Film Live Action Disney, Mau Sampai Kapan?

– Apa alasan Disney terus-terusan remake film animasinya ke versi live action?
– Bagaimana keseriusan Disney hadirkan nostalgia ke penggemar?

Entah kalian sadar atau enggak, beberapa tahun ke belakang ini Disney kerap membuat remake dalam versi live action dari sejumlah film animasi mereka. Contoh yang paling dekat adalah tiga film live action yang dirilis pada 2019 lalu, yaitu The Lion King, Aladdin, Dumbo, serta Maleficent: Mistress of Evil. Bahkan, pada 2020 perusahaan ini juga telah merencanakan untuk merilis remake dari Mulan (1998) walaupun tertunda imbas pandemi Corona.

via GIPHY

Selain itu, dalam waktu yang akan datang, perusahaan yang lekat dengan sosok Mickey Mouse tersebut juga telah memiliki rencana untuk membuat live action lainnya, mulai dari The Little Mermaid (1989) hingga Hercules (1997). Melihat hal tersebut, tampaknya Disney tertarik untuk membuat film animasi klasik mereka dalam format live action secara terus-menerus.

Lantas, mau sampai kapan Disney menggarap live action dari karya-karya terdahulunya? Lalu, faktor apakah yang membuat rumah produksi ini kerap “bermain” dalam pola tersebut? Untuk mengupas tuntas mengenai hal tersebut, KINCIR bakal membahasnya secara mendalam di bawah ini. Yuk, simak!

Dihujat Kritikus, Diprotes Penggemar

Via istimewa

Disney bisa dibilang menjadi pionir dari studio film yang bergerak di bidang animasi. Pasalnya, film animasi mereka hampir selalu mendapatkan ulasan positif dari kritikus serta diterima baik oleh penontonnya, terutama yang dirilis pada 1989—1999 dan disebut sebagai masa keemasan Disney. Makanya, perusahaan ini lebih berfokus untuk menggarap live action yang diadaptasi dari film di masa kejayaannya tersebut.

Melihat ke belakang sejenak, film remake pertama Disney adalah Rudyard Kipling’s the Jungle Book (1994). Film garapan Stephen Sommers tersebut dianggap sejumlah kritikus sebagai sebuah tontonan yang menghibur meskipun dirasa kurang mengadaptasi cerita dari versi orisinalnya. Namun, secara garis besar, film live action pertama Disney tersebut mendapat ulasan yang positif dengan nilai 79% di Rotten Tomatoes.

via GIPHY

Sayangnya, review yang bagus enggak berlaku bagi live action pada umumnya yang cenderung mendapatkan nilai lebih buruk ketimbang film orisinalnya. Sejumlah alasan pun melatarbelakangi ulasan negatif tersebut, mulai dari efek visualnya yang buruk hingga jalan cerita yang membosankan. Untuk lebih tahu lebih jelas perbandingan rating antara live action dengan film orisinalnya, kalian bisa lihat tabel di bawah ini.

Berdasarkan data Rotten Tomatoes tersebut, dari 10 film animasi yang diadaptasi menjadi live action beserta sekuelnya hanya satu yang rating-nya mampu melampaui versi orisinalnya. Selain itu, hanya terdapat lima dari 14 film remake yang enggak mendapatkan predikat busuk (nilai di bawah 60%). Tentunya, ulasan negatif yang bertubi-tubi tersebut menimbulkan pertanyaan mengapa Disney masih bersikeras memproduksi live action ke depannya.

Apalagi, enggak sedikit live action Disney menimbulkan kontroversi serta protes di kalangan penggemar setia film animasi orisinalnya. Hal ini disebabkan studio besutan Walt Disney tersebut kerap mengubah berbagai macam aspek penting yang ada di film animasinya untuk disesuaikan dengan versi live action.

via GIPHY

Salah satu contoh terdekat adalah sosok Mushu si naga lucu yang enggak dimunculkan pada live action Mulan karena dianggap enggak realistis. Namun, dalam film live action-nya, Disney justru menampilkan sosok penyihir yang bisa berubah menjadi burung yang tentunya sama enggak realistisnya dengan Mushu.

Bahkan, proyek film The Little Mermaid yang hanya baru mengumumkan pemeran utamanya, yaitu Halle Bailey, juga dihujat oleh penggemar Disney. Soalnya, Bailey dinilai enggak cocok dalam memerankan Ariel yang memiliki mata biru, rambut merah, dan berkulit putih. Meskipun begitu, Disney beranggapan Ariel adalah sosok putri duyung fiksi yang bisa berasal dari berbagai macam ras, termasuk kulit hitam seperti Bailey.

Nostalgia yang Menguntungkan

Via istimewa

Melihat ulasan negatif serta kecaman penggemar tersebut, agak mengherankan kenapa Disney tetap tertarik untuk membuat live action. Akan tetapi, semuanya balik lagi ke faktor yang paling penting bagi keberlangsungan sebuah perusahaan, yaitu uang. Faktanya, live action Disney selalu meraih pendapatan yang lebih banyak ketimbang film animasi orisinalnya. Sebagai bukti perbandingannya, kalian bisa lihat tabel di bawah ini.

