Kapan Latar Waktu House of the Dragon? Simak Timeline Dinasti Targaryen Sebelum Game of Thrones!

House of the Dragon resmi menjadi serial HBO terpopuler dan sukses memecahkan rekor penonton terbanyak, yaitu mencapai 10 juta pada debutnya. Serial prekuel Game of Thrones ini memang menjadi “obat rindu” bagi para penggemar semesta fantasi-politik epik karya George R. R. Martin ini.

Dalam Game of Thrones, kita tahu bahwa House Targaryen adalah salah satu keluarga paling berkuasa yang disegani oleh berbagai klan lain di Westeros. Soalnya, keluarga Targaryen ini memiliki naga yang jadi simbol kekuatan mereka.

Namun, dalam Game of Thrones, kisah mengenai House Targaryen ini enggak banyak dieksplorasi. Kita hanya tahu cerita legendaris tentang Aegon the Conqueror yang menaklukkan Westeros dan kisah Aerys II sebagai “Mad King” yang enggak segan membakar kerajaannya. Salah satu plotnya pun berpusat ke bagaimana Daenerys Targaryen alias “Mother of Dragons” sebagai keturunan Targaryen terakhir ini berusaha mengambil alih Iron Throne yang diduduki keluarganya turun-temurun.

Nah, kisah House of the Dragon ini bakal menyelami keluarga Targaryen lebih dalam, sekitar 200 tahun sebelum peristiwa dalam Game of Thrones. Namun, serial ini bakal berfokus pada perang saudara yang terjadi di antara keluarga Targaryen demi merebut Iron Throne. Penuh konflik, aksi, dan kepentingan politik, simak timeline dinasti Targaryen berikut ini!

Latar waktu House of the Dragon

1. Doom of Valyria dan kebangkitan dinasti Targaryen

House Targaryen adalah salah satu keluarga tertua dalam semesta A Song of Ice and Fire. Sejak zaman Valyria kuno, Targaryen menjadi salah satu “dragonlords” atau keluarga yang memiliki naga.

House Targaryen mulai berjaya ketika Daenys the Dreamer memiliki penglihatan bahwa kota Valyria bakal hancur akibat bencana gunung berapi. Oleh karenanya, keluarga Targaryen pun mengungsi ke Dragonstone sebelum “Doom of Valyria” tersebut terjadi. Menjadi satu-satunya keluarga yang selamat, House Targaryen pun jadi paling berkuasa, terlebih kini hanya Targaryen yang memiliki tiga naga terakhir di dunia.

2. Penaklukan Westeros oleh Aegon I Targaryen alias Aegon the Conqueror

Setelah membantu kota bekas koloni Valyria melawan Volantis, Aegon I Targaryen berniat untuk menginvasi Westeros dan menyatukan Seven Kingdoms di bawah kekuasaannya..

Bersama saudara yang jadi istrinya, Rhaenys dan Visenya, mereka terbang dengan ketiga naga terakhir tersebut untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di Westeros. Mulai dari Winterfell (dipimpin oleh House Stark), Eyrie (House Arryn), Casterly Rock (House Lannister), Riverrun (House Tully), Iron Island (House Greyjoy), Highgarden (House Tyrell), sampai Stormland (House Baratheon). Namun, hanya Dorne yang dipimpin House Martell yang berhasil melawan balik dan enggak mau tunduk di bawah Aegon the Conqueror.

3. Pemberontakan dari berbagai klan dan Faith of the Seven

Penuh perang dan pemberontakan, tahun-tahun awal memimpin tujuh kerajaan di King’s Landing memang enggak mudah bagi Aegon the Conqueror. Ketika dia mencoba menaklukkan Dorne kembali, hasilnya malah salah satu naganya, Meraxes berhasil dibunuh sehingga Rhaenys yang sedang menungganginya ikut terbunuh.

Setelah 37 tahun memimpin, Aegon I pun meninggal. Namun, keturunannya enggak ada yang benar-benar bisa memimpin sehingga pemberontakan semakin sering terjadi. Salah satunya adalah peristiwa “The Faith Militant Uprising” di mana kelompok religius Faith of the Seven menentang praktik poligami dan inses yang menjadi tradisi dalam keluarga Targaryen.

