Profesi Kru Film Porno, Tak Semanis yang Dibayangkan!

– Cerita di balik profesi sebagai kru film porno, terutama di Amerika Serikat.
– Bagaimana cara para kru film dewasa menghadapi kendala internal maupun eksternal?

Konsep syuting dan produksi film porno pada dasarnya enggak jauh berbeda sama yang terjadi kepada film konvensional. Ada aktor atau aktris, ada naskah yang harus dihafalkan, ada art director, ada sutradara, ada kru lighting, dan tentu saja ada para kru yang bertugas di lapangan.

Film porno memang sesuatu yang digemari oleh banyak orang. Di Indonesia, meskipun situs-situs porno diblokir, para pengguna tetap niat mengakses mereka semua lewat VPN, bahkan berlangganan.

Via Istimewa

Bahkan, pada 2015, Indonesia tercatat sebagai negara dengan pengakses situs porno terbanyak ketiga. Kemudian, pada Maret 2020, pengguna PornHub bahkan meningkat sampai 5,7% lho. Jadi, nonton film porno adalah sesuatu yang sulit dihindari, terlebih di saat banyak orang harus membatasi diri untuk keluar rumah.

Kondisi ini memunculkan anggapan kalau kru “film biru” adalah deretan orang yang beruntung. Bayangin aja, mereka enggak perlu membuka situs porno dan berlangganan buat menikmati konten semacam itu. Bahkan, mereka bisa berdekatan sama para artis film porno dengan gaya yang seksi.

Nah, apakah anggapan itu benar adanya? Telusuri bagaimana para kru film porno bekerja di lapangan, dan apa yang mereka rasakan tentang hal itu. Mari simak di bawah ini!

Hal Menggairahkan yang Jadi Biasa Aja

Intimasi, aura seksi, dan segala gaya bercinta agresif bikin film dewasa terlihat sangat menggairahkan. Pertanyaannya, apakah sang sutradara juga merasakan hal yang sama?

Liselle Baily, seorang sutradara asal Inggris, dalam proyek berjudul My Wife and Her Lovers, mengatakan bahwa pada pembuatan film porno, kadang seks dilakukan terlebih dahulu, kadang juga akting dulu, baru hubungan seksual. Semuanya tergantung bagaimana film berjalan.

Via Istimewa

“Namun karena ini (syuting film porno) sudah jadi kegiatan rutin, saya merasa biasa-biasa aja,” ujar Baily. “Hal paling aneh yang dulu pernah aku rasakan ketika pertama berkecimpung di dunia ini adalah, ada orang-orang yang berhubungan seks, tetapi orang lain (para kru) berbincang dan berperilaku layaknya orang pada umumnya”, lanjut Baily saat diwawancara oleh Come Curious terkait bagaimana perasaannya pada saat mengarahkan para aktor dan aktris film porno

Come Curious lalu memperlihatkan bagaimana aktivitas Baily di lokasi syuting. Layaknya sutradara film pada umumnya, Baily akan mengatakan kebutuhannya kepada asisten sutradara dan kru lain, mengatur bagaimana properti harus diletakkan, memperhatikan lighting, dan mengarahkan para artis film porno. Semuanya dilakukan secara profesional dan sama sekali enggak ada kesan “intimasi” dalam hal tersebut.

Bailey juga mengakui “tekanan” yang kerap dia rasakan. Misalnya, ketika syuting enggak berjalan sesuai rencana atau ada masalah sama talent. Segala hal harus cepat dan harus berjalan sesuai rencana.

Bahkan, tata letak selimut dalam adegan ranjang pun harus diperhatikan, enggak boleh asal-asalan. Selain itu, untuk membuat sebuah film porno yang berkualitas, diperlukan lebih dari sekadar adegan seks.

“Penonton udah sering melihat adegan seks. Mereka membutuhkan sesuatu yang lebih menarik, seperti ketika sang aktris pergi ke suatu tempat, makan, dan sebagainya.”, begitu yang diungkapkan oleh Rizu Suzuki, sutradara film porno Jepang alias JAV dari rumah produksi Momotaro.

Via Istimewa

Dia enggak pernah berniat untuk berkarier di dunia JAV. Semua terjadi begitu saja, pada saat dia keluar dari pekerjaannya dan mencari karier baru. Saat itu, dia ditawari buat bekerja di rumah produksi JAV sebagai humas dan pernah juga menjadi sales marketing.

Menurutnya, inovasi itu penting, enggak sekadar buat penonton, tetapi juga para kru. Ia mencontohkan penggunaan iPhone sebagai perekam dalam film Yariman Wagon. Penggunaan iPhone, selain mempermudah para kru, juga membuat adegan terlihat kasual dan natural. Penonton bakal menikmati itu karena enggak kelihatan terlalu scripted alias dibuat-buat.

Proses Pembuatan Film yang Serius

Meskipun cenderung berada di satu lokasi, tanpa CGI yang ribet dan aktor yang banyak, pembuatan film porno tetap sesuatu yang serius.