Jika dilihat dari data tersebut, seluruh live action meraup pendapatan yang lebih besar dibandingkan film orisinalnya. The Lion King pun menjadi film remake yang paling laris hingga tulisan ini dibuat. Hal inilah yang membuat Disney masih ingin menggarap live action hingga saat ini.

via GIPHY

Selain itu, keuntungan yang besar tersebut juga menandakan bahwa; terlepas dari protes terhadap film live action karena berbagai macam alasan, orang-orang tetap datang ke bioskop untuk menontonnya. Yap, hal ini pun berkaitan dengan yang namanya nostalgia. Soalnya, penonton dewasa yang menyaksikan versi remake di bioskop adalah mereka yang juga sudah melihat film animasi orisinalnya sewaktu kecil.

Nostalgia mungkin membuat orang akan menilai versi orisinal lebih baik, tapi mereka tetap bakal melihat versi remake-nya. Entah sekadar untuk membandingkan atau ingin mengembalikan memori saat menonton film orisinalnya.

Dr. Wijnand van Tilburg selaku dosen psikologi dan ahli nostalgia di King's College London, menelisik kekuatan nostalgia terhadap live action Disney. Dia mendefinisikan nostalgia sebagai kasih sayang atau kerinduan akan masa lalu serta merupakan emosi kuat yang menjadi tempat orang berpaling ketika memiliki momen yang sulit di kehidupan.

“Kenangan nostalgia tersebut memberikan semacam gambaran yang membuat orang merasa lebih baik,” ungkap van Tilburg.

Oleh karena itu, secara enggak langsung antusiasme penonton live action-nya juga turut mendorong studio tersebut untuk terus mendaur ulang film animasi lainnya. Soalnya, nostalgia yang dirasakan oleh para penonton ternyata membawa keuntungan besar sehingga mereka makin percaya diri untuk me-remake film dalam bentuk live action kembali.

Proyek Live Action, Zona Nyaman Disney?

Via istimewa

Setelah menemukan alasan di balik Disney terus-menerus memproduksi live action, kini timbul pertanyaan sampai kapan hal tersebut akan berlangsung? Lalu, bagaimana jadinya jika sudah kehabisan film animasi untuk dijadikan live action?

Well, kemungkinan besar hal tersebut enggak akan terjadi dan Disney akan terus membuat film live action sampai kapan pun itu. Soalnya, studio tersebut masih memiliki banyak stok film animasi, mengingat saat ini ‘kerajaan’ tersebut baru me-remake film yang berasal dari era awal berdiri hingga akhir 1990-an saja. Di atas 2000-an, Disney juga menggarap film animasi yang terkenal lainnya, seperti Frozen, Up, Moana, serta Coco yang bisa jadi dibuat versi live action-nya dalam 20 tahun mendatang.

Via istimewa

Seandainya memang kehabisan film animasi untuk didaur ulang, mereka masih bisa me-remake film yang sudah di-remake tersebut. Hal ini pun sudah dilakukan mereka lewat film The Jungle Book yang memiliki dua versi remake yang dirilis pada 1994 dan 2016. Oleh karena itu, sejauh ini Disney masih enggak akan kehabisan bahan untuk dibuat versi remake.

Lagipula, ketika Sean Bailey ditunjuk sebagai presiden dari Walt Disney Pictures pada 2010, langkah perusahaan untuk membangun semesta live action-nya semakin jelas. Bailey mengibaratkan karakter seperti Alice, Cinderella, Mowgli, serta Belle adalah superhero-nya Disney, sedangkan Cruella dan Maleficent merupakan supervillain mereka.

Bailey memiliki keinginan untuk menghubungkan ketertarikan penggemar dengan makna dari tiap tokohnya lewat talenta berbakat serta teknologi terbaik via live action. “Rasanya sangat Disney, bermain dengan kompetitif untuk keunggulan label ini,” pungkasnya.

Via istimewa

Tentunya, keunggulan dari Disney dalam membuat live action ketimbang studio lainnya ada pada unsur musikal. Sayangnya, hal ini baru mulai diterapkan oleh Disney dalam lima dari 14 proyek remake dengan The Jungle Book (2016) menjadi yang pertama. Deretan film tersebut pun hanya menyanyikan lagu yang paling ikonis dari film orisinalnya, seperti “Bare Necessities” untuk Jungle Book.

Meskipun begitu, dalam beberapa tahun terakhir Disney juga terlihat lebih serius dalam mengusung unsur musikal dalam filmnya. Contohnya, mereka menggaet sutradara Bill Condon yang sebelumnya membuat film musikal untuk menggarap Beauty and the Beast.

Selain itu, pemilihan aktor dengan kemampuan bernyanyi pun menjadi pertimbangan mereka dalam beberapa proyek remake. Seperti pada film The Lion King (2019) yang mana penyanyi Donald Glover alias Childish Gambino serta Beyoncé ikut serta di dalamnya. Bahkan, kemampuan bernyanyi juga menjadi pertimbangan Disney untuk menggaet Halle Bailey untuk memerankan Ariel, terlepas dari polemik warna kulit.

Melihat hal tersebut, kini Disney seolah semakin serius dalam menunjukkan keunggulannya dalam membuat proyek live action. Jadi, sudah bisa dipastikan bahwa remake dalam format live action merupakan salah satu fokus proyek yang akan digarap oleh Disney dalam beberapa tahun ke depan.

***

Nah, bagaimana tanggapan kalian terhadap Disney yang kerap membuat live action dari film animasi? Apakah kalian salah satu penikmatnya atau justru mengharapkan konten orisinal baru dari studio legendaris yang satu ini? Bagikan pendapat kalian di kolom komentar dan ikuti terus KINCIR untuk artikel menarik seputar film lainnya, ya!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.