(REVIEW) The Red Sea Diving Resort (2019)

The Red Sea Diving Resort
Genre
  • drama
  • Sejarah
  • thriller
Actors
  • Mbulelo Grootboom
  • Michael Kenneth Williams
  • Sizo Mahlangu
Director
  • Gideon Raff
Release Date
  • 30 July 2019
Rating
5 / 5

*(SPOILER ALERT) Artikel ini mengandung sedikit bocoran film yang semoga saja enggak mengganggu buat kalian, ya.

Pada 2018, BBC merilis reportase soal pergerakan Israel dalam menyelundupkan ribuan Yahudi Etiopia dari 1970-an sampai 1980-an. Terungkap bahwa salah satu bagian dari usaha Mossad (badan intelijen Israel) adalah menyewa resor di Sudan untuk menyamarkan misi mereka. Hal inilah yang diadaptasi oleh Gideon Raff dalam The Red Sea Diving Resort.

Film orisinal Netflix yang rilis pada 31 Juli 2019 ini menawarkan kisah mata-mata dalam sebuah misi penyelamatan. Untuk melancarkan misi penyelamatan tersebut, enggak tanggung-tanggung intelijen Israel menyewa dan menjalankan resor bernama Red Sea Diving Resort.

Meski awalnya resor ini hanyalah sebuah hotel palsu, tapi banyaknya pengunjung yang datang membuat penyamaran mereka bahkan lebih baik lagi.

Netflix menggandeng Chris Evans yang menjadi Guy Thomas alias Ari Levinson, agen Israel yang mengepalai misi penyelamatan tersebut. Buat kalian yang mau lepas kangen sama Chris Evans selepas Avengers: Endgame (2019), puas-puasin aja dengan nonton film ini.

 

Kisah Nyata yang Dibalut Nyata

Kisah penyelamatan dan pengelolaan “hotel palsu” memang benar terjadi. Ya, memang cuma sebatas itulah adaptasi yang dilakukan oleh Gideon Raff, sang sutradara sekaligus produser film ini.

Dari segi ide cerita, The Red Sea Diving Resort memang cukup banyak memasukkan bumbu-bumbu lain dalam plotnya. Sayangnya, bumbu yang diberikan malah bikin film ini “Hollywood banget”.

Sebagaimana kalian bisa lihat Vietnam yang digambarkan buruk banget oleh Hollywood dalam film seri Rambo, film ini pun meninggikan “kulit putih”.

Orang-orang kulit hitam menjadi korban sekaligus penjahat. Memang, sih, militer Sudan dan pergolakan sosial di Etiopia pada masa itu berbahaya dan buruk banget.

Akan tetapi, bahkan Michael K. Williams (12 Years a Slave) yang menjadi Kebede Bimro, orang Etiopia yang membantu menyelundupkan warganya, punya jatah tampil yang minimal banget.

Chris Chalk (Kolonel Abdel Ahmed) pun seharusnya terlihat berbahaya dan mengancam, malah jadi kayak guyonan. Selain bikin kulit putih anak emas, film ini juga menomorduakan peran pemain kulit hitam, sampai kalian enggak bisa mengingat mereka.

Misi Berbahaya yang Terlihat Mudah

Jelas bahwa misi penyelamatan dalam film ini adalah misi yang berbahaya. Namun, beberapa karakter malah menganggap misi ini sebagai lelucon pada awalnya. Meski begitu, hal ini bikin penyamaran mereka sempurna.

Nyatanya, tentu semua enggak semulus yang ada di film. Bahayanya, hal inilah yang enggak disampaikan dalam The Red Sea Diving Resort. Film ini malah kelihatan terlalu menonjolkan resor dan orang-orang kulit putih yang mengelolanya.

Alhasil, jadi membelokkan fokus dari permasalahan sebenarnya. Orang-orang Yahudi di Etiopia yang mencari suaka ke Israel dan kenapa pemerintah Israel akhirnya mau membantu mereka.

 

Mencoba "Main Aman"

Entah ini bagian dari main aman atau bukan, tapi yang jelas enggak ada sama sekali unsur politis yang diangkat dalam film ini. Penyebutan nama presiden Sudan dan baku tembak yang terjadi di gedung pemerintahan jadi terkesan kacangan.

The Red Sea Diving Resort jadi terkesan menampilkan agen mata-mata yang main-main karena plotnya bikin film ini malah kayak film aksi yang menyenangkan, semacam film superhero aja.

Ditambah lagi, Chris Evans (Ari Levinson) bahkan enggak bisa lepas dari pesona Captain America-nya dengan naskah yang ada. Yap, dalam film ini, kalian masih bakal bisa melihat gaya kepemimpinan Cap yang dulu bikin Tony Stark kesal.

Jadi, bisa dibilang, menempatkan Chris Evans sebagai person in charge dalam misi penyelamatan ini juga enggak sepenuhnya aman.

Luput Tonjolkan Sisi Kemanusiaan

Ketiadaan unsur politis dalam The Red Sea Diving Resort memang bikin semua tindakan dalam film ini jadi kelihatan dibuat murni untuk kemanusiaan. Sayangnya, bahkan sisi kemanusiaan itu juga enggak menonjol. Sebaliknya, penyelamatan dramatis yang seharusnya bikin terenyuh malah cuma jadi adegan sampingan.

Film ini justru lebih suka bermain dengan karakter orang-orang kulit putihnya. Konflik antara Ari dan Sammy Navon (Alessandro Nivola) bisa dibilang punya porsi yang berlebihan. Dan ini malah bikin karakter Ari yang diperankan Chris Evans semakin mirip Captain America.

Dua hal yang pasti: film ini mengangkat kisah heroik para agen Mossad dan ada Chris Evans dalam film ini. Barangkali, paket lengkap tersebut bikin Gideon Raff merasa penonton udah bakal simpati ketika menonton film ini.

Sayangnya, enggak banyak yang tahu kisah Mossad dan Operasi Solomon. Sebaliknya, lebih banyak yang tahu bahwa Chris Evans adalah Captain America, meski sebelum jadi Cap dia udah banyak bermain di film lain.

Hasilnya, Evans tetap jadi Cap dalam film ini dan Mossad serta Operasi Solomon-nya jadi terlihat kayak lelucon aja.

***

The Red Sea Diving Resort juga dibintangi oleh Haley Bennet (The Girl on the Train), Michiel Huisman (Game of Thrones), dan Ben Kingsley. Buat kalian yang penasaran pengin tahu sejauh mana film ini berhasil menggambarkan kisah heroik para agen Mossad, kalian bisa tonton The Red Sea Diving Resort ini di Netflix.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.