Dalam film porno lesbian karya sutradara Bree Mills misalnya, semuanya dilakukan secara terencana. Para aktris harus datang jauh sebelum syuting dimulai karena ada beberapa proses yang harus mereka lewati. Berikut video behind the scene singkatnya.

Pertama-tama, mereka harus dirias dan berganti baju sesuai dengan apa yang ada di naskah. Proses ini enggak jauh beda sama proses rias film pada umumnya. Kemudian, mereka mengikuti briefing dari sutradara dan orang lain yang terlibat di dalam produksi, untuk memastikan bahwa mereka sudah paham bagaimana adegan akan berlangsung.

Saat proses syuting dimulai, kameramen dan sutradara bakal mengarahkan bagaimana para aktris harus berpose. Bahkan, ada art director yang membuat sketsa dari pose-pose para aktris itu, loh. Syuting ini berlangsung dari pagi hingga sore atau malam hari, karena mencakup proses brainstorming, diskusi, belum lagi kalau ada re-shoot adegan.

Makanya, enggak mengherankan salah satu aktris dalam proyek Mills bilang, “Proses syuting film porno itu bikin capek banget. Kaki saya sakit. Ini bener-bener kayak olahraga.”

“Syuting film porno itu enggak sekadar datang, melakukan hubungan seksual, terus pulang,” begitu yang diucapkan oleh aktris lain. Di dalam pembuatan film porno, semua yang terlibat serius dalam melakukan pekerjaannya, baik para aktris, maupun para kru.

Memperkuat argumentasi itu, Bree Mills berkata, “Kami bekerja di sini karena ini (dunia porno) adalah dunia kami. Penghidupan kami. Sebuah proyek kreatif.”

Via Istimewa

Sebagai seorang sutradara film porno yang lekat sama film-film dengan tema lesbian, Bree Mills memang punya passion yang tinggi. Untuk mengerjakan proyek Girl Core, dengan tema guru dan murid, Mills bahkan membuat konsepnya berbulan-bulan!

Dalam wawancara bersama Sean Lawless, Steve Johnson, seorang manajer produksi film porno, sempat menjelaskan beberapa hambatan dalam produksi film semacam itu. “Kadang, ada masalah sama para cewek (talent). Entah mereka enggak mau dateng, kena flu, atau ada masalah lain. Itu adalah hal yang paling berat menurut saya, karena harus memutar otak untuk menyelamatkan rencana supaya semuanya tetap berjalan lancar.”

Cancellation atau pembatalan oleh para aktris, menurut Steve Johnson, adalah salah satu hal yang paling sering terjadi. Bahkan, dalam seminggu, hal tersebut bisa terjadi satu sampai dua kali, dan itu menghambat proses syuting. Pembatalan karena sakit flu adalah hal yang wajar banget terjadi karena dalam kondisi flu, seorang aktris porno sebaiknya enggak tampil.

Protokol kesehatan para bintang porno memang ketat. Bahkan, terdapat protokol khusus bernama Personal Ability Security Services (PASS). Soalnya, aktivitas seksual bintang film dewasa memang rentan sama penularan penyakit.

Industri seks memang legal di beberapa negara. Misalnya di Jepang, di Inggris, di Jerman, Belanda, dan tentu saja di berbagai negara bagian Amerika Serikat. Jadi, enggak ada, deh, cerita penggrebekkan syuting film porno seperti yang pernah terjadi di Parung Bogor.

Via Istimewa

Namun, para pemain dan pelaku lainnya harus berusia di atas 18 tahun dan para pelakunya harus punya kesadaran penuh saat melakukan hal itu. Kalau enggak, mereka bakal mendapatkan hukuman berat, seperti yang pernah terjadi di Jepang, lantaran beberapa rumah produksi memakai banyak aktris di bawah umur.

Selain itu, negara kayak Jerman misalnya, melarang syuting porno di ruang publik, seperti di bus sekolah. Hal tersebut pernah dilakukan oleh seorang sopir bus dan bikin banyak orang jijik naik bus sekolah.

Selain itu, di beberapa tempat, produser juga harus membayar biaya izin. Di Los Angeles sendiri, biayanya sudah mencapai 1.671 dolar (sekitar Rp24 juta). Itu belum termasuk honor aktris, aktor, kru, peralatan, dan sewa tempat (kalau berlokasi di luar studio).

Via Istimewa

Hal yang lebih menakjubkan soal proses produksi film dewasa terlihat dalam pembuatan voice over oleh para foley artists. Enggak banyak yang tahu bahwa ada banyak suara dalam film yang enggak berasal dari proses syuting, tetapi ditambahkan oleh para seniman voice overs dengan proses-proses yang unik, seperti menggunakan ember, penyiram tanaman, bahkan sepatu boot. Proses semacam itu juga berlaku dalam film porno.

