu keren bener. Padahal aslinya sangat melanggar hak asasi manusia dan enggak menghargai perempuan.

Sinematografi Jempolan, Adegan Seks Intens, dan Alur Ringan

Via istimewa

Para pengguna dalam platform review film seperti IMDb, Rotten Tomatoes, dan Metascore memberikan ulasan dan skor sadis terhadap 365 Days. Skor di IMDb untuk film ini hanya 3,6/10 dengan berbagai sumpah-serapah dari para pengulas: film ini dangkal, membosankan, cocoknya jadi softporn.

Hanya ada tiga ulasan di Metacritic dan dua-duanya memberikan skor negatif. Rotten Tomatoes malah lebih parah dengan skor 0%.

Anggapan terakhir dari ulasan IMDb memang enggak bisa disalahkan, karena film ini bener-bener seperti soft porn dengan adegan seksual yang intens dan ketelanjangan yang begitu jelas.

Via istimewa

Selain itu, film ini memang dari awal memang sudah berniat buat jualan adegan seks, karena dari segi penokohan dan dialog, film ini kelihatan dangkal. Kata-kata seperti baby girl tentu bakal konyol saat keluar dari mulut anak mafia yang katanya paling berpengaruh se-Sisilia. Seolah, sosok Massimo ini mencoreng harga diri para mafia Sisilia mulai dari Don Vito Corleone sampai Lucky Luciano yang beneran ada dan difilmkan di mana-mana.

Kalau diletakkan dalam kategori soft porn, film ini bagus banget karena sinematografinya cakep dan adegan seksnya memang enggak tanggung-tanggung. Film biru memang sering mengusung tokoh dari berbagai latar belakang pekerjaan, tetapi latar belakang itu enggak kuat dan cuma jadi tempelan.

Bicara soal sinematografi, film ini juara. Sudut pengambilan gambarnya bagus banget, bahkan di luar adegan seks. Adegan penembakan ayah Massimo adalah salah satu sinematografi cantik, ditambah dengan sinar matahari berwarna keemasan. Kalau kalian mau nyari film liburan, 365 Days bisa jadi rekomendasi. Sisilia ditampilkan dengan cantik, bikin penonton lupa kalau negara Italia adalah salah satu negara dengan tingkat COVID-19 tertinggi.

Via istimewa

Bicara soal plot, tenang aja, kalian enggak perlu mikir sama sekali waktu nonton film ini. Film 365 Days enggak memberikan teka-teki berat kayak Sherlock Holmes, sehingga kalian bisa nonton film ini sambil makan, bersih-bersih rumah, sampai mendengarkan musik tanpa takut bingung sama alur karena enggak fokus 100% pada film.

Film 365 Days jadi viral banget bahkan termasuk dalam top list di Netflix, tentu bukan karena dia memiliki alur dan penokohan kuat. Akting Anna-Maria Sieklucka dan Michele Morrone sebagai dua pemeran utama agak kaku, kecuali dalam adegan foreplay dan seks!

Penokohan keduanya pun ternyata sedangkal Anastasia Steele dan Christian Grey, dengan sudut pandang BDSM yang jauh lebih jelek dan cuma sekadar tempelan! Well, lagi-lagi pembuatnya enggak mau mikir dalem karena hanya mengandalkan tokoh Mary Sue dan Gary Stu yang tampan, cantik, tajir, terlalu sempurna untuk menjadi nyata.

Via istimewa

Premis yang cantik, masalah kompleks, penggunaan dunia mafia, bahkan ending yang enggak tertebak sebetulnya membuat 365 Days berpotensi menjadi film festival yang bagus dan penuh simbol. Namun, film bagus enggak cuma tentang ide yang unik aja. Yang paling penting adalah bagaimana sutradara dan penulis skenario mengeksekusinya. Eksekusi 365 Days terlihat terburu-buru, ditambah banyak bumbu enggak penting seperti seks BDSM, pesta-pesta konyol, sampai persaingan mafia yang "maksa" banget.

***

Intinya, 365 Days adalah film hot hura-hura yang cocok ditonton kalau kalian bukan kritikus film yang menginginkan tayangan sekelas Oscar atau Festival Film Cannes. Kalau kalian lagi bulan madu, atau pengin tontonan iseng yang enggak bikin kepala pusing, film ini jawabannya.

Seenggaknya, saat bulan madu, kalian bisa punya ide kencan yang out of the box seperti ide mengikat pasangan di pesawat, mobil, dan fantasi-fantasi aneh lainnya. Dan sebaiknya, penonton memang enggak berekspektasi lebih, termasuk ke ending film yang jatuhnya enggak sesuai harapan.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.