Menimbang Mikrotransaksi di Mobile Legends, Apakah Sudah Cukup Adil?

– Menyelisik praktik mikrotransaksi di Mobile Legends, apakah sudah cukup adil atau memberatkan pemain?
– Kalian sebagai pemain setia game ini pasti pernah ngerasa “gatal” untuk membeli Hero atau skin.

Pada April 2020, dilaporkan oleh Sensor Tower jika angka pendapatan Mobile Legends menyentuh hingga 9 juta dolar Amerika. Jumlah pemain hariannya pun disebut bisa mencapai 20 juta pemain setiap harinya. Sementara itu, di Indonesia, game besutan Moonton ini jadi salah satu yang terpopuler dengan ekosistem esports yang sangat hidup.

Angka pendapatan yang bisa dibilang sangat fantastis ini terhimpun dari sistem mikrotransaksi di dalam game. Ada puluhan Hero yang bisa pemain pilih. Namun, enggak semuanya bisa dimiliki kecuali kalian rela membeli Diamond untuk langsung menjajalnya. Game ini pun doyan banget merilis Hero baru yang di dalam permainan selalu tampil unik (baca: overpowered alias OP) dan menjadikannya sangat menggoda untuk dibeli.

Melihat fenomena tersebut, muncul pertanyaan menggelitik yang mungkin ada di benak kalian sebagai pemain Mobile Legends. Kira-kira, apakah aspek permainan yang bisa pemain berdayakan dengan membelinya ini merupakan strategi pemasaran dari sang empu? Atau justru langkah ini membuat permainan enggak seimbang dan merugikan? Yuk, ikuti penelusuran KINCIR berikut ini!

Harga Satu Hero Setara Makan Malam di Restoran

Di dalam game MOBA seperti Mobile Legends, komposisi karakter atau Hero punya pengaruh penting kepada permainan. Oleh karenanya, pilihan Hero alias strategi drafting terbaik bisa jadi penentu untuk meraih kemenangan. Apalagi, jika pemain enggak memiliki Hero tertentu di game. Rasanya seperti ada semacam kewajiban untuk memilikinya sehingga jalan pintas untuk membeli karakter tersebut dirasa harus dibeli.

Model mikrotransaksi yang rasanya sangat memberatkan ini bisa kita lihat dari harga Hero di Mobile Legends yang dibanderol sangat mahal. Satu Hero baru, biasanya dihargai 599 Diamonds yang jika dihitung berada di angka Rp180 ribu.

Bisa bayangkan pendapatan Mobile Legends yang memiliki jutaan pemain jika mereka merilis Hero baru. Moonton pun enggak pernah menjadwal perilisan Hero baru namun biasanya dirilis setiap satu atau dua bulan sekali. Di satu musim permainan, bisa ada Hero baru sekitar tiga atau lima.

Bagi pemain yang enggak mau mengeluarkan uang, opsi menabung Battle Points (BP) jadi langkah yang bisa ditempuh. Sayangnya, gold yang diberikan oleh sang pengembang sangat sedikit.

Jika dihitung-hitung, setiap harinya hanya ada sekitar 800 BP yang bisa dikumpulkan dengan terus bermain dan menyelesaikan quest harian. Harga Hero baru di Tier tertinggi biasanya dibanderol 32.000 BP sehingga dalam jangka waktu satu bulan, kita baru bisa membeli Hero baru. Itu pun jika kalian bermain secara rutin per harinya.

Selain menabung BP, sebenarnya Mobile Legends juga membagikan Hero gratis yang bisa dijajal setiap minggunya. Namun, fitur ini hanya bisa dipakai untuk mode Classic atau Brawl yang enggak menaikkan Rank pemainnya.

Ada opsi lain untuk mencoba Hero gratis yang dibagikan secara trial, yakni lewat langganan Starlight Member seharga Rp150 ribu per bulan. Namun, kembali lagi bahwa Hero yang dibagikan secara gratis bersifat acak.

Pemain enggak bisa memilih Hero secara spesifik terlebih dari role yang hendak dipakai. Dengan durasi satu minggu, setelahnya Hero yang dibagikan juga bakal dirotasi dan jadi enggak bisa dimainkan lagi untuk mode Ranked.

Problema Efek Status dari Skin dan Kosmetik

Selain Hero atau sistem Emblem, skin juga merupakan barang yang bisa pemain beli dan koleksi. Dari pertama kali Mobile Legends dirilis, mereka mengusung efek skin dengan tambahan angka status yang mencuatkan indikasi kecurangan. Meskipun angkanya terbilang sangat kecil, efek skin tentu mendorong kemampuan maksimal setiap Hero sehingga pertimbangannya, skin bisa membuat Hero tampil lebih kuat.

Di turnamen esports Mobile Legends, keberadaan skin sempat dilarang karena menimbulkan efek status. Tim besar seperti EVOS Esports malah sempat terkena diskualifikasi di ajang Garuda Cup, Mei 2018 silam. Kala itu setiap peserta dilarang memakai kosmetik. Untungnya, sang pengembang pun sempat menginisiasi sistem anyar sehingga efek status dari skin akhirnya bisa dimatikan di Custom Lobby sehingga turnamen bisa berjalan dengan lebih efisien ke depannya.

Dengan efek status, keberadaan skin mungkin jadi syarat untuk memaksimalkan potensi Hero dari tambahan status. Di tier tertinggi, baik itu rank Legend maupun Mythic, keberadaan skin menjadi lebih sering. Meski begitu, enggak sedikit juga pemain kasual yang memang mengoleksi skin hanya untuk pamer saja.

Berbeda dengan harga Hero, biasanya harga skin dibanderol lebih murah. Skin biasa dari setiap karakter dibanderol seharga 180 Diamonds yang jika dirupiahkan sekitar Rp200 ribu. Efek status yang dihadirkan juga tetap sama meski ada grade dari kosmetik di dalam game ini. Oleh karenanya, skin lebih murah tetap menjadi primadona dan laris diboyong oleh pemain yang ingin memaksimalkan potensi kemenangan.

Dalam beberapa kesempatan, Moonton juga terlihat doyan memberikan promosi skin dari Hero yang sering dipakai oleh pemain. Beberapa Hero baru yang dirilis juga ada yang langsung dihadiahkan kepada pemain dalam event-event tertentu. Enggak hanya itu saja, banyak juga skin edisi khusus yang bisa pemain dapatkan jika beruntung menggelar gacha dari tiket yang dibagikan gratis.

Skin Zodiak, Lucky Spin, dan Magic Wheel Rasa Lotere?

Selain bisa dibeli langsung di Shop, ada juga skin eksklusif yang hanya bisa didapat dari sistem gacha. Skin Zodiac hanya bisa didapatkan dari fitur Zodiac Summon dan menggunakan konsep lotere alias undian.

Pemain harus “membakar” Diamond miliknya setiap melakukan undian. Dari 20 Diamond setiap sekali tarik, pemain bisa mendapatkan 1 hingga 5 Star Power dan jika bisa memenuhi 100 Star Power, nantinya kita bisa mendapat skin Zodiac yang sedang dirilis.

Karena skin ini enggak bisa dibeli di Shop, pemain harus rela membeli banyak Diamond yang jika dihitung berada di angka sekitar 400 Diamonds hingga 2.000 Diamonds. Jika dirupiahkan, kita bisa merogoh kocek dari Rp150 ribu hingga Rp600 ribu untuk mendapat skin eksklusif ini. Sebagai gambaran, video di bawah ini bisa jadi perkiraan seberapa banyak Diamonds yang harus kalian “bakar” untuk mendapatkan skin Zodiac.

Selain Zodiac Summon ada dua fitur lain di shop yang menggunakan lotere semacam ini, yakni Magic Wheel dan Lucky Spin. Fitur yang hampir mirip ini sama-sama memberikan kesempatan pemain untuk mengumpulkan Emblem, Hero, maupun skin eksklusif.

Sementara itu, Lucky Spin bisa diundi dengan Ticket yang notabene mudah dikumpulkan setiap minggu dan akhir season sementara Magic Wheel menggunakan Crystal of Aurora yang dihargai seperti Diamond. Oleh karenanya, Magic Wheel bisa dibilang sangat menyiksa pemain jika ingin mendapatkan skin berkelas Spesial dan Epic serta Hero yang mereka undi.

Masalah undian ini sempat membuat mikrotransaksi di game RPG yang berbasis penguasaan banyak karakter dirundung stigma “judi” yang sangat melekat. Dalam sistem gacha, kini terdapat regulasi yang membuat kesempatan pemain, biasanya dalam bentuk persentase, untuk mendapatkan karakter tinggi yang diunggulkan wajib dicantumkan.

Sistem Emblem Bikin "Bakar" Duit

Enggak hanya Hero dan skin, pemain juga wajib menaikkan sistem Emblem di dalam permainan agar karakter Hero bisa mengeluarkan potensi terbesarnya. Lagi-lagi, Mobile Legends terkesan memberatkan pemain untuk menaikkan Emblem. Sebab, sistem pembeliannya masih diundi dari Emblem Matrix serta Emblem Chest yang memberikan pemain Emblem secara acak. Padahal, tentu ada role dan Emblem yang ingin dinaikkan lebih dulu oleh para pemainnya.

Selain mengumpulkan Battle Point, pemain juga bisa menggunakan tiket untuk melakukan draw. Sayangnya, tiket yang dibutuhkan sangat besar untuk mengumpulkan Emblem ini. Bagi pemain baru, tentu menaikkan Emblem akhirnya jadi sangat berat jika harus menghabiskan ribuan jam main lebih dulu.

Setiap Emblem butuh 60 level hingga menyentuh maksimal. Jika dihitung-hitung, butuh ratusan ribu Battle Point jika pemain ingin menghabiskannya untuk membuka Emblem Chest sampai level Emblem berangsur maksimal.

Sebagai pembanding, sang rival Mobile Legends, yakni Arena of Valor juga menginisasi sistem serupa yang mereka sebut sebagai Arcana. Kurang lebih, Arcana dalam AOV memang mengambil inspirasi dari sistem Mastery di League of Legends sehingga lebih personal kepada Hero ketimbang sistem Emblem dalam Mobile Legends.

Kehadiran sistem seperti ini tentu mencuatkan problema tersendiri karena pemain baru hanya harus mengorbankan waktu atau uang miliknya jjika ingin mendapat kesempatan menang yang lebih besar. Namun, tentu semua balik lagi kepada permainan terbaik sehingga enggak jarang pemain yang memiliki skin dan Hero baru sering diejek jika enggak mampu memenangkan pertandingan.

Perbandingan Mikrotransaksi di Game Lain

Salah satu game yang bisa dibilang berani menggratiskan semua karakternya, yakni Dota 2 terbukti bisa mendapatkan penghasilan signifikan dari penjualan kosmetik miliknya. Setiap Hero baru yang dirilis selalu digratiskan oleh game ini sehingga pemain memang hanya menikmati skin sebagai kosmetik saja di dalam permainannya. Malah, game ini selalu berhasil mengumpulkan prize pool yang sangat tinggi di ajang turnamen dunia tahunan miliknya, The International berkat penjualan kosmetik saja.

Game mobile populer lain semisal PUBG Mobile juga bisa dibilang menginisiasi sistem yang baik karena kosmetik miliknya enggak memberikan efek tertentu. Berbeda dengan Free Fire yang menyediakan pilihan karakter serta menginisiasi banyak mikrotransaksi di dalamnya. Serupa dengan Mobile Legends, setiap karakter juga diberi pilihan spesialisasi yang sangat sulit untuk dinaikkan dan jika ingin tampil lebih kuat harus dibeli dengan uang.

Di sisi lain, kebiasaan menjual karakter di game MOBA memang lebih dulu diinisiasi oleh League of Legends. Jika dihitung-hitung, harga satu Champion termahal sekitar 975 Riot Points (RP). Para pemain LoL di Indonesia bisa membeli Garena Shell untuk mendapatkan RP yang jika dirupiahkan, berarti satu Champion termahal dihargai sekitar kurang dari Rp100 ribu, sedikit lebih murah ketimbang harga Hero di Mobile Legends.

Meski begitu, Mobile Legends setidaknya menyediakan banyak quest interaktif sehingga akhirnya pemain bisa mengumpulkan banyak Battle Point. Di League of Legends, pemain rasanya harus berdarah-darah mengumpulkan Blue Essence (BE) dari permainan lantaran satu Champion termahal biasa dihargai 6300 BE sementara quest harian hanya dihargai 80 poin saja. Di setiap Season, barulah pemain League of Legends akhirnya bisa mengumpulkan banyak BE yang didapat dari rank kala mereka bermain.

Sistem yang Sudah Cukup Adil?

Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa mayoritas game, baik yang kompetitif maupun kasual, menerapkan praktik mikrotransaksi. Terlebih Mobile Legends yang telah cukup lama “betah” dengan sistem ini. Namun, apakah kebijakan ini sudah cukup adil bagi pemain maupun developer sebagai pengembang game? Ataukah justru lebih memberatkan pemain?

Memang, dari perspektif balancing gameplay, membayar sesuatu yang bisa memperkuat karakter in-game terasa kurang adil. Namun, peningkatan status bisa diakali dengan mengumpulkan aset lain. Jika tidak mau mengeluarkan uang, kalian bisa mengorbankan banyak waktu untuk melakukan grinding dan mengumpulkan Battle Point untuk membeli Hero, mengoleksi tiket untuk membeli Emblem, atau Fragment untuk jajan skin.

Lalu, ke manakah larinya uang yang digunakan pemain untuk membeli Diamond atau konten lain seperti keanggotaan Starlight? Jika kita lihat dari satu sisi, Moonton memang sudah jelas untung besar dan bahkan terkesan tamak. Namun, kita juga harus melihat dari sudut pandang developer yang terus menerus memperbarui konten demi keberlangsungan game.

Yap, Praktik marketing seperti ini terbilang lazim lantaran developer memang berhak mengumpulkan penghasilan dari penjualan aset di dalam game. Lagipula, perbaikan demi perbaikan, baik dari segi konten seperti “Project Next” yang baru aja digulirkan maupun tampilan game, terus dilakukan Moonton untuk Mobile Legends sehingga permainan tetap terasa menarik.

Sayangnya, untuk saat ini, apa yang pemain beli pada akhirnya enggak bisa ditukar kembali. Berbeda dengan sistem Community Market yang ada di dalam Steam sehingga akhirnya pemilik skin di Dota 2 bisa menjual kembali apa yang mereka dapatkan di dalam game. Terlebih, aspek permainan di Mobile Legends yakni Hero, skin, serta Emblem punya pengaruh terhadap kesempatan menang di dalam game.

Namun, bukannya mustahil Mobile Legends bisa menerapkan sistem yang sama selama Moonton terus peka dengan apa yang diinginkan fanbase seperti Valve dengan Dota 2. Lagipula, Mobile Legends diibaratkan masih dalam tahap perkembangan. Valve pun butuh waktu hingga bertahun-tahun untuk bisa membuat The International sebesar sekarang.

***

Praktik mikrotransaksi yang rumit dan memberatkan pemain ini bisa dilihat dari interface-nya yang sangat banyak di dalam game. Namun, harus kita sadari bersama bahwa praktik marketing seperti ini terbilang lumrah lantaran developer memang berhak mengumpulkan penghasilan dari penjualan aset untuk perbaikan dan inovasi pada gamenya.

Meski pemain bisa membeli Hero, Emblem, dan, skin untuk menaikkan kemampuan dan status, rasanya Mobile Legends masih memberi ruang yang baik karena pemain masih bisa mengumpulkan mata uang di dalam game. Lagipula, balancing pada gameplay masih terbilang adil dengan adanya sistem ranking serta kesempatan untuk membeli aset dengan Battle Points atau mata uang lainnya.

Nah, bagaimana menurut kalian dengan praktik mikrotransaksi di Mobile Legends ini? Jangan sungkan untuk bagikan kesan kalian di kolom komentar bawah, ya! Terus ikutin juga tulisan menarik lainnya seputar game hanya di KINCIR.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.