Perjalanan Sinetron Indonesia, dari Masa Kejayaan hingga Tergerus Kejar Tayang

Kalau ngomongin sinetron Indonesia, apa yang terlintas di benak kalian? Adakah sinetron yang setiap episodenya kalian setia ikuti sampai-sampai jadi topik perbincangan dengan teman-teman? Mungkin mayoritas anak muda Indonesia merasa sinetron adalah tontonan lebay, norak, dan ngaco.

Enggak bisa dimungkiri, kebanyakan tontonan layar kaca masa kini dibuat dengan menampilkan hal-hal seperti itu karena cenderung mengincar rating semata. Meski demikian, ada beberapa stasiun TV yang mulai berbenah diri dan menyajikan sinetron berkualitas dan menarik.

Nyatanya, sinetron Indonesia sempat mengalami masa kejayaannya. Pada jangka dekade 1980—1990-an, layar kaca kita diwarnai dengan beragam sinetron berkualitas yang menyasar penonton dari berbagai kalangan. Simak rangkuman perjalanan sinetron Indonesia di bawah ini, ya!

 

Awal Mula Sinema Elektronik Indonesia

Via Istimewa

Kata sinetron memang sudah menjadi lema yang terdaftar di KBBI. Namun, kata ini terbentuk dari penyingkatan sinema elektronik. Sesuai dengan terminologinya, sinetron mengacu kepada film yang dibuat khusus untuk ditayangkan melalui media elektronik, misalnya televisi. Karena jauh lebih mudah dijangkau ketimbang layar lebar, penayangan di layar kaca pun dibuat berseri dengan jadwal tertentu.

Tentu saja stasiun TV memiliki peran yang besar dalam produksi sebuah sinetron. Sepanjang perkembangan dunia hiburan Indonesia, sinetron sudah melewati berbagai masa dan menjadi tren tersendiri berkat kehadiran stasiun TV.

Via Istimewa

Sinetron yang disiarkan pertama kali adalah Losmen pada 1980. Tayang di TVRI, Losmen berkisah tentang kehidupan keluarga Pak Broto yang memiliki penginapan. Cerita setiap episode bergulir pada interaksi Pak Broto sekeluarga dengan para penyewa kamar. Dengan waktu siar cuma sekali dalam sebulan, penonton saat itu harus bersabar menunggu dalam waktu yang lama.

Pada 1985, muncul sinetron Aku Cinta Indonesia (ACI) yang tenar di kalangan anak remaja. ACI berkisah tentang tiga remaja bernama Amir, Cici, dan Ito yang memiliki kelebihan masing-masing di SMP Kota Kita. Cerita berputar pada masalah remaja dan persaingan mereka dengan Wati, antagonis dalam sinetron ini.

Via Istimewa

Beranjak ke era 1987, ada sinetron yang cukup tenar berjudul Keluarga Rahmat. Tokoh-tokoh di sinetron ini benar-benar relatable dengan keluarga pegawai negeri kelas menengah. Pak Sadikin, tokoh utama, merupakan pensiunan pegawai negeri. Enggak melarat, tapi juga enggak tajir melintir. Konfliknya pun terasa lekat dengan kalangan menengah Indonesia kala itu.

Dalam sinetron ini, ada tokoh legendaris bernama Bu Subangun yang omongannya ngalahin sambal cobek dan enggak hormat kepada suaminya. Antagonis ini, meskipun menyebalkan, tetap saja enggak bikin kita merasa kayak di dunia fantasi, tetap dekat dengan keseharian.

Via Istimewa

Tiga judul di atas ditayangkan di TVRI, stasiun TV milik negara. Jadi, enggak ada sasaran mengejar untung lewat iklan layaknya stasiun TV swasta. Saat itu, TVRI adalah satu-satunya stasiun TV yang menghibur rakyat Indonesia. Minimnya persaingan membuat paŕa pembuat program berkarya untuk menghibur masyarakat dengan idealisme mereka.