Suara desahan, suara ludah, suara gerak tangan, dan suara persenggamaan di film porno terdengar dengan begitu jelas. Hal tersebut terjadi tidak hanya terjadi karena mikrofon yang berada di dekat para aktor dan aktris, tetapi karena tambahan suara dari para foley artists. Nah, inilah salah satu contoh proses dubbing film porno di Jerman, di mana dubber-nya adalah seorang ibu-ibu! Kalian bisa lihat videonya di bawah ini!

Industri yang Jarang Bersahabat sama Para Kru

Banyak orang yang bikin pembahasan bahkan dokumenter soal kehidupan para artis film porno, misalnya seperti Hot Girls Want atau After Porn Ends. Namun, jarang ada pihak yang mengulas soal para kru film. Padahal, ada beberapa aspek dalam pekerjaan yang bikin nasib mereka lebih "mengenaskan" daripada para aktor-aktris, terutama di musim COVID-19 ini.

Protokol kesehatan blue films di Amerika Serikat memang bagus, sayangnya, itu hanya berlaku untuk para aktor dan aktris. Para kru dan sineas terkait hanya memiliki akses buat membuka data PASS untuk melihat screening kesehatan para aktor dan aktris, sehingga mereka bisa memastikan apakah seorang aktor/aktris layak tampil atau enggak.

Via Istimewa

Ketika para aktris dan aktor porno bisa tampil solo dan mendapatkan uang dengan merekam diri mereka sendiri sambil karantina di rumah, hal yang sama enggak bisa dilakukan para kru. Jadi, wabah COVID-19 ini cukup berdampak pada mereka secara finansial.

Bekerja di industri porno, meskipun enggak di depan layar, terkadang bikin kalian dianggap remeh sama temen-temen. Ali Brightwell, seorang asisten produksi dan penanggung jawab lighting dalam film-film porno Inggris mengatakan bahwa orang tuanya sudah tahu pekerjaannya dan itu bukan masalah buat mereka. Brigtweel bilang, “saya enggak ngasih tahu keluarga yang sudah tua (kakek dan nenek). Saya cuma bilang bahwa saya kerja di rumah produksi.”

“Orang-orang kadang menganggap bahwa apa yang saya lakukan enak banget, tiap hari liat payudara dan semacamnya. Mereka enggak paham kalau kita ini juga kerja dan memproduksi sesuatu,” lanjutnya.

Via Istimewa

Selain agak diremehkan, masalah pendapatan juga menjadi sebuah kesenjangan antara kru film dan para artis. Rata-rata aktris film porno di Amerika Serikat dibayar sebesar 300 dolar—500 dolar (sekitar Rp4—7 juta) untuk penampilan solo, 800 dolar (sekitar Rp11,5 juta) untuk adegan lesbian, 1.000 dolar (sekitar Rp14,5 juta) untuk straight scene alias hubungan seks dengan penetrasi pada vagina, 1.200 dolar (sekitar Rp17,5 juta) untuk seks anal, dan 4.000 dolar (sekitar Rp58,5 juta) untuk double-penetration.

Sementara itu, aktor porno dibayar 50 dolar (sekitar Rp730 ribu) untuk adegan blowjob, 200—600 dolar (sekitar Rp3—8 juta) untuk straight scene, dan 500—1000 dolar (sekitar Rp7—14,5 juta) untuk gay scene.

Bagaimana dengan para kru? Kru biasa dan make-up artist dibayar 150 dolar (sekitar Rp2 juta), penata cahaya dibayar 350 dolar (sekitar Rp5 juta), teknisi lighting dan kru properti 600—800 dolar (sekitar Rp8—11,5 juta), still photographer 500 dolar (sekitar Rp7 juta), sound engineer 200—400 dolar (sekitar Rp2—6 juta), kameramen sebesar 500—700 dolar (sekitar Rp7—10 juta), dan sutradara sebesar 5.000 dolar (sekitar Rp73 juta).

Kalau dilihat lagi, bayaran tertinggi rata-rata memang didapatkan oleh para aktris serta sutradara tentunya. Aktor dan kru bayarannya enggak terlalu besar.

Bayaran aktris yang begitu tinggi terjadi karena para cewek adalah "bintang" di dunia film porno. Kebanyakan orang membuka situs porno untuk melihat para bintang cewek. Selain itu, risiko kesehatan tertinggi pun ada di pihak cewek, terutama dalam proses anal.

Menjadi kru film porno sama capeknya dengan kru pada proyek film jenis lain. Bagi para penonton, pekerjaan mereka terlihat menyenangkan. Akan tetapi, kalau kalian sudah terlalu terbiasa melihat sesuatu, hal itu jadi enggak istimewa lagi. Terlebih kalau kalian dikejar tenggat dan target produksi.

Namun, minat menjadi kru film porno tetap ada saja. Karena biar bagaimanapun, banyak kru yang meyakini bahwa hal tersebut adalah sebuah karya dan mata pencaharian yang memberikan mereka uang meski yang mereka produksi adalah konten film porno,

***

Jadi, masih ada yang minat menjadi kru film porno enggak melihat fakta-fakta ini? Atau malah kalian jadi penasaran sama dunia ini?

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.