(REVIEW) Lily of the Valley (2020)

Lily of the Valley
Genre
  • drama
  • keluarga
Actors
  • Adhisty Zara
  • Imelda Therinne
Director
  • Giovanni Rustanto
Release Date
  • 04 December 2020
Rating
4 / 5

*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film Lily of the Valley yang bisa saja mengganggu buat kalian yang belum menonton.

Ada dua hal yang menyenangkan saat nonton film pendek. Yang pertama, konfliknya begitu sederhana. Yang kedua, interaksi antarkarakter enggak bertele-tele karena durasinya terbatas. Film Indonesia dengan genre drama, terutama tentang hubungan anak-orang tua, memiliki risiko terjebak dalam konflik berlarut dan kisah yang bertele-tele.

Untungnya, film Lily of the Valley berjalan dalam durasi yang cukup singkat dan ruang yang ada digunakan dengan baik untuk mengeksplorasi para tokoh di dalamnya. Kisah Lily of the Valley juga cukup familiar di tengah masyarakat urban, tetapi juga menggunakan sudut pandang yang enggak biasa.

Film drama keluarga ini tayang eksklusif di Bioskop Online sejak 4 Desember. Situs streaming tanpa berlangganan ini mempersembahkan Rumah Sinema Indonesia yang menyajikan beragam film dan hiburan berkualitas karya anak bangsa, termasuk Lily of the Valley. Berdurasi 45 menit, film ini siap berikan kebenaran pahit yang terasa personal bagi sebagian orang.

Bagaimana keseruannya? Simak review film Lily of the Valley khas KINCIR di bawah ini.

Pergulatan Batin Ibu Tunggal dan Anak Perempuan

Via Dok. Giovani Rustanto

Sesuai dengan judulnya, salah satu tokoh di dalam Lily of the Valley bernama Lily. Dia diperankan oleh Adhisty Zara dan memiliki sifat manja serta sedikit suka cari perhatian. Maklum, dia dibesarkan sama ibu tunggal.

Namun, tokoh utama dari film pendek berdurasi 45 menit ini adalah Rita, single mother yang memiliki karier cemerlang. Diperankan oleh Imelda Therinne, tokoh Rita betul-betul terlihat modern, muda, sekaligus protektif.

Film Lily of the Valley berkisah tentang Rita dan pesta ulang tahun intim yang dipersiapkan buat anaknya. Dia mengundang mantan suami dan kekasihnya, pacarnya sendiri, Daniel, ibu Rita, dan Jasmine, sahabat anaknya.

Via Dok. Giovani Rustanto

Sebetulnya, enggak ada yang lebih membahagiakan Rita selain melihat keluarganya ngumpul dengan damai dan bikin kejutan hadiah buat sang anak. Sayangnya, sebelum pesta itu dimulai, Rita enggak sengaja melihat pop-up chat dari Jasmine di ponsel Lily, yang ternyata mengungkap fakta bahwa Lily suka sama Daniel. Parahnya lagi, Jasmine malah mendukung Lily buat merebut Daniel dari ibunya.

Akhirnya, di dalam pesta, hati Rita kalut bukan main. Dia enggak cuma terlihat dingin, terutama saat anaknya dan Jasmine saling mengirim pesan daring. Dia juga seolah pengin menyaingi anaknya dengan berdandan agar tampak fresh dan awet muda.

Via Dok. Giovani Rustanto

Namun, hal itu enggak cukup untuk mengobati rasa sakitnya. Rita enggak bisa menahan tangisnya dan menjauh dari pesta. Alih-alih jujur sama apa yang dia ketahui, dia cuma memendam rasa sakitnya dan enggak berani bilang apa pun.

Hal itu dilakukan karena dia galau: jika dia memberitahukan kebenarannya kepada kekasihnya atau orang lain di sana, itu artinya dia bakal merusak nama baik anaknya sendiri.

Saat Rita Menjadi “Wanita”, Bukan “Ibu” Seutuhnya

Via Dok. Giovani Rustanto

Mengingat Rita adalah seorang wanita karier urban dengan pergaulan yang cukup luas dan terbuka, kita enggak akan melihat benturan nilai yang terlalu keras dalam film ini. Rita dan mantan suaminya bukan tipikal orang tua yang memiliki dunia berbeda jauh dengan dunia anaknya. Konflik awalnya hanya sedikit dimunculkan saat Lily enggak mau menuruti ibunya untuk berpakaian yang enggak terlalu mini, tetapi, toh, hal itu dimaklumi sama Rita.

Konflik besar justru mulai muncul bukan karena perbedaan nilai, tetapi murni karena kecemburuan Rita. Misalnya, ketika Rita menyindir Jasmine dan Lily yang saling bertukar pesan daring padahal ada di satu ruangan. Atau saat Rita melarang suaminya untuk memberikan wine pada Lily dengan alasan “daripada nyoba di luar”.

Via Bioskop Online

Sebetulnya, Rita adalah ibu yang maklum dengan hal-hal itu. Namun, rasa maklumnya ini terkikis setelah dia cemburu dan berubah menjadi "wanita lain".

Ketika Rita mulai cemburu, dia enggak memandang Lily sebagai anaknya, tetapi sebagai saingan. Dia berdandan supaya enggak kalah sama Lily, dia mencium Daniel dengan "panas", bahkan mengecek ponsel Daniel, barangkali melihat interaksi Daniel dan Lily.

Hal itulah yang bikin film Lily of the Valley enggak menjadi seperti film pergulatan batin anak-orangtua pada umumnya. Dia seolah membuka fakta bahwa ada banyak orangtua yang cemburu sama anak yang berkelamin sama dengannya, ada juga anak yang merasa bersaing sama ayah atau ibunya.

Ending yang Menyebalkan, tetapi Realistis

Via Dok. Giovani Rustanto

Jika kalian mencari film dengan konflik tajam dan akhir yang bikin lega, film Lily of the Valley bukan film yang kalian cari. Soalnya, film ini enggak mau bikin cerita drama yang bikin hati kita bak roller coaster. Pada akhirnya, keputusan Rita buat berdamai dan enggak mau mengecek ponsel anaknya lagi adalah keputusan yang bisa aja baik, tetapi bisa juga menyebalkan.

Menyebalkannya adalah, karena penonton enggak mengerti seperti apa perasaan Lily kepada Daniel? Apakah sekadar kagum karena calon ayah tirinya baik? Apakah hanya gejolak hormon remaja? Ataukah dia memiliki niat buruk kepada ibunya? Bagi Rita, mungkin itu semua enggak penting, karena seperti perkataan sang ibu yang dia ingat: menjadi seorang ibu adalah perkara maklum dan berkorban.

Via Dok. Giovani Rustanto

Pada akhirnya, penonton enggak diberikan kesimpulan apa-apa kecuali mungkin Rita yang bakal mencoba berdamai dan Lily yang suatu saat akan melewati fase gejolak remaja seperti ini. Namun, apa yang mau ditunjukkan film ini memang bukan akhir yang melegakan.

Overall, film Lily of The Valley adalah drama pendek dengan eksekusi bagus. Ruang yang dipakai terbatas, tetapi ceritanya enggak bikin bosan.

Akting para pemain pun sesuai porsi banget. Imelda Therinne cocok memerankan wanita yang terjebak dalam kondisi antara menjadi ibu atau menjadi wanita. Zara pun selalu luwes kalau dikasih peran sebagai "anak manja". Selain itu, saat menonton film ini, kita enggak akan terjebak dalam suatu situasi yang ngebosenin dan bikin kita pengin menekan tombol continue.

***

Lewat film ini, kalian yang udah menjadi orangtua atau akan menjadi orangtua mungkin bakal bertanya-tanya: apakah kalian kenal beneran sama anak kalian? Ataukah kalian terlalu dikonsumsi oleh kesibukan sehingga enggak terlalu paham apa yang ada di dalam pikirannya?

Buat kalian yang udah nonton film Lily of the Valley, bagaimana pendapat kalian? Bagikan di kolom review yang ada di awal artikel ini, ya. Tungguin review film terbaru hanya di KINCIR.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.