Judulnya saja sudah terdengar sederhana. Jadi, kalian enggak akan melihat adegan Hello Kitty direbus, istri dipukul sampai lebam, atau kuburan suami meledak.

Dekade 1990-an, Kejayaan Sinetron yang Penuh Ragam

Via Istimewa

Stasiun televisi Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) berdiri pada 24 Agustus 1989 dan mulai dinikmati masyarakat luas pada 1991. RCTI mengawali era baru sinetron dengan tema yang lebih modern, dekat dengan kehidupan ibukota, dan penayangan yang lebih sering, sekitar seminggu sekali.

Meski memiliki garis besar yang serupa, sinetron di masa tersebut mulai menunjukkan keragaman genre. Segala usia menjadi sasaran, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

 

Sinetron-sinetron Kekeluargaan

Salah satu sinetron bertema keluarga yang jadi dedengkot sinetron modern Indonesia di RCTI adalah Hati Seluas Samudra (1993). Berbeda dengan ACI atau Losmen, ceritanya lebih kompleks, mendayu-dayu, menjual mimpi, dan metropolitan-sentris. Sinetron ini berkisah tentang dua anak orang kaya yang harus menjalani kehidupann miskin karena sang ayah meninggal dan harta warisan mereka dikuasai sang paman.

Dibintangi oleh Anjasmara, Jeremy Thomas, Elma Theana, dan Paramitha Rusady, sinetron dengan 40 episode ini begitu tenar. Siapa, sih, yang enggak pengen dapet durian runtuh: berjodoh sama lelaki tampan yang (ternyata) tajir?

Memasuki 1994, ada sinetron unik yang mengusung budaya asli Indonesia dengan tetap mengusung suasana metropolitan. Judulnya adalah Si Doel Anak Sekolahan. Saking larisnya, sinetron ini sampai punya tujuh musim tayang. Bahkan, sinetron ini diangkat ke layar lebar pada 2018.

Kekuatan Si Doel Anak Sekolahan terletak bukan pada kumis memesona Rano Karno atau kecantikan abadi Maudy Koesnaedi dan Cornelia Agatha. Berbeda sama sinetron kekinian yang bikin kita kesal, penokohan di sinetron ini lebih realistis. Semua tokoh enggak ditampilkan sempurna, punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Misalnya Doel yang enggak bisa tegas, Sarah yang sumbu pendek, dan Zaenab yang selalu takut menentukan nasibnya sendiri.

Via Istimewa

Ngomongin tema keluarga, tentu kita enggak bisa lupa dengan Keluarga Cemara. Sinetron ini mengisahkan keluarga yang awalnya kaya raya. Karena usaha Abah bangkrut, mereka terpaksa hidup miskin. Senasib dengan Si Doel Anak Sekolahan, sinetron ini juga banyak penggemarnya sampai-sampai diadaptasi ke layar lebar pada akhir 2018.

Sinetron lain bertema cinta keluarga yang populer adalah Satu Kakak Tujuh Ponakan (1996) yang berkisah tentang cerita di sebuah keluarga besar. Dibintangi Sandy Nayoan, Novia Kolopaking, Epy Kusnandar, dan Ceria Hade, sinetron ini punya soundtrack  yang asyik serta cerita yang manis dan sederhana.

 

Sinetron Penuh Drama Cinta

Di dekade 1990-an, beragam sineton bertemakan drama cinta menghiasi layar kaca. Selain Hati Seluas Samudra, ada juga beberapa sinetron cinta yang laris manis. Misalnya Cinta (1999) yang diadaptasi dari novel berjudul Seandainya Aku Boleh Memilih karya Mira W., Badai Pasti Berlalu (1997) dari novel Marga T., Karmila (1998), Janjiku (1997), hingga Noktah Merah Perkawinan (1996).