4. Era damai di bawah Jaehaerys I Targaryen

Keadaan mulai membaik setelah raja yang terkenal kejam, Maegor Targaryen meninggal secara misterius. Takhta pun jatuh ke tangan Jaehaerys I yang dijuluki sebagai Jaehaerys the Conciliator.

Dia terkenal penuh kesabaran dan begitu bijak dalam menangani berbagai masalah. Bahkan, di bawah kepemimpinannya, pemberontakan oleh Faith of the Seven pun berakhir setelah sang raja memutuskan untuk berdamai. Memimpin selama tujuh puluh tahun lebih, era Jaehaerys I pun disebut sebagai “Golden Age” karena penuh dengan kedamaian.

5. House of the Dragon season 1 – diangkat dari peristiwa perang saudara “Dance of the Dragons”

Sayangnya, calon penerus takhta Jaehaerys semua meninggal. Seperti yang telah ditampilkan di episode pertama House of the Dragon, Jaeharys akhirnya memilih cucu laki-lakinya, Viserys I Targaryen sebagai penerusnya. Viserys (Paddy Considine) memiliki seorang putri, Rhaenyra (Milly Alcock) yang dia umumkan sebagai penerus takhtanya setelah istri dan Baelon, putranya yang masih bayi meninggal. Rhaenyra pun jadi perempuan pertama yang menjadi calon penerus takhta.

Nah, di episode keduanya, Viserys berencana menikahi Alicent Hightower, sahabat Rhaenyra. Di sinilah konflik dan benih-benih perang saudara yang dijuluki sebagai “Dance of the Dragons” ini mulai tumbuh. Viserys tetap bersikeras bahwa Rhaenyra menjadi penerusnya, tetapi Alicent dan para dewan lebih setuju kalau penerus takhta harus laki-laki.

Oleh karena itu, terjadilah pertempuran antara Rhaenyra dengan putra pertama Alicent, yaitu Aegon II. Akibat perang saudara ini, ribuan orang meninggal, termasuk calon penerus takhta selanjutnya.

6. Penaklukan yang disusul dengan pemberontakan oleh Dorne

Pada akhirnya, Iron Throne diduduki oleh putra Rhaenyra bersama Daemon, yaitu Aegon III yang masih berusia sebelas tahun. Setelah Aegon III meninggal, dirinya pun digantikan oleh putra tertuanya, Daeron I yang ambisius.

Dia berencana “menyelesaikan” penaklukkan yang dari awal dilakukan oleh Aegon the Conqueror dengan mencoba menyerang Dorne kembali. Meski sempat berhasil, kaum Dorne bangkit memberontak dan malah membunuh Daeron saat tidur. Karena masih berusia 18 tahun saat meninggal, Daeron pun enggak punya penerus yang akhirnya terpaksa digantikan oleh adiknya, Baelor I.

7. Pemberontakan Blackfyre yang berakhir dengan kemenangan Targaryen dalam “War of the Ninepenny Kings”

Baelor I adalah sosok yang begitu religius hingga pada akhirnya memutuskan untuk memiliki keturunan. Walaupun begitu, saudara sekaligus istrinya, Daena ternyata melahirkan anak “di luar nikah” dari Aegon IV yang diberi nama Daemon Waters.

Karena meninggal tanpa penerus, Baelor I pun digantikan oleh Viserys II, adik Aegon III yang telah menjadi Hand of the King selama tiga generasi. Dirumorkan campur tangan dalam pembunuhan ayahnya, Aegon IV pada akhirnya menjadi raja menggantikan Viserys II. 

Penuh korupsi, Aegon IV selalu bertindak semena-mena sebagai raja. Dia punya banyak anak di luar nikah dari selir-selirnya, termasuk Daemon Waters, putranya bersama saudaranya, Daena. Aegon IV pun menghadiahkan Daemon pedang Blackfyre yang jadi pedang keturunan raja dari zaman Aegon the Conqueror.

Peristiwa ini menjadi benih-benih timbulnya pemberontakan Blackfyre yang dipimpin Daemon untuk menduduki Iron Throne. Perang ini berlangsung selama bertahun-tahun hingga akhirnya berhenti setelah Maelys, putra terakhir keturunan Blackfyre meninggal dibunuh Ser Barristan Selmy.

8. Kejatuhan keluarga Targaryen dalam era kepemimpinan Aerys II alias Mad King

Kejatuhan keluarga Targaryen yang disebut sebagai peristiwa “Fall of the Dragons” ini sempat diceritakan dalam Game of Thrones. Masa-masa awal kepemimpinan Aerys II begitu damai dan menjanjikan.

Konflik mulai berdatangan ketika Aerys mulai takut kalau Hand of the King sekaligus sahabatnya, Tywin Lannister semakin kuat. Terlebih, setelah dirinya mendengar banyak orang yang mengatakan bahwa Tywin adalah pemimpin kerajaan yang sebenarnya.

Keadaan semakin keruh ketika Aerys menjadikan Jaime Lannister, putra pertama Tywin sebagai Kingsguard alias pengawalnya. Jaime pun enggak bisa jadi penerus House Lannister dan hal ini membuat Tywin marah.

Sementara itu, putra tertuanya, Rhaegar yang telah menikahi Elia Martell malah menganugerahi perempuan lain, yaitu Lyanna Stark sebagai “Queen of Love and Beauty” serta menculik Lyanna. Hal ini pun membuat murka calon suami Lyanna, yaitu Robert Baratheon serta saudara Lyanna, Brandon Stark. Pada akhirnya, Aerys II pun membakar Brandon dan ayahnya, Rickard Stark.

9. Pemberontakan Robert Baratheon dan pembunuhan Aerys II dalam “Sack of King’s Landing”

Tindakan brutal sang raja dan berbagai konflik yang terjadi sebelumnya pun “pecah”. House Stark, Baratheon, dan Lannister serta keluarga lain seperti House Arryn dan Tully pun bersatu untuk memberontak terhadap Aerys II. Melihat para pemberontakan semakin parah di King’s Landing, Aerys II berencana untuk membakar seluruh kota dengan wildfire. Tindakan inilah yang membuatnya dijuluki raja yang gila alias “Mad King”.

Ketika pasukan pemberontak sudah semakin mendekat, Aerys II memerintahkan pengawalnya, Jaime Lannister untuk membunuh ayahnya sendiri, Tywin yang ikut memimpin dalam pemberontakan.

Pada akhirnya, Jaime pun membunuh Aerys II dan orang suruhannya sebelum sempat membakar seluruh kota. Hal ini membuatnya dijuluki sebagai “Kingslayer”. Robert Baratheon yang memimpin pemberontakan pun juga berhasil membunuh Rhaegar dan memerintahkan agar seluruh Targaryen dibunuh.

10. Game of Thrones season 1 – Pengasingan Targaryen terakhir, Viserys dan Daenerys

Pemberontakan diakhiri dengan kematian Aerys II dan Robert Baratheon yang akhirnya menduduki Iron Throne. Namun, sebelum meninggal, Aerys II sempat memerintahkan istrinya Rhaella yang sedang hamil serta putranya, Viserys untuk mengungsi ke Dragonstone.

Di sinilah dinasti Targaryen berakhir dan mulai memasuki peristiwa yang diceritakan dalam Game of Thrones. Daenerys Targaryen yang jadi keturunan terakhir Aerys II pun berusaha mengambil alih kekuasaan di sepanjang alur cerita serial dengan delapan season tersebut.

***

Nah, itulah sejarah peristiwa penting dan timeline peristiwa dalam kepemimpinan dinasti Targaryen sebelum berakhir di tangan Baratheon dalam Game of Thrones. Di antara daftar peristiwa tersebut, manakah yang paling menarik menurutmu? Bagikan di bawah, ya! Jangan lupa ikuti KINCIR untuk informasi seru terkait film atau serial lainnya.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.