Via Istimewa

Nuansa sinetron-sinetron ini beda banget dibanding Si Doel Anak Sekolahan atau Satu Kakak Tujuh Ponakan. Tokoh utama perempuan dan pria digambarkan begitu sempurna: mapan, cantik/ganteng, dan baik hati. Beberapa adegan memang didramatisasi, tapi perjalanan plotnya enggak bikin kita naik pitam. Atalarik Syah, Paramitha Rusady, Desy Ratnasari, Dian Nitami, dan Ayu Azhari adalah bintang-bintang besar yang lekat dengan sinetron romansa di era tersebut.

 

Kisah Anak Muda yang Segar

Saking beragamnya sinetron pada masa itu, segala kalangan jadi sasaran. Enggak terkecuali remaja. Contoh sinetron remaja yang populer tentu saja Lupus (1995—1997) yang kemudian dilanjutkan dengan Lupus Millenia (1999—2001).

Baik di versi film maupun versi sinetron, kisah yang diangkat dari novel Hilman Hariwijaya ini digandrungi banyak orang. Kisahnya realistis, enggak berlebihan, dan menggambarkan kondisi remaja di era tersebut pada umumnya.

Via Istimewa

Selain Lupus, ada juga sinetron remaja lain yang terkenal dan dianggap keren, yakni Olga dan Sepatu Roda (1996) serta Pondok Pak Djon (1993). Layaknya Lupus, Olga merupakan tokoh besutan Hilman yang pernah diadaptadi pada 1992. Kisah penggemar sepatu roda dari keluarga kalangan menengah ini bener-bener funky dan sporty.

Sementara itu, Pondok Pak Djon merupakan kisah tentang rumah kos Pak Djon yang disewa oleh anak-anak muda. Pembahasannya, ya, seputar cita dan cinta anak muda.

Tren sinetron remaja berlanjut hingga dekade 2000-an. Semakin banyak sinetron dengan kisah anak muda dengan penceritaan yang lebih modern. Misalnya saja Inikah Rasanya, Bawang Merah Bawang Putih, dan FTV Cookies yang diproduksi FrameRitz.

 

Kehadiran Sinetron Fantasi yang Menyenangkan

Di dekade 1990-an sampai dengan awal 2000-an, ada banyak sinetron fantasi yang berkisah tentang hal-hal ajaib. Misalnya saja Jin dan Jun (1996), Tuyul dan Mbak Yul (1997), Jinny Oh Jinny (1997), Panji Manusia Millenium (1999), dan Luv (2000).

Di sinetron-sinetron fantasi ini, penonton disajikan dua hal: cerita di luar nalar dan efek superstandar. Maklum, bujetnya enggak sebesar film-film Hollywood dan teknologi yang digunakan tentu belum secanggih sekarang.

Via Istimewa

Meskipun efeknya kaku banget, sinetron-sinetron ini enggak bakal dilupakan oleh para penontonnya hingga sekarang. Alasannya: cerita sederhana, tokoh-tokoh kocak, dan keajaiban yang bikin kita jadi lupa dengan masalah di dunia nyata.

FYI, beberapa tahun belakangan ini, ada usaha dari berbagai rumah produksi untuk membuat ulang sinetron-sinetron ajaib itu dan semuanya ditayangkan di ANTV. Misalnya Jinny Oh Jinny Datang Lagi  (2016) dan Tuyul dan Mba Yul Reborn (2016).

Via Istimewa

Rating sinetron Tuyul dan Mba Yul Reborn bahkan pernah mengalahkan Anak Jalanan. Sayang sih, episodenya cuma sampai 118 dan produksinya enggak berlanjut. Kondisi yang hampir serupa juga dialami sama Jinny Oh Jinny Datang Lagi yang bertahan hanya satu musim tayang.

Selain sinetron-sinetron ajaib yang kocak, ada satu sinetron fantasi dengan kisah yang lebih serius. Apa lagi kalau bukan Gerhana? Sinetron ini berkisah tentang seorang remaja bernama Gerhana berkemampuan psikis yang kerap dia gunakan untuk melawan musuh-musuhnya.

Via Istimewa

Tayang selama 1999—2000, Gerhana cukup fenomenal dengan akting Pierre Roland yang cool dan Dina Lorenza sebagai Bulan yang terlalu sempurna sebagai manusia. Kalau menengok kembali kisah Gerhana, kita akan yakin bahwa sebenarnya rumah produksi kita punya kapasitas besar untuk membuat serial fantasi atau supernatural yang berkualitas.

 

Akhir Dekade 1990-an, Awal Sinetron Penuh Air Mata

Pernah denger nama Tersanjung? Sinetron yang diproduksi mulai 1998 ini punya tujuh musim tayang. Beda dengan sinetron Si Doel Anak Sekolahan yang sama-sama panjang, Tersanjung mengambil tema romansa orang dewasa yang lebih melankolis.

Dengan masa tayang yang panjang, Tersanjung dianggap menyebalkan. Selain banyak banget karakternya, ceritanya terkesan dipanjang-panjangkan. Ditambah lagi, tokoh Indah selaku protagonis dianggap kelewat pasif serta terima saja dijahati semua orang.

Via Istimewa

Tersanjung bukanlah satu-satunya sinetron yang penuh air mata saat itu. Di penghujung dekade 1990 hingga memasuki 2000, mulai banyak sinetron yang berpusat pada protagonis yang terlalu lugu, enggak bisa berbuat apa pun selain menangis. Misalnya saja Bidadari (2000), Kehormatan (2000), atau Doaku Harapanku (1998) yang tayang cuma saat Ramadan.

Gempuran Sistem Kejar Tayang di Era Sekarang

Via Istimewa

Patut diakui, sinetron Indonesia saat ini bikin kita berpikir negatif. Apalagi, episodenya semakin panjang dan enggak jelas kapan selesainya. Belum lagi banyak adegan enggak masuk akal di dalamnya, tanpa diiringi plot cerita yang kuat dan proporsional.

Jika dibandingkan dengan dua dekade silam, tentu kualitas sinetron saat ini bisa dikatakan terpuruk. Hal ini disebabkan oleh sistem kejar tayang alias stripping yang merajalela dilakukan oleh para tim produksi sinetron.

Via Istimewa

Masyarakat boleh menuduh Tersanjung sebagai pelopor sinetron drama yang enggak realistis dan penuh kejahatan ekstrem. Namun, sebenarnya sistem kejar tayang alias stripping dalam sinetron dipelopori oleh Liontin (2005).

Liontin merupakan sinetron pertama yang tayang secara reguler setiap Senin—Jumat. Lantaran sistem ini rupanya meraup banyak penonton, RCTI kembali membuat sinetron kejar tayang lain berjudul Cincin yang juga tayang Senin—Jumat. Inilah awal mula waktu tayang sinetron jadi sampai setiap hari seperti sekarang.

Via Istimewa

Kalau dipikir-pikir, apabila Tersanjung disiarkan dengan setiap hari (bukan berjadwal di hari tertentu), mungkin usianya enggak sampai menahun di Indosiar. Jadi, bisa dibilang, sinetron sekarang ini jauh lebih panjang dibanding Tersanjung.

Pasalnya, sinetron benar-benar jadi ladang iklan. Bahkan, riset Nielsen pada 2017 menunjukkan bahwa iklan enggak cuma muncul di sela-sela sinetron, tetapi juga di dalam sinetron dan jumlahnya makin banyak. Iklan-iklan itu berbentuk running text atau penempatan produk dalam sebuah adegan.

Via Istimewa

Pengaruh sistem kejar tayang berpengaruh besar pada kualitas sinetron. Karena diproduksi dalam waktu sesingkat-singkatnya, wajar bila hasil tayangannya kehilangan mutu. Banyak aspek diabaikan, mulai dari plot cerita, perkembangan karakter, orisinalitas, hingga detail visual.

Sistem ini diberlakukan di segala genre, termasuk sinetron religi yang seharusnya bernuansa optimistis. Alih-alih menjadi penyejuk, sinetron religi yang bertebaran malah menampilkan cerita yang berlebihan dan menjadikan nilai-nilai agama hanya sebagai tempelan.

Via Istimewa

Contohnya adalah Hidayah (2005), Hareem (2009) yang akhirnya berganti nama jadi Inayah,  dan Kuasa Ilahi (2005). Sinetron semisal Hidayah dan Kuasa Ilahi mirip dengan Azab yang tenar banget saat ini karena memiliki judul episode yang panjang dan eksplisit, penceritaan berlebihan, serta penokohan yang hitam-putih.

Memang sih, ada beberapa sinetron religi yang berkualitas dan impresif. Misalnya saja Para Pencari Tuhan atau Demi Masa. Sayangnya, sinetron-sinetron ini tayang waktu Ramadan saja.

Beralih ke Platform VoD, Sebuah Solusi?

Via Istimewa

Saat ini, teknik stripping masih menggempur dunia sinetron. Kebanyakan sinetron seperti ini diproduksi oleh SinemArt, rumah produksi yang sering dijuluki sebagai "Raja Sinetron".

Didirikan pada 2003, SinemArt yang dulu lekat banget dengan RCTI kini pindah ke SCTV. Jadi, wajar saja kalau sinetron “absurd” berdurasi panjang yang sering mendapatkan aduan ke KPI adalah sinetron-sinetron di stasiun televisi ini.

Via Istimewa

Ngomongin soal kualitas sinetron Indonesia, peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tentu enggak bisa diabaikan. Mengingat semakin banyak sinetron dengan jalan cerita ngawur, banyak orang—mungkin termasuk kalian—bertanya: apakah kontrol KPI semakin longgar?

Nyatanya, peraturan KPI semakin lama semakin ketat. Mereka sudah mengeluarkan larangan nuansa mistik untuk tayangan anak di bawah umur, larangan eksploitasi ketakutan, dan larangan menampilkan adegan pornografi serta kekerasan.

Aturan KPI tertuang jelas dalam P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran). Aturan ini terus diperbarui secara berkala. Namun, banyak pihak yang menilai bahwa aturan ini cuma bersifat teknis semata. Bahkan, penerapannya kerap dianggap terlalu berlebihan dalam mengatur tentang sensor.

Via Istimewa

Setidaknya, beberapa sinetron berkualitas tetap hadir meski tidak mendominasi. Contohnya Kesempurnaan Cinta (2016),  OK-Jek (2015), sampai Preman Pensiun (2015), Tukang Ojek Pengkolan (2015), dan Dunia Terbalik (2017).

Jika meninggalkan televisi dan beralih ke platform penyedia video seperti HOOQ dan Iflix, kita bisa menemukan deretan serial Indonesia yang enggak kalah dibanding serial-serial Hollywood. Sebut saja Brata, Halustik, dan Halusinada. Tentu saja, serial-serial ini enggak bisa dinikmati secara pasif alias butuh usaha untuk mengaksesnya.

Via Istimewa

Jadi, apakah sinetron kita bakal meningkat dari segi kualitas? Tentunya, kita enggak bisa berharap keadaannya bakal menyamai dekade 1980 atau 1990-an. Zaman sudah berubah dan persaingan semakin keras. Stasiun-stasiun televisi harus melakukan segala cara untuk bersaing, termasuk bikin program enggak logis demi mendulang banyak iklan.

Saat ini, kita hanya bisa berdoa semoga para petinggi dan pekerja stasiun televisi lebih berniat menyiarkan wawasan ketimbang memanfaatkan keterbatasan akses masyarakat demi pundi-pundi semata. Sebelum itu terjadi, kita hanya bisa memanfaatkan internet demi mencari tontonan berseri yang bisa memuaskan dahaga intelektual kita.

***

Bagaimana pandangan kalian soal sinetron Indonesia? Apakah kalian termasuk penonton setia sinetron atau lebih memilih penyedia layanan video on demand semacam HOOQ atau Ifilx untuk mencari tayangan dalam negeri yang bermutu? Silakan berbagi pengalaman dan pengetahuan di kolom komentar, ya